Quantcast
Channel: kaoskakibau.com - by ron
Viewing all 341 articles
Browse latest View live

Sesusah Itu Ya untuk Senyum?

$
0
0


“Introvert itu nggak sama dengan pemalu.”

Itu yang gue baca di artikel sebuah media online beberapa waktu lalu. Semakin gue cermati, semakin gue berpendapat sama dengan tulisan itu. Semakin juga gue punya pandangan yang jelas tentang sifat alami gue yang memang introvert, tapi bukan pemalu.

Mana ada pemalu yang mau membungkus dirinya dengan konfeti dan joget-joget nggak jelas di lokasi konser demi untuk di-notice sama Lee Jin Ki.

Melanjutkan tulisan di artikel tadi, introvert adalah orang yang lebih menyukai kesendirian kadang-kadang, meski mereka ada di tengah keramaian. Dan gue kembali mengamini tulisan itu. Belakangan ini gue sering merasakan hal ini. Belakangan ini gue sering merasa ingin sendiri. Entah kenapa apapun yang dilakukan oleh orang-orang di sekitar gue, walaupun itu lingkaran pertemanan gue sendiri, jadi nggak seru lagi. Gue merasa semangat gue untuk berinteraksi dan beramah-tamah dengan sekitar mendadak hilang. Dan ini adalah sebuah masalah besar.

Ke orang-orang yang sudah lama gue kenal (atau sudah lama kenal gue) pastilah gue akan banyak ngomong dan ngoceh tentang banyak hal. Di satu momen gue bisa jadi sangat menyebalkan karena kebanyakan ngomong. Sering banget gue menyinggung roommate gue karena gue terlalu banyak omong. Walaupun dia mungkin nggak teriak “ANJING LO, GUE TERSINGGUNG!” tapi gue bisa melihat itu dari mimik wajah dan perubahan sikapnya yang mendadak dingin kayak Arandelle waktu Elsa masih labil.

Karena keberisikan gue yang to the max inilah pernah suatu hari salah satu temen kantor, namanya Nabila, nanya ke gue. “Lo lagi sakit ya?” cuma karena gue hari itu nggak sebanyak omong biasanya. Nggak seberisik biasanya.

Nggak. Gue nggak sedang sakit. Gue sedang pengen sendiri dan diem.

Tapi nggak bisa mengeluarkan kalimat seperti itu. Gue hanya bisa faking smile dan “Nggak Bilaaaa gue lagi pusing nih. Biasalah anak muda. Labil.” Dan pembicaraan itu akan terputus saat itu juga dan semuanya akan memaklumi. Karena kadang dalam kondisi seperti ini, kejujuran itu bisa dinilai berbeda. Kalau gue bilang, “Tolong, gue lagi pengen sendiri.” Bisa-bisa ditanggepin “Yaudah sana ke toilet. Lebih private.” Kan nggak enak.

Terlalu lama jauh dari rumah bikin gue berusaha untuk menyelesaikan semua masalah gue sendiri. Nggak cuma masalah yang berkaitan dengan kehidupan sosial dan orang-orang di sekitar, tapi juga masalah dengan diri sendiri. Yang pertama itu sulit. Tapi yang kedua jauh lebih sulit. Karena kadang-kadang otak sama hati lo nggak sinkron. Apa yang lo inginkan terkadang bukan yang lo butuhkan. Semangat gue sedang turun jauh banget dari berbulan-bulan yang lalu. Motivasi hidup gue nyaris nol. Dan sedihnya, free puk puk lewat telepon dari Mama nggak cukup. Walaupun menenangkan.

Jadi apa yang sedang gue cari? Atau mungkin pertanyaannya apa yang sebenarnya sedang terjadi?

Gue sendiri tidak yakin. Mama bilang kalau perasaan kita selalu nggak tenang, kalau hati selalu belingsatan, kalau pikiran nggak pernah bisa fokus, itu tandanya kurang sedekah. Nasihat ini selalu gue inget kalau semisal hati sedang memaksakan kehendaknya untuk galau berlebihan sementara pikiran pengen banget bisa tenang dan damai. Dan memang, ketika diamalkan, nasihat itu bener juga. Ada sesuatu yang magis yang membuat hati tiba-tiba jadi plong aja. Membuat pikiran mendadak jadi enak aja. Walaupun gue seringkali lupa bawa dompet sehingga kegiatan bersedekah itu kadang terhambat.

Tapi ternyata sedekah kan nggak cuma dengan materi. Sedekah kan bisa cuma sekedar senyum.

Senyum.

Senyum.

Senyum.

Jangan keterusan. Apalagi kalau lo lagi ada di pinggir jalan nunggu abang-abang ojek online yang nggak dateng-dateng tapi lo tetap senyum menyeringai ke semua orang kayak gitu. Nanti lo bisa dikira orang gila. Walaupun niat lo baik mau sedekah, tapi liat-liat kondisi juga. Sedekah materi juga kan nggak boleh diumbar-umbar ke sembarang orang. Misalnya sedekah materi ke Jokowi. Kan sia-sia belaka.

Gue sadar betul belakangan ini gue jadi agak lebih diem. Intensitas keberisikan gue agak berkurang. Yang kemudian kebawa ke mood dan senyum.

“Coba setiap berangkat ke kantor gitu senyum kek. Biar enak dilihat.”

Suatu pagi di depan lift, roommate gue bilang gitu ke gue. Gue kesel banget kalo ada orang yang negor gue kayak gitu sebenarnya. Like, apa salahnya sih punya muka yang nggak bisa fake? Kalo lagi kesel ya kesel aja masa iya gue harus memaksakan diri untuk senyum? Tapi ternyata emosi gue di kalimat sebelumnya nggak boleh dimanjain. Gue kadang mengutuk diri gue karena nggak bisa yang sok-sokan terlihat happy di tempat yang sebenarnya gue nggak happy. Gue bukan tipe yang kayak gitu. Kalau gue nggak suka atau terpaksa, itu akan keliatan banget di wajah. Nggak bisa disembunyikan. Dan itulah yang akhirnya bikin beberapa orang jadi kayak males mendekati gue beberapa bulan terakhir.


Wajah gue yang jarang senyum gue curigai membuat spekulasi bermunculan di kepala orang. Yang akhirnya membuat orang-orang ini memilih untuk menjauh.

“Ya daripada gue ganggu.”

Mungkin gitu pikir mereka. Padahal sebenarnya ketidaksenyuman(?) gue itu nggak ada hubungannya sama mereka juga. Jadi harusnya mereka nggak perlu mikir kayak gitu. Tapi karena gue udah nggak senyum dan diem banget jadi ya wajar kalau orang-orang sekitar jadi memilih untuk tidak mendekat. Siapa coba yang mau mendekati orang yang tampilannya senggol bacok? Sampai suatu hari gue kepikiran lagi sama teguran di depan lift itu.

Sebenarnya jauh sebelum obrolan singkat di depan lift itu terjadi, gue selalu berpikir bahwa setiap hari gue harus mencari alasan untuk bisa tersenyum. Mau itu cuma sekedar ngeliat update-an EXO atau IU atau RV di Twitter, atau tersenyum gara-gara baca komentar di YouTube atau di blog gue. Kadang gue juga selalu mencari hiburan dengan nge-scroll komentar Instagram Baekhyun. Demi untuk bisa membuat gue tertawa.

Gue sudah mangamalkan “selalu tersenyum” itu jauh sebelum teguran dari roommate gue tadi, sebenarnya. Bahkan gue sengaja pake masker supaya gue bisa tersenyum setiap saat dan tidak ada yang nge-judge gue gila atau salah minum obat. Demi membiasakan diri untuk tersenyum meski hidup sedang tidak berada di kondisi terbaiknya. Tapi ya itu… hidup kan pasti ada naik turunnya. Dan kalau udah turun, naiknya suka lama. Kalau udah di atas, gampang banget jatohnya.

Dari sedikitnya obrolan yang terjadi antara gue dan roommate gue selama delapan bulan terakhir, teguran tentang senyum itu adalah yang paling gue inget sampai sekarang. Karena faktanya memang benar. Jarangnya gue senyum memberikan energi negatif untuk sekitar. Dan itu sangat mempengaruhi kehidupan sosial gue di kantor.

Jadi gue mencoba berubah dan mencari-cari alasan untuk selalu tersenyum. Sampai akhirnya ketika suatu akhir pekan gue ada di Sanur, Bali, gue bertemu dengan tiga anak-anak kecil dari Rusia.

Gue sedang berdiri menggendong kamera di bahu sebelah kiri dan tas selempang kanvas kecil punya Sean yang gue pinjam karena gue cuma punya ransel doang. Gue lagi dinas luar kota. Kru syuting sedang break sementara produser film dan director of photography-nya lagi ngobrol nggak jauh dari tempat gue berdiri.

Anak-anak ini sudah gue perhatikan dari tadi. Lari ke sana ke mari. Mereka bertiga. Dan wajahnya rada-rada mirip satu sama lain. Mungkin sodara. Gue membatin. Dan ketika gue sedang bengong nggak tahu mau ngapain, ketiganya berlari nyamperin gue.

Dalam Bahasa Inggris, dia ngajak gue bicara.


“Lo bisa Bahasa Inggris?” tanya salah satu dari mereka.

“Ya, bisa. Kenapa?”

“Gue mau kasih lo sesuatu!” katanya bersemangat. Gue menyipitkan mata dan menaikkan sebelah alis (padahal nggak bisa. Cuma biar keliatan keren aja gitu kayak di novel-novel).

“Apa?” kata gue. Dia lalu meminta gue untuk membuka kedua tangan gue di depan. Dan kemudian dia naruh telur ayam yang biasa gue goreng di kosan di atas telapak tangan gue. Gue ketawa. “What is this?”

“Ini telur ajaib. Telur dengan kekuatan luar biasa!” katanya. Sedang dalam mode berimajinasi. Sementara yang ada di kepala gue saat itu adalah makan. Dari siang gue belum makan. Dan Bali hari itu panasnya kayak Margonda, Depok.

“Ini mentah?” tanya gue. Kalo mateng gue mau makan maksudnya kan lumayan bisa jadi protein tambahan.

“Yes. But this is so powerful! This is a special egg!” kata yang lain. Masih dalam mode imajinasi.

“With great power, comes a great responsibility.” Kata anak yang paling tengil, pake baju hitam-putih. Gue mau ketawa lagi karena dia jelas-jelas mengutip dialog di Spider-Man. Tapi pas gue mau interogasi lebih lanjut, dia udah lari duluan.

“Be careful! IT’S GODZILLA’S EGG!” kata mereka sambil berlalu.


Adegan itu nggak ada lima menit. Bener-bener kayak cepet banget dan random abis. Tapi efeknya luar biasa buat gue. Kapan terakhir gue ketemu sama anak kecil yang kepalanya penuh dengan imajinasi liar seperti itu? PIkiran gue langsung melayang-layang keinget sama kejadian-kejadian serupa. Pertemuan dengan beberapa anak kecil yang sedang seneng-senengnya berimajinasi. 


 Keponakan gue contohnya, suka banget mengkhayal kalau dia itu chef. Jadi kalau gue pulang, dia sering ngajakin gue main dapur-dapuran. Dia juga tahu Om-nya suka masak, jadi gue bisa nyambung sama permainan ini. Beberapa bulan lalu juga gue pernah mampir ke rumah roommate gue di Cimahi dan ujung-ujungnya gue malah main sama ponakan-ponakannya. Karena salah satu di antara mereka gue lihat suka gambar, gue ajakin aja ngegambar. Walaupun gue nggak jago juga sih. Tapi lumayan, gue bisa ngegambar mobil sama pisang. Walaupun diketawain juga sama salah satu ponakannya yang lain.

“Jelek banget.” Katanya.

Sementara si ponakan yang ngatain gambaran gue jelek punya imajinasi yang berbeda. Jauh berbeda dari anak-anak kebanyakan mungkin. Dan ini agak serem sih. Karena dia nyuruh gue ngegambar pocong dan kuntilanak.

“Kamu….. kok….. serem………” kata gue sambil melipir. Dia malah ngetawain gue yang mendadak menutup muka waktu dia cerita soal peti mati.

Dan seketika gue tersenyum. Telur ayam itu gue pegang di tangan. Gue main-mainin. Geli sendiri kalau inget perkataan anak-anak tadi bahwa telur ini punya kekuatan spesial. Takut juga kalau ternyata telur ini beneran telur Godzilla. Terus gue bawa ke mana-mana dan pas netes nanti gue akhirnya punya anak Godzilla.

Gue terkikik sendiri. Entah kenapa dada dan perut gue rasanya kayak dipenuhi dengan kupu-kupu yang terbang ke sana ke mari sampai-sampai bikin gue ketawa karena kepakan sayap mereka bikin geli. Sebelum anak-anak itu menghilang, gue berusaha menghampiri mereka.

“Boleh gue foto kalian?” kata gue. Mereka setuju tanpa ragu. Mereka lalu bergaya sekeren mungkin sampai gue bilang oke. Baru aja gue melangkah pergi, gue balik lagi ke mereka. “One more photo, can? But this time with me.” Kata gue.

Gue butuh bukti kalau gue pernah ketemu sama anak-anak yang memberikan gue telur Godzilla ini.


Beberapa kali jepret okelah mereka begaya lagi. Dan pas jepretan ketiga, gue bilang, “Oh, gue lupa. Telur ajaibnya.” Sambil ngangkat telur itu ke depan kamera disambut cekikikan dari ketiganya. “Thank you!” kata gue.

“You’re welcome. Hey, don’t forget to subscribe to our YouTube channel!” kata mereka.

“Lo punya YouTube channel? Namanya apa?” gue langsung kasih handphone gue dan mereka ngetik di situ. “Nanti gue buka ya. Thank you, see you!” gue pamit.

Sepanjang hari itu sampai malam ketika syuting sudah selesai gue masih senyum-senyum sendiri mengingat adegan telur Godzilla. Walaupun badan gue udah lengket dan kepala pusing karena flu, tetap aja gue nggak bisa nggak senyum pas inget wajah-wajah polos mereka mengutip dialog Spider-Man. Sesederhana itu lho, mereka bikin orang lain tersenyum.

Sesimpel itu.

Gue kembali kepikiran soal gue yang sedang jarang senyum belakangan ini. Kalau hal-hal sederhana seperti itu aja bisa bikin happy, kenapa sih harus mempersulit diri dan menyebarkan energi negatif ke sekitar dengan merengut?

Jadi, menjawab pertanyaan kecil yang selama beberapa bulan ini menghantui gue: Apa sesusah itu ya untuk senyum?

Jawabannya: Nggak. Nggak susah kok. Sama sekali nggak.

Dan sekarang kalau gue sedang bete atau sedang tidak dalam mood yang baik, gue hanya tinggal ngebuka kulkas dan ngeliat di rak paling atas pintu kulkas: sederet telur ayam yang kalem dan adem di sana. Itu adalah modal gue untuk tersenyum setiap pagi.

Dan tiba-tiba kepikiran satu kalimat ini: “…bahwa hidup adalah perjuangan untuk menjadi yang lebih baik dan lebih baik lagi setiap detiknya…”

And I’m trying. Thank you.

Semoga abis ini roommate gue seneng. Biar gue senyumin dia tiap pagi kayak orang jatuh cinta.


Follow Me/KaosKakiBau in everywhere!
Watch my #vlog on YouTube: KaosKakiBauTV (#vron #vlognyaron)
Twitter: ronzzykevin
Facebook: fb.com/kaoskakibau
Instagram: ronzstagram
LIVE SETIAP SENIN JAM 8 MALAM 'GLOOMY MONDAY!'
Instagram lain: kaoskakibaudotcom
Line@: @kaoskakibau (di search pake @ jangan lupa)

 First 2 photos on this article provide by Pexels.com

Silaturahmi Karaoke

$
0
0


Pernah nggak, kalian suatu hari duduk di sebuah kursi kayu, di teras rumah yang halamannya luas banget, ngeliatin cahaya matahari pelan-pelan menghilang dan tenggelam di sebelah barat, sambil menghirup aroma teh mint hangat dari meja kecil yang ada di sebelah kanan kalian, dan memikirkan soal apa saja yang sudah terjadi selama tiga tahun terakhir?

Gue nggak pernah. Karena di teras rumah gue nggak ada kursi kayu, tapi adanya sofa tua yang udah bau dan berdebu. Halaman rumah gue juga nggak luas-luas banget. Cuma dua kali lompat kodok juga kebentur tembok. Dan cahaya matahari jelang terbenam nggak pernah terlihat jelas dari sana karena kehalang sama tembok rumah-rumah lain. Tapi kadang-kadang cahayanya bagus juga. Cuma, di jelang akhir kalimat paragraf pertama sih gue pernah. Ya nggak sambil duduk minum teh mint juga.

Belakangan ini gue sering banget memikirkan “the good old days”. Seolah nggak mau menerima kenyataan bahwa setiap individu yang ada di sekitar gue pasti berubah. Sekecil apapun itu. Perubahan-perubahan yang tanpa kita sadari bikin hubungan pertemanan jadi merenggang dan pelan-pelan semakin menjauh. Kenyataan itu kemudian bikin kerinduan akan masa-masa pas bareng dulu makin berasa.

Kalau lo termasuk pembaca setia blog ini, lo pasti tahu kalau gue nggak terlalu punya banyak teman. Sebagai perantau yang kehidupan masa kecil dan masa remajanya dihabiskan di Mataram, Lombok, membuat gue nggak terlalu punya hubungan yang sangat dekat dengan teman-teman sekolah gue dulu. Teman waktu kuliah dulu juga sekarang sedang giat-giatnya bekerja, jadi beneran jarang banget bisa ketemu dan menghabiskan waktu berkualitas. Jadilah teman-teman yang sering kontak dan komunikasi sama gue sekarang adalah mereka yang memang punya satu kesanaam: sama-sama suka KPop.

Percaya nggak percaya, hampir semua teman di lingkaran gue yang sekarang—which is bisa gue sebut sebagai teman dekat karena kita selalu punya waktu buat ngobrol, makan bareng, sampai nginep-nginepan—gue kenal dari media sosial. Pelebaran lingkaran pertemanan ini paling karena salah satu dari kita punya teman lain yang akhirnya kita bawa masuk ke lingkaran yang sama. Dan karena kita sama-sama suka KPop, semua jadi nyambung aja. Dan akhirnya jadi dekat satu sama lain.

Lingkaran pertemanan ini belakangan sering gue sebut dengan “silaturahmi KPop”. Walaupun, yah, kalau sama mereka label yang paling klop mungkin “ghibah” ketimbang silaturahmi. Halal bi Halal jadi Haram bi Haram karena kerjaan ngomongin orang doang (yang mana jauh di Korea sana). Tapi benar, KPop yang menyatukan kita semua.

Ada lingkaran pertemanan lain yang juga terbentuk karena KPop, tapi semakin erat karena aktivitas mingguan rutin yang secara nggak sengaja selalu kami lakukan setiap kali kumpul. Lingkaran pertemanan inilah yang belakangan makin bikin gue merindukan “the good old days”. Dan gue menyebut lingkaran pertemanan ini “silaturahmi karaoke”.

Satu atau dua tahun yang lalu, ada masa-masa di mana gue sama beberapa temen gue selalu menyempatkan diri untuk ketemu sesibuk apapun kita. Semalem apapun kita menyelesaikan pekerjaan di hari itu. Sebanyak apapun deadline yang menunggu di kantor. Ataupun seenggak mood apapun kita karena berbagai hal yang terjadi di tempat kerja. Semuanya akan melebur jadi satu dan menguap bersama keringat di dalam ruang karaoke.

Anggota grup ini ada enam orang. Dua di antaranya (salah satunya gue) bekerja di kantor yang sama waktu itu. Yang satu lagi bekerja di sebuah perusahaan retail, yang satu lagi kerja di perusahaan penilai aset, yang satu di salah satu agensi iklan milik Korea, dan yang terakhir bekerja pindah-pindah dari Bandung ke Jakarta dan sebaliknya. Kalau ketemu, masing-masing selalu punya giliran cerita.

Gue yang ngeluh karena pembaca sotoy yang cuma ngeliat judul tapi nggak baca artikel. Temen gue yang eneg sama laporan-laporan akhir bulan di kantornya yang dia kerjakan di komputer lemot. Yang satu lagi ngeluh karena bosnya yang orang Korea rese’ minta ampun. Dan yang lain yang nggak pernah berhenti memuji kegantengan atasannya, padahal dia cowok. Ada juga yang cerita tentang hectic-nya dia di keluarga keduanya yang sedang mempersiapkan sebuah event KPop akbar di salah satu mall di Bekasi. Kita nggak pernah kehabisan bahan omongan. Selalu aja ada yang dibahas.

Gue sendiri bisa dikatakan adalah konektor dari semua anak-anak ini. Dan itu sebenarnya sudah jadi kebisaan gue, memperkenalkan teman-teman gue ke teman-teman gue yang lain. “Kalau kalian bisa kenal dan nyambung lalu bisa main bareng ya kenapa gue harus repot-repot membagi waktu untuk main sama kalian di kesempatan yang berbeda?” gue selalu bilang gitu. Dan syukurnya kita semua nyambung, karena sekali lagi kita punya topik obrolan dan kesukaan yang sama: KPop.

Walaupun ada sih yang kemaren ngaku kapok dikenalin ke temen-temen gue karena ujung-ujungnya dia dikacangin. So I wont do that to this chingu anymore.


Masing-masing orang di lingkaran silaturahmi karaoke ini punya kesukaan yang berbeda. Kayak gue misalnya suka EXO. Yang lain juga suka EXO sih tapi mungkin nggak se-freak gue. Kebanyakan dari kita adalah tipe fans yang berisik banget. Yang kalau spazzing bisa bikin orang lain merasa keganggu dan nggak nyaman dengan keberadaan kita di dunia. Dan itulah yang kemudian lagi-lagi membuat kita nyambung.

Dulu kita nggak pernah bingung soal waktu kumpul. Yang penting after office hour, yuk mau duduk di mana? Seven Eleven? Yoshinoya? Familiy Mart? Jalan! Kadang waktu kumpul kita tergantung kapan si member asal Bandung ini sedang bertugas di Jakarta. Dan kita selalu menyempatkan untuk ketemu.

“Yuk mumpung dia lagi di Jakarta sampai Kamis. Bisa main dulu lah!”

Selalu kayak gitu.

I’m a big fan of this chingu yang datang dari Bandung. Jadi gue selalu bersemangat setiap kali dia ada jadwal di Jakarta. As a fan, I’m super excited to meet this chingu everytime dia datang. Maka dari itu gue berusaha untuk mengumpulkan anak-anak buat main bareng. Kita selalu mencari tempat-tempat yang buka 24 jam karena memang kita selalu nongkrong tanpa kenal waktu. Nggak peduli besok mau ngantor pagi atau bahkan mau flight ke Malaysia karena harus liputan event EDM di Langkawi misalnya. Berjam-jam kita bisa duduk sambil ngobrol, lihat hape, ngobrol, main SM Superstar, ngobrol, lihat hape, dan kemudian berujung ke ruang karaoke.

Kalau sudah masuk ke situ, udahlah, nggak ada lagi yang namanya jaim-jaiman. Masing-masing dari kita bisa jadi gila dengan caranya sendiri-sendiri. Terlebih gue. Jangan ajak gue ke ruang karaoke kalau itu akan mengubah cara lo memandang gue pada akhirnya. Gue anaknya suka lepas kontrol. Beneran...

Masing-masing dari kita punya pilihan lagu yang beda. Gue misalnya akan memperbanyak playlist dengan lagu-lagu KPop dan beberapa lagu era 90-an yang gue suka. Westlife selalu jadi lagu wajib setiap kali kami karaoke. Salah satu di antara kami ada yang suka banget lagu Indonesia, jadi pasti ada Afgan, Raisa, sampai Titi DJ di situ. Yang lain ada yang suka banget lagu-lagu Jepang dan blackmetal. Walaupun genre lagu kedua di kalimat sebelumnya nggak ada yang tahu selain dia, tapi kami cukup terhibur dengan semangatnya yang menggebu-gebu, teriakannya yang memekakan telinga, sampai mikrofon yang basah karena air liurnya muncrat kebanyakan.

Yang lain ada yang punya obsesi tingkat tinggi sama lagu-lagu girlband KPop. AOA dan SISTAR selalu ada di playlist-nya. Sambil memeragakan koreografi ‘Mini Skirt’ kita semua akan ketawa-ketawa ngeliat kelincahan orang yang satu ini. Sementara kalau lagu ‘Give It To Me’-nya SISTAR udah main, gue akan buru-buru nyobek-nyobek tisu untuk dilempar sebagai pengganti konfeti waktu part rap-nya Bora tiba. Gue selalu menyanyikan bagian itu. Hanya bagian itu. Dan hanya demi melempar sobekan tisu itu saja.

Kegiatan ini selalu berulang setiap minggunya. Entahlah, waktu itu memang terkesan nggak ada bosen-bosennya. Semacem lo lagi, lo lagi. Tapi ya emang karena gue sayang sama lo makanya lo lagi, lo lagi. Setiap minggunya kita selalu punya waktu untuk itu. Sebokek apapun kita, ujung-ujungnya pasti akan ke ruang karaoke.

“Gue nggak ada duit nih. Nggak usahlah karaoke ya. Nongkrong doang di Family Mart deh. Gimana?”

Awalnya sih gitu. Tapi kelanjutannya pasti jadi karaoke. Dan keluar dari ruangan itu di jam 1 pagi atau jam 2 pagi bikin lega. Seolah besok (atau hari ini) nggak harus masuk kantor jam 8 pagi untuk lanjut kerja dan cari uang lagi. Walaupun pernah juga ada drama sana sini, ngambek-ngambekan karena lagunya tadi tiba-tiba di skip sampe marah-marah banting mikrofon. Yah kan namanya juga hubungan pertemanan yah. 


Silaturahmi karaoke ini bikin masing-masing dari kita belajar untuk tahu karakter satu sama lain. Beberapa di antara kami ada yang emang vokal banget menunjukkan ketidaksukaannya terhadap sesuatu. Ada yang netral. Ada juga yang terlihat nggak peduli padahal sebenarnya dia peduli. Kita jadi tahu siapa yang paling cepet ngambek dan siapa yang paling nggak bisa dibecandain. Siapa yang lagi PMS dan siapa yang lagi nggak mau diganggu. Siapa yang paling enak diutangin dan siapa yang paling perhitungan kalau udah urusan uang. Sederhananya, silaturahmi karaoke ini bikin kita makin lebih dekat satu sama lain.

Pada saat itu.

And I miss those good old days…

Akhir pekan ini gue ketemu lagi sama beberapa member silaturahmi karaoke. Salah satunya baru balik dari Jepang. Yang satu udah lama nggak ketemu sejak bukan lagi jadi anak Jakarta Selatan. Sementara yang satu sekarang jadi teman sekamar gue.

Obrolan kita masih ngalir. Nggak ada yang berubah. Mereka masih orang-orang yang sama berisiknya dengan dua tahun yang lalu. Mereka masih orang-orang yang sama yang kalau udah ngebahas satu topik yang mereka sukai, akan diobrolin dengan serius dan penuh semangat. Matanya berapi-api dan gesture-nya bisa bikin mereka keringetan sendiri. Mereka masih orang-orang yang sama asiknya kayak dulu.

Pertemuan kami tadilah yang bikin gue akhirnya kesampaian untuk nulis ini. Karena gue bilang ke mereka, “Gue kangen deh sama masa-masa kita main dulu! Kita bisa lho, nyempetin buat ketemu setiap kali ada yang pengen ketemu. Kita mau lho, meluangkan waktu untuk sekedar duduk-duduk di Seven Eleven sampai subuh dan main SM Superstar. Kita dulu nggak pernah mikirin ini udah jam dua belas malam atau jam satu pagi. Dulu tuh bener-bener deh masa-masa ajaib, ya nggak sih?”

Mungkin semua member silaturahmi karaoke ini nggak pernah menyangka bahwa kegiatan mingguan itu bisa jadi salah satu hal yang akan dirindukan di tahun-tahun berikutnya. Mungkin kita semua nggak ada yang pernah menyangka kalau akvititas menghambur-hamburkan uang ini bisa membuat kita jadi—yah—dekat. Nggak ada juga yang menyangka kalau ternyata kita nggak selamanya bisa mempertahankan kegiatan ini karena berbagai alasan pribadi.

Dan ketika masing-masing melihat kondisi mereka sendiri, ada banyak faktor yang akhirnya bikin silaturahmi karaoke ini jadi terhenti sejenak. Entah sudah berapa lama sekarang, tapi terhenti. Gue udah nggak sekantor lagi sama temen gue yang sekantor dulu dan gue merasa hubungan kita sudah semakin jauh dan jauh. Yang satu lagi dulunya selalu sama gue sekarang udah jarang banget bisa ditemui dan nggak tahu karena apa. Setahun terakhir salah satu dari kita lagi di Jepang. Yang lain lagi yang tadinya tinggal di Selatan sekarang pindah ke Timur.

Sigh…

I really miss the old days… can I go back to one of those days for a day?
“I need a time machine….”

Meskipun sekarang silaturahmi karaoke di lingkaran pertemanan ini belum berlanjut lagi, tapi karaoke selalu jadi hal yang bisa bikin gue bersemangat. Dan di lingkaran pertemanan yang berbeda, gue mencoba untuk mengamalkan silaturahmi karaoke ini bersama dua orang lainnya. Yang satu adalah mantan teman satu kos gue dulu di Depok, yang satu adalah teman baik dari mantan teman satu kos gue di Depok itu.

Grup ini belum jalan terlalu lama. Dan berawal dari iseng aja sebenarnya. Karena kita bertiga kerja di kawasan Kuningan dan masing-masing selalu punya rasa haus dan keinginan yang menggebu-gebu untuk menyanyi di ruang karaoke.

Meski dengan orang-orang yang berbeda, tapi esensi dari kegiatan ini tetap sama: menjalin silaturahmi.

Dan hey, kalau bingung mau ngapain sama orang baru yang sama-sama suka KPop, ajak aja ke ruang karaoke. Niscaya semua akan jadi lebih dekat dan akrab dari sebelumnya. Try it. It works. Trust me.

Follow Me/KaosKakiBau in everywhere!
Watch my #vlog on YouTube: KaosKakiBauTV (#vron #vlognyaron)
Twitter: ronzzykevin
Facebook: fb.com/kaoskakibau
Instagram: ronzstagram
LIVE SETIAP SENIN JAM 8 MALAM 'GLOOMY MONDAY!'
Instagram lain: kaoskakibaudotcom
Line@: @kaoskakibau (di search pake @ jangan lupa)

Photos on this article provide by Pexels.com

Cuma Pengen Sendiri

$
0
0

Nggak kerasa tahun ini gue udah resmi jadi anak kosan selama delapan tahun berturut-turut. Sejak 2009 gue pertama kali pindah dari Mataram ke Depok untuk kuliah di UI sampai 2017 ini gue jadi salah satu pegawai rumah produksi di Jakarta. Yang mana, sepertinya akan gue tinggalkan dalam waktu dekat, mohon doanya. Wah, selama delapan tahun ini gue udah hapal banget deh naik dan turunnya hidup sendiri tanpa keluarga. Jauh dari masakan Mama. Nggak pernah bisa ketemu tiap hari sama temen-temen SMP dan SMA (meanwhile mereka di grup LINE tengah merencanakan untuk kumpul-kumpul) (dan membicarakan pernikahan).

Selama delapan tahun ini gue belajar banyak hal banget tentang kesendirian. Masak sendiri, makan masakan sendiri. Tidur sendiri, beresin tempat tidur sendiri. Perbaiki keran kamar mandi yang rusak juga harus sendiri sampai masang kawat di ventilasi kamar mandi supaya nggak masuk tokek kayak kejadian di Depok tahun 2010 dulu. Karena nggak mau manja (ceileh) gue juga belajar nyuci seprai dan selimut sendiri. Dua hal ini kayaknya sih jangan dilakukan setiap minggu. Karena mijetnya sampai jari-jari gue mau patah. Selama delapan tahun terakhir gue banyak melakukan hal-hal yang nggak pengen gue lakukan sendiri, tapi gue nggak punya pilihan.

Sebagai anak rantau sebenarnya ada sih, opsi untuk tinggal bareng temen. Setidaknya jadi nggak merasa sendiri terus. Tapi gue tuh orangnya ribet sendiri dan terlalu labil. Apalagi pas baru lulus SMA dulu. Kalau diinget-inget rasanya pengen pecut diri sendiri pake rotan. Kelabilan gue itulah yang bikin gue belum siap untuk bisa berbagi apapun dengan Dia-Yang-Disebut-Teman-Sekamar. Lagipula, gue juga selalu menganggap diri gue sebagai alien. Orang aneh. Yang kesukaannya bisa jadi nggak sama dengan kebanyakan orang saat itu (bahkan saat ini). Ya rasanya belum siap aja berada di satu kamar dengan orang yang belum lama gue kenal. Berbagi bau keringat sampai kentut.

Waktu itu gue mikir gini, gue baru lulus SMA, pindah ke Depok sendiri dan menjalani hari-hari sebagai mahasiswa baru yang selama dua minggu pertama sudah muak dan stres dengar teriakan senior yang nggak ada faedahnya itu: “THINK FAST DONG DEK! KREATIF DONG DEK! BISA LEBIH CEPET GAK DEK LARINYA?!” najis. Gue kira UI nggak ada gini-ginian ternyata ada juga. Hal-hal kayak gitu, termasuk kehidupan mahasiswa baru yang terombang-ambing nggak jelas di kampus bikin gue males mikir macem-macem yang ujung-ujungnya bikin kepala gue sakit. Ya, gue emang gampang banget stres. Manajemen emosi gue waktu itu masih kacau banget. Makanya gue pikir wajar kalau waktu itu gue nggak mau dibebani dengan keharusan untuk berbagi bau kentut dengan manusia lain.

Seiring waktu berganti, gue jadi lebih dewasa dalam hal ini. Jadi lebih wise—ahelah—gitu. Malah gue jadi penasaran. Semacem bisul yang gatel tapi nggak boleh digaruk. Nggak tahu hubungannya apa. Lulus kuliah dan nggak lagi dibebani dengan hal-hal kampus, sudah punya penghasilan sendiri dan mulai bisa menabung membuat gue jadi less-stress than before. Gue pun penasaran gimana rasanya punya roommate ya? Apalagi sehabis nonton variety show flop Korea yang judulnya ‘Roommate’ itu, gue jadi makin pengen tahu rasanya.

“Seru kali ya? Bisa punya temen makan. Temen ngobrol sebelum tidur gitu?”

Katanya udah dewasa tapi pikirannya kayak anak SMP. 



Gue jadi inget dulu waktu SD, Mama pernah maksa mau masukin gue ke pesantren dan tinggal di asrama. Dulu gue sempat juga tuh membayangkan punya teman sekamar. Yang dipikirin yang seru-serunya aja. Tapi dulu gue nggak pernah kebayang rasanya jauh dari orang tua. Waktu itu gue juga belom terpapar ‘To The Beautiful You’/’Hana Kimi’ jadi nggak pernah kebayang gimana tinggal di asrama. Tapi setelah nonton, jadi makin penasaran ya? Seru kali ya? Ya… apalagi kalau ternyata teman sekamar lo adalah cewek cantik berambut pendek yang selama ini ngefans sama lo.

Setelah lama berandai-andai soal ini, entah memang sudah jalannya atau gimana, tapi rasa penasaran gue itupun terjawab. Di akhir 2016 kemaren, kesempatan untuk punya teman sekamar itu datang.

Lantas apakah pertanyaan gue di empat paragraf sebelumnya terjawab? Hihihihi…. Ternyata nggak gampang ya?

Golongan darah gue B dan gue baperan akut. AKUT. PARAH. Cepat tersinggung tapi juga cepat baiknya. Cepat marah tapi nggak lama-lama marahnya (terlebih sama orang-orang tertentu). Keras kepala luar biasa juga di saat yang sama. Dan sifat-sifat menyebalkan dalam diri gue ini akhirnya memicu banyaknya momen bisu antara gue dan teman sekamar gue, yang mana orangnya juga sama-sama B, sama sama baperan, sama sama keras kepala.

Mungkin banyak kejadian bahwa adanya kesamaan di antara dua orang justru akan mempermudah komunikasi di antara mereka. Tapi di kasus gue, kesamaan ini justru malah bikin komunikasi di antara kami jadi sulit. Sering banget muncul perasaan nggak enakan yang akhirnya bikin satu sama lain lebih milih “Yaudahlah diemin aja.” Gitu terus sampai kiamat kubra.

Mungkin kalian akan bertanya “Masa sih?” atau mengeluarkan statement “Nggak percaya ah!”. Tapi ini benar terjadi.

Tapi dari situ gue belajar. Bahwa ternyata butuh waktu berbulan-bulan bahkan lebih untuk bisa mengenal seseorang lebih dalam. Lo butuh waktu lebih banyak lagi untuk bisa merasa enak untuk membahas masalah-masalah yang lebih kompleks di bagian lain dari kehidupan orang tersebut. Ironisnya di kasus ini adalah, gue selalu gembar-gembor soal bagaimana gue kenal banyak orang dari media sosial dan bisa dekat dengan mereka dalam waktu dekat. Sementara yang satu ini, gue udah kenal nyaris empat tahun dan presentase ngobrol dan bisunya bisa 80%:20%.

Beberapa hari yang lalu, nggak lama berselang setelah kami melakukan gencatan senjata dan mengibarkan bendera putih, kami ada momen ngobrol sebentar sebelum sama-sama ngantuk. Malam itu kita berdua pulang dari kantor (kita sekantor dan seruangan) di waktu yang berbeda. Gue pulang lebih cepat karena dia lagi ada jadwal ngintilin artis keluar kantor. Sementara gue tetap dengan pekerjaan membosankan nungguin bapak CEO di kantor. Momen ngobrol jelang tidur ini jarang banget kejadian sebenarnya. Karena biasanya gue pulang malem dan dia pulang duluan. Dan ketika gue sampai kosan dia pasti udah tidur (dia tidurnya cepet banget! Awal banget! Kayak anak SMA yang besok mau ujian!).

Ada treatment yang berbeda kalau mau ngobrol banyak sama temen sekamar gue ini. Nggak bisa yang biasa-biasa aja, gelar kasur masing-masing, berbaring, terus “Eh gimana tadi bla bla bla…” nggak bisa kayak gitu. Kehidupan rumah tangga di kosan ini ternyata nggak sesimpel kehidupan sekamar Minho sama Sulli di ‘TTBY’.

Malam itu gue iseng nyobain iPhone-nya dia. Sok-sokan ngerekam vlog sambil tiduran. Gue gak pernah pake iPhone jadi it was quite an experience-lah (????). Dan di sesi ngobrol kepo itu gue tanya-tanya deh tentang banyak hal yang sebenarnya bisa aja gue tanya dengan biasa-biasa aja, tapi takut hasilnya nggak akan sesuai harapan. Salah satu yang sejak lama gue ingin tahu jawabannya adalah “Gimana rasanya tinggal sekamar sama makhluk batu macem gue?”

Dijawab? Ya. Dan jawabannya nggak terang-terangan kayak “Wah gila sih gue mau meninggal tinggal sama orang kayak lo.” Tapi tersirat makna yang mendalam yang bikin gue jadi berpikir juga. Berpikir untuk memperbaiki diri. HAHAHAHAHAHAHAHAHAH.

“Ya kan pasti lebih enak tinggal sendiri.”

Tangan gue gemeteran megang iPhone itu. Ceritanya gue lagi interview dia yang sedang ada di kasur sebelah sementara gue ada di kasur lainnya. Gue nggak pake kacamata malam itu jadi gue nggak terlalu perhatiin gimana mimik mukanya pas ngomong apakah serius atau becanda. Tapi dari nada bicaranya sih serius.

“Kalau tinggal sendiri kan lebih punya banyak momen untuk menyendiri. Ruang gerak lebih leluasa. Dan nggak ada diem-dieman.

Fix abis ini dia kayaknya bakalan pindah kosan.

Mojok sama handphone.

Berlinang air mata.

Gue merasa sangat berdosa banget. Anjir. Gue merasa gagal menjadi teman sekamar yang baik. “YA ALLAH… APAKAH HAMBA SEMENYEBALKAN ITU?! APAKAH HAMBA SETIDAKASYIK ITU?! YA ALLAH… APAKAH SALAH DAN DOSA HAMBA?! APAKAH HAMBA KEBANYAKAN NONTON FILM PORNO?!”

Ahem.

Pikiran gue langsung deh tuh terbang jauh, tenggelam bersama spekulasi-spekulasi yang mau gue konfirmasi lagi tapi nggak berani. WKWKWKWKW. Ya memang kalau dilihat secara kesukaan, kami tuh beda banget sekarang. Dulu dia suka KPop, sekarang dia udah nggak terlalu ngikutin. Sementara lo tahulah gue anaknya KPop banget dan dia sekarang lagi Billboard 100 dan Indonesia 100 banget. Dulu gue juga kayak gitu. Tapi dulu banget, pas jaman gue masih jadi penyiar radio. Kalau sekarang ya sedengernya aja. Tapi biasanya lagu yang dia suka pasti gue nggak suka sih. Nggak semua, tapi kebanyakan.

“Kalo gitu dia ngerti dong soal KPop? Masih bisa dong diajak ngobrol KPop!”

Itu juga kalimat yang muncul dari beberapa teman dekat di inner circle gue. Tapi sayangnya, dia bukan orang yang bisa gue ajak spazzing dengan bilang “EH EH, DENGERIN DEH LAGUNYA IU YANG BARU INI! OMG BAGUS BANGET! TAHU NGGAK KIM SOO HYUN BAKALAN JADI BINTANG MV-NYA?! OMG INI TUH REUNIAN BANGET MEREKA DI DRAMA PRODUCERS DULU ITULOH!”

Dia tahu Kim Soo Hyun aja gue nggak yakin. Dia nonton drama Korea aja nggak.

Yang gue lihat, dia sudah melewati fase-fase itu. Kecuali mungkin kalau gue ajak dia ngobrol tentang Chelsea Islan atau siapa deh penyanyi Indonesia yang sedang hits saat ini, mungkin dia akan nyambung. Walaupun jadinya gue hanya akan mengarang bebas karena gue cuma tahu Chelsea Islan dari satu film dan gue cuma nonton filmnya dia yang itu doang. Nggak bisa elaborasi secara leluasa seperti gue mengelaborasi ocehan tentang IU. Atau Irene. Atau KPop.

Kemudian ada momen hening sejenak setelah obrolan itu. Setelah gue yakin dia memasang earphone-nya dan tertidur. Momen hening yang membawa gue ke pikiran tentang kesendirian, seperti statement-nya tadi.

Gue sudah jelaskan kalau gue terlalu lama tinggal sendiri di kosan dan gue butuh suasana baru yaitu punya teman sekamar. Di sini gue merasa nggak suka atau nggak pernah mau tinggal sendiri. Pernah kan, lo merasakan situasi yang lo nggak pengen sendirian? Karena menjadi alien itu nggak enak banget.

Lo pasti pernah deh ngerasa sesek di dada ketika lo tahu temen main lo pergi ke seuatu tempat tapi nggak ngajak-ngajak lo, padahal hari itu lo sebenarnya bisa diajak-ajak. Gue kadang merasakan itu. Tapi belakangan sih udah yang ikhlasin aja. Nah tapi disaat yang sama, sebagai introvert, lo juga pasti pernah merasa nggak pengen kemana-mana, sama siapa-siapa, dan lebih memilih untuk sendiri aja. Menikmati kopi sendiri. Duduk di depan laptop sambil ngeblog sendiri. Nonton drama Korea sendiri. Ke bioskop untuk nonton film yang udah lama lo tunggu-tunggu karena suka sama salah satu pemainnya sementara temen-temen lo nggak ada yang tahu dia karena dia bukan pemeran utama. Atau hanya sekedar jalan ke lokasi favorit lo sendirian.

Setidaksuka itu lo ditinggal sendiri dan dibiarkan sendiri, setidaksuka itu lo dengan perasaan-perasaan sendirian dan kesepian, tapi kadang-kadang lo butuh sendiri.

Nggak apa-apa. Sah-sah aja.

Sialnya buat gue, keinginan untuk menikmati kesendirian itu kadang suka datang di waktu yang nggak pas. Sama sekali.

Gue adalah alien di kantor. Tapi jangan salah sangka dulu, gue anaknya suka bergaul. Gue anaknya rame. Silakan lihat Insta-Story gue kalo lagi di ruang karaoke dan lo akan tahu serame apa gue. Tapi kadang-kadang entah kenapa suasana di kantor bikin gue jadi suka nyari kenyamanan dengan berada di “ruang sendiri”. Di depan meja, di depan laptop, mendengarkan satu album ‘My Voice’-nya Taeyeon berulang-ulang sampai gue hapal abis lagu ini akan muter lagu apa. Zona nyaman gue ada di kubikel (padahal gak ada dindingnya juga sik) kantor itu. Dan itu yang bikin gue jadi alien.

Di tingkat yang sudah parah, gue jarang menerima ajakan makan siang. Biasanya gue memang sudah beli makanan sebelum masuk ke ruangan dan makan dulu sebelum mulai bekerja. Gue belakangan selalu brunch jadi bisa kerja dengan nyaman sampai sore. Walaupun itu berarti gue melewatkan waktu makan siang bareng sama anak-anak seruangan. Disamping itu gue juga sebenarnya agak males meninggalkan ruangan pas jam makan siang karena pak CEO tiba-tiba suka butuh sesuatu.

Walaupun positifnya gue bisa menikmati kesendirian to the fullest in that very short moment, tapi negatifnya banyak banget. Gue jadi nggak nyambung sama obrolan anak-anak, jarang nimbrung karena nggak tahu topik yang sedang dibahas apa. Apa yang sedang mereka tertawakan. Apa yang sedang mereka gosipkan. Dan gue pun tidak punya keberanian untuk nanya dan mencari tahu. Mode alien ini semakin parah.

I know. I know. Ini bukan sesuatu yang patut untuk dibanggakan. Because, hey, this is bad! So bad! Dan sindiran temen sekamar gue lewat WhatsApp ketika gue share sebuah berita yang judulnya “5 Alasan Terlalu Giat Bekerja Tidak Baik Untuk Kesehatan” ngena banget sih ke gue. Kata dia, “Ya aku sih masih ada waktu makan siang bareng anak-anak, nggak di depan laptop terus.” Shit. Dia selalu aja bisa bikin gue ngerasa sebagai orang yang gagal.

Gak deng. Lebay. Tapi dia memang bilang gitu ke gue dan gue merasa tersindir.

Karena ternyata gue tidak sedewasa itu untuk menyikapi hal-hal seperti ini: timing yang buruk untuk keinginan menyendiri.

Mereka nggak pernah komplain. Itu salah satu hal yang harus disyukuri. Tapi pergaulan kan jadi nggak sehat. Gap akan jadi semakin lebar dan lebar ketika gue semakin tidak pernah membaur kayak gitu. Dan gue nggak akan bisa menyalahkan siapa-siapa selain diri gue sendiri kalau mereka akhirnya give up dan berhenti ngajak makan siang. No need to complain. Itu kan sudah hukum sebab-akibat.

Lebih parah dari itu, keinginan untuk menyendiri pernah datang lagi di timing yang benar-benar sangat tidak tepat. Dan waktu itu gue bener-bener messed up banget. Pernah nggak sih lo merasa sangat jenuh dengan semua hal yang ada di sekitar lo? Semua hal terasa salah? Begini salah, begitu salah? Bahkan mungkin merasa bahwa keberadaan lo di suatu tempat juga sebenarnya adalah sebuah kesalahan, sementara lo sedang berusaha untuk meyakinkan diri lo kalau “no this is not the end of the world, just another bad day” tapi parahnya itu nggak berhasil?

Semacem kondisi di mana lo pengen banget mukul meja keras-keras tapi tangan lo nggak terlalu kuat untuk melakukan itu. Pengen teriak kenceng-kenceng di ruangan tertutup supaya nggak kedengeran sama orang-orang tapi lo nggak menemukan ruangan itu. Pengen ngejambak rambut sendiri tapi inget baru abis creambath di salon kemaren dan sayang kalo rambutnya kusut cuma gegara bad mood.

Dan semua itu bikin lo memutuskan untuk menjauh dari society selama beberapa saat supaya lo bisa merasa lebih tenang.

Gue pernah. Dan itu adalah salah satu keputusan yang sempat gue sesali waktu itu (karena akhirnya merepotkan orang lain dan gue sangat nggak suka merepotkan orang lain). Gue literally kabur karena banyak banget masalah yang sedang datang bertubi-tubi waktu itu. Gue pergi menikmati ruang sendiri. Menjadi egois untuk beberapa hari. Dan selama beberapa hari kabur itu gue banyak berpikir dan menemukan jawaban dari beberapa pertanyaan gue selama ini. Syukur alhamdulillah. Setidaknya kaburnya punya faedah. Waktu itu gue mampir ke ITB untuk meliput sebuah event fashion Indonesia-Korea untuk para desainer muda Indonesia. Bertemu dengan banyak sekali orang yang melakukan sesuatu dengan passion dan semangat yang bener-bener membara.

Para desainer-desainer muda ini punya mimpi yang besar. Kreativitas yang nggak kalah dari mereka yang sudah profesional. Punya keinginan untuk menjadi besar dan sukses. Melihat mereka menjelaskan produk mereka dengan menggebu-gebu dan menggambarkan apa yang ingin mereka capai di bidang itu membuat pikiran gue jadi teringat pada satu kalimat yang selalu gue katakan ke orang-orang setiap kali mereka mengajukan pertanyaan soal kuliah atau pekerjaan: “Lakukan apa yang lo suka, apa yang menjadi passion lo, apa yang membuat lo bahagia. Kalau apa yang sekarang lo lakukan sekarang cuma bisa bikin lo mengeluh, sudah waktunya untuk pindah.”

Ternyata apa yang teman sekamar gue bilang punya makna mendalam.

“Kalau tinggal sendiri kan lebih punya banyak momen untuk menyendiri.”

Tiga kata terakhir di kalimat ini ternyata punya banyak arti.

Menyendiri bisa bikin kita kita mengintrospeksi diri. Menyendiri bikin kita banyak berpikir dan tahu apa yang salah dan mana yang seharusnya kita nggak lakukan lagi. Serta apa yang benar dan mana yang sebaiknya dipertahankan. Dalam kasus gue, menyendiri bisa bikin gue sadar bahwa ternyata gue jauh lebih baik dari segala drama yang terjadi belakangan ini. Menyendiri bisa mendatangkan banyak ide. Termasuk menyelesaikan tulisan ini. Menyendiri bikin gue sadar bahwa menulis adalah passion gue, dan gue nggak akan lagi mengorbankan passion itu untuk hal lain yang nggak ada kaitannya dengan kesukaan gue ini.

Nggak ada salahnya sesekali menghabiskan waktu sendiri. Menyendiri. Dan menolak ajakan-ajakan orang karena alasan cuma pengen sendiri.

You deserve the best. People will judge, but who cares? You deserve to be happy.

Dan kalau kebahagiaan itu bisa datang dengan menyendiri, kenapa tidak dilakukan? Tapi ya jangan setiap hari juga sih. Cari waktu yang tepat aja. Jangan kayak gue. Hihihi…


Follow Me/KaosKakiBau in everywhere!
Watch my #vlog on YouTube: KaosKakiBauTV (#vron #vlognyaron)
Twitter: ronzzykevin
Facebook: fb.com/kaoskakibau
Instagram: ronzstagram
LIVE SETIAP SENIN JAM 8 MALAM 'GLOOMY MONDAY!'
Instagram lain: kaoskakibaudotcom
Line@: @kaoskakibau (di search pake @ jangan lupa)

Photos on this article all from my Instagram. Do not use without permission. WK.

Dimarahin Mbak-mbak di SMTOWN STUDIO [Part 2]

$
0
0
Belakangan ini gue punya kebiasaan yang gue rasa baik untuk orang-orang yang ingatannya cuma sebesar sendok teh macam gue. Gue adalah manusia paling pelupa yang mungkin pernah Allah SWT ciptakan di keluarga. Bukan karena gue ignorant, tapi mungkin lebih karena gue kepedean. Gue selalu malas mencatat dan mengandalkan ingatan gue dalam banyak hal. Terlebih untuk hal-hal yang berkaitan dengan “menceritakan kembali” gue biasanya malas untuk nyatet. Tapi malas ini berujung pahit. Apalagi kalau udah lupa.

Beberapa bulan terakhir ini gue selalu mengawali hari dengan bertanya ke sekretaris CEO perusahaan tempat gue kerja. “Bu, jadwal bapak hari ini apa?” dan ibu sekretaris akan dengan senang hati mengirimkan gue screencaps dari Google Calendar yang berisi jadwal dari bapak CEO hari itu. Lo mungkin akan bertanya sebenarnya pekerjaan gue apa sih? Tapi jawaban dari pertanyaan itupun gue sendiri nggak tahu apa.

Back to the topic, untuk ukuran CEO mungkin jadwal yang teratur dan terstruktur seperti itu sangat penting. Karena itu yang akan bikin meeting yang satu dan meeting yang lain nggak berbenturan. Melihat rekam jejak sang CEO di industri entertainment Indonesia yang sangat luar biasa, gue rasa kedisiplinan dia inilah yang bikin dia jadi sukses. So why not try it?

Akhirnya ya, gue mencoba untuk melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan oleh ibu sekretaris dan pak CEO: bikin to do list setiap hari.


Ya. Oke. Mungkin beberapa dari kalian akan “YAH RON LO KEMANA AJA SELAMA INI?!” nggak apa-apa. Karena gue pun bereaksi seperti itu pas awal gue mulai rajin melakukan ini. Kemana aja gue selama ini? Sekarang hampir semua smartphone punya to do list. Punya kalender yang terintegrasi dengan email. Pokoknya gimana caranya supaya kegiatan selama sehari itu ada catatannya dan bisa dijalankan sesuai jadwal.

Dan demi memperbaiki kebiasaan buruk gue yang suka lupa ini, gue jadi membiasakan diri untuk mencatat apa yang harus gue lakukan selama hari itu.

Setiap kali sampai kantor dan duduk di kursi kerja, gue langsung ngambil sticky notes dan nulis kegiatan gue hari itu. Mulai dari yang penting-penting kayak: “KELARIN WEEKLY REPORT BIAR NGGAK KAYAK TAI!” sama “JANGAN LUPA UPLOAD SOC-MED!” sampai yang agak penting kayak “Bales email dari Xxx” atau “Jangan lupa SMS Mama”. Bahkan yang nggak ada kaitannya sama kerjaan sekalipun kayak “Upload foto semalem ke Instagram” atau “Nonton Laura in the Kitchen”. Semua gue jadwalin satu-satu. And in the end of the day gue akan sangat bahagia kalau semua list itu sudah tercoret.


Lebih jauh lagi pak CEO menginspirasi gue untuk bikin jadwal mingguan. Belakangan alhamdulillah gue dapet banyak job campaign di Twitter dan Instagram yang mengharuskan gue untuk posting beberapa konten. Dan biasanya jadwalnya sudah ditetapkan oleh yang ngasih job. Jadi gue nggak boleh lupa atau kelewatan karena tentu saja berkaitan dengan image gue di mata mereka. Halah. Walaupun sempat sih beberapa kali kelewatan untungnya diampuni. Akhirnya gue pun bikin jadwal panjang di kalender Jeno (nama handphone gue) kapan harus post apa dan jam berapa. Lengkap dengan alarm yang akan bunyi 10 menit sebelum kewajiban itu datang.

Kebiasaan ini kemudian mengingatkan gue pada satu utang yang sejak tahun lalu belum gue selesaikan: Finally Seoul.

OMG. GUE BENER-BENER LUPA!

Dulu gue selalu beralasan kalau misalnya pekerjaan gue sebagai jurnalis yang bikin gue jadi jarang ngeblog karena ujung-ujungnya nulis lagi nulis lagi. Jadi inget setiap malam ketika teaser 'EXODUS' keluar gue harus mengarang cerita panjang lebar tentang teori-teori aneh itu setelah menyelesaikan 10 berita setiap harinya. Dan kepala gue rasanya mau pecah. Karena nulis lagi nulis lagi. Gue butuh hiburan di luar kegiatan itu.

Dan ketika sekarang gue sudah nggak jadi jurnalis dan pekerjaan utama gue bukan menulis, gue masih saja menyalahkan pekerjaan gue yang sangat menyita waktu. WAKWAKWKAKWA ya tapi kan emang tanggung jawab utama ya pekerjaan. Blogging kan emang sampingan. Kecuali gue resign dan mutusin buat jadi freelance sih beda cerita. Tapi yang jelas memang belakangan ini ritme kerja yang masih amburadul yang bikin gue jarang ngeblog.

And I’m on my way to fix that.

Sebenarnya gue nggak yang lupa banget soal ‘Finally, Seoul!’ ini. Sebenarnya setiap hari pikiran tentang ini menghantui gue. Tapi ya itu tadi, ketika gue mau memulai tulisannya gue bingung harus mulai dari mana dan bingung apakah ini cerita sudah basi atau gimana. Itu sebenarnya adalah alasan-alasan yang dibikin oleh kepala gue sendiri supaya gue nggak nulis sih. Makanya ini sekarang gue berusaha melawan alasan-alasan itu.

Suatu malam gue janjian sama Bernika untuk ketemuan di Plaza Semanggi. Gue malam itu ngajak Sean juga. Bernika bilang ada beberapa followers Twitter gue yang pengen ketemu tapi mereka malu ngomong langsung sama gue. Akhirnya dia ngomong ke Bernika aja. Muka gue emang semenyeramkan itu tapi gue ini orangnya ramah banget kok. Asli deh. Hahaha. Dan malam itu salah satu dari teman-teman yang datang dari Sumatera itu nanya ke gue: “Kok lo bisa sih inget semua detail apa yang terjadi dalam perjalanan lo padahal itu sudah lama banget?”

Hmm… Gue ke Seoul 2015 dan sekarang 2017. Udah memasuki tahun kedua. Dan jujur aja, setiap hari yang gue lalui di Seoul saat itu terlalu indah untuk dilupakan. Gue masih hapal bau udaranya. Campuran antara aroma makanan-makanan pinggir jalan dan parfum dari cewek-cewek berjaket tebal. Gue masih hapal suasananya. Angin dingin yang menusuk wajah, yang bikin bibir gue kering. Gue masih inget wangi daun-daun di akhir musim gugur dan dinginnya salju itu. Gue masih inget aroma hujan di Insadong dan Gwanghwamun. MANA BISA GUE LUPA?!

Dan jawaban gue untuk pertanyaan itu adalah, “Mungkin itu kali ya, bakat gue. Gue nggak jago matematika, gue nggak jago gambar, gue nggak jago nyanyi ataupun olahraga. Tapi gue percaya diri kalau gue pencerita yang cukup baik.”

Jadi, ini adalah kelanjutan dari kisah perjalanan pertama gue ke Seoul di tahun 2015. Posting-an ini adalah bagian ke 14 dari ‘Finally, Seoul!’. Supaya nyambung sama ceritanya, silakan baca dulu part sebelumnya di bawah ini (klik aja di judulnya):

1. Deg-degan Masuk SMTOWN COEX Artium [Part 1]
2. Rabu yang Basah di Gwanghwamun

3. Indomie tengah Malam di Seoul
4. Susahnya Nyari Taksi di Seoul!
5. Bonjour, Petite France!
6. Jadi Tukang Foto Orang Pacaran di Nami
7. Ngeliat Song Seung Hun Syuting 'Saimdang - The Herstory' di Ohjukheon
8. OMG! Saya Ikutan Press Conference Drama Korea!
9. Pertemuan Pertama yang Awkward dengan Salju (ALAY BANGET ASTAGA!)
10. Ngegaul Sendiri di Dongdaemun Design Plaza
11. MBC World, Tempat Seru Buat Ngalay!
12. Jangan ke Myeongdong Kalau Nggak Punya (Cukup) Uang
13. Dream Come True: Finally, Seoul!

Seoul, masih di hari Rabu (2 Desember 2015)

Gue masih nggak percaya kalau gue akhirnya bisa ada di sini. Di SMTOWN COEX. Gue banyak dengar tempat ini dari temen-temen yang sudah pernah ke Korea. Meanwhile sebagai fans KPop lama, gue terbilang masih newbie soal Seoul dan segala hal tentang kota ini. Memang kesannya sangat ketinggalan banget. Tapi kan setiap orang punya timeline-nya masing-masing. Apa yang si A bisa lakukan dalam dua tahun pertama kehidupannya sebagai fans KPop kan nggak bisa dilakukan oleh B karena B punya banyak hal lain yang lebih penting untuk dijadikan prioritas. Di timeline A mungkin ada tulisan “Ke Korea sebelum Siwon Super Junior wamil.” Sementara di timeline B mungkin yang ada “Bayar utang ke X”, “Beli perabotan dapur”, “Nabung buat bayar DP Rumah”. Meanwhile di timeline gue: “Ke Korea kapan aja yang penting gratis. Seoul will always be there so don’t worry and no need to hurry”.

Setelah membayar CD ‘THE RED’-nya RV dan sticker ‘School of Oz’-nya Suho. Serta puas cuci mata dengan wajah-wajah familiar yang selama ini gue lihat di internet (walaupun di situ juga sih yang dilihat cuma standee sama poster aja), seluruh sudut di SUM Store sudah terjamah. Bye bye CD-CD KPop yang pengen gue beli tapi nggak jadi karena gue nggak mau ngabisin banyak uang sementara gue masih ada skejul jalan-jalan besok. Gue pun menyudahi kunjungan itu dan beranjak ke lantai selanjutnya.
PS: kalau memang ke sini untuk belanja, maka siapkan uang sebanyak-banyaknya. Apalagi kalau lo tipikal orang yang laper mata. Gue sebenarnya juga laper mata, tapi gue bisa menjaga rasa lapar itu dengan maksimal. Kalau nggak mungkin gue bisa bawa pulang semua album SHINee hari itu. Tapi karena gue juga nggak terlalu punya bawa uang dan tahu diri akan miskin setelah sampai di Jakarta nanti, gue pun berusaha untuk kalem aja.

Eskalator mengantarkan gue dari lantai 2F ke 3F. Di ujung atas eskalator naik, gue langsung disambut oleh tulisan “SMTOWN STUDIO”. Kalau lo baru nih ada di dunia KPop dan baru nih ngefans sama SMTOWN, lo mungkin akan langsung berharap macam-macam melihat tulisan ini. Apalagi kalau lo nggak pernah tahu banyak tentang SMTOWN COEX Artium sebelumnya. Gue jadi inget gimana dulu, waktu gue masih jadi fans KPop alay (ya sampai sekarang sih tapi kalo dulu alay-nya 99% sekarang mungkin sudah 25% saja) (*nyanyi* I’m twenty five~ I got this~) gue selalu berekspektasi berlebihan terhadap sebuah foto atau tulisan terkait apapun dengan KPop.

Ekspresi gue waktu itu pas ngeliat tulisan“SMTOWN STUDIO” sih yang “Oalah… keren jugak ini manajemen ya. Tahu aja gimana cara bikin uang.” Sementara ekspresi gue di tahun 2009 mungkin bisa “OMG DI SANA BAKALAN ADA SIAPA YA?! ADA EXO NGGAK YA?! EH EXO KAN 2009 BELOM DEBUT. TAEYEON DEH TAEYEON.” Yang mana itu hanya khayalan babu semata. Kecuali lo emang beruntung banget dan disayang Allah.

Buat lo yang bertanya-tanya apa itu SMTOWN STUDIO, jawabannya simpel aja.

Ya, ini studio recording dan photoshoot dan segala yang dilakukan artis SM sebelum rilis album.

Nggak, ini bukan tempat yang regularly dikunjungi oleh para artis SM kalau mereka mau syuting MV atau rekaman.

SMTOWN STUDIO mungkin pernah sekali atau dua kali jadi lokasi syuting MV artis SM. Tapi sejatinya tempat ini adalah “replika” dari berbagai macam studio yang pernah muncul di MV artis SM. Yang mana dengan membayar sejumlah uang, lo bisa merasakan sensasi jadi artis SM Entertainment dalam sehari. Seperti yang terlihat di tulisan di dinding ujung eskalator itu, lo bisa melakukan semuanya.

Di dalam SMTOWN STUDIO lo akan disulap untuk jadi “artis SM”. Lo bisa didandani seperti EXO atau RV misalnya. Seperti waktu itu pas gue ke sana ada satu anak yang sedang duduk di depan cermin dan sedang didandani seperti Red Velvet di ‘Dumb Dumb’ dengan rambut kepang kaku di kiri dan kanan dan muka berbintik-bintik itu. Tapi kalau lo misalnya cowok ya lo bisa mintak didandani kayak EXO. Kalau mintak didandani kayak SNSD gue nggak tahu deh apakah mbak-mbaknya mau mengabulkan permintaan lo atau nggak. 


Lo juga bisa membayar sejumlah uang untuk bisa merasakan latihan di studio dance ala SM Entertainment. Di dalam SMTOWN STUDIO ini juga ada replika ruang latihan punya SM (mungkin dengan backdrop awan-awan itu gue nggak tahu ya). Lo akan diajari menari bersama beberapa orang lainnya (ada paketan grup gitu) oleh koreografer/dance master dari SM. Mungkin mereka-mereka ini pernah mengajari EXO/SNSD dance juga dulunya. Tapi kalau lo mau nge-dance terus kepo mungkin mereka menolak untuk memberi tahu.

Dance workshop ini adalah salah satu yang gue pengen ikuti sih kalau misalnya gue ada uang. Tapi kalau dipikir-pikir mending uangnya dipake jalan-jalan ke Busan atau Jeju sebenarnya. Karena gue nggak mau terlalu terkuras dan dikuras oleh SM Entertainment. Cukuplah hati ini mereka hancurkan dengan membuat EXO kehilangan member satu per satu. Jangan lagi kau hancurkan hidupku dengan membuatku miskin hanya demi dance class semata.

Walaupun itu pengalaman sekali seumur hidup sih… tapi kan…

Yaudah masukin ke timeline dulu:“MASUK SMTOWN STUDIO KALAU GRATIS DAN NYOBA SEMUA FASILITAS. SECARA GRATIS.”

Setelah didandani dan diajari dance, lo juga bisa melakukan rekaman di studio profesional di dalam SMTOWN STUDIO. Lo mungkin pernah lihat video promosinya di YouTube SM. Ada paketan yang ditawarkan sehingga lo bisa nyanyi dan direkam dalam format CD. CD-nya ini pun bisa lo customize dengan beberapa template yang ada. Misalnya lo mau CD-nya bergaya EXO ‘Growl’ atau SNSD ‘I Got A Boy’ mungkin juga bisa. Ini juga salah satu souvenir yang bisa lo bawa pulang dan lo pajang di kamar lo selamanya. Dan setiap hari lo akan memandangi benda itu dan ingat berapa banyak uang yang sudah lo keluarkan untuk benda itu.



Gue nggak bisa menjelaskan secara detail soal isi studionya karena gue pun nggak masuk ke studionya. Tapi ya kurang lebih sama lah dengan studio rekaman yang ada di MD Music ya. Peralatan profesional yang standar recording internasional. Pantas harganya mahal.

Di SMTOWN STUDIO lo juga bisa dibuatkan Music Video. Jadi kan tadi lo udah dance dan rekaman, udah di dandanin dan di make up juga, sekarang saatnya untuk syuting MV. Itulah gunanya studio ini kan. Lo bisa meniru MV-MV yang pernah dibuat SM dan lo yang jadi bintangnya. Selama lo percaya diri dan bisa mengimitasi gerakan-gerakan EXO atau SNSD dan direkam dengan kamera profesional sih, nggak masalah. Kalau gue yang melakukan itu mungkin ujung-ujungnya gue akan menirukan gaya jerapah melahirkan semata.

Dandan, make up, rekaman vokal, dance, MV sudah. Yang terakhir lo juga bisa melakukan sesi foto secara profesional di sini. Dan nggak cuma sesi foto, tapi fisik album fotonya yang mirip banget sama album KPop benerannya juga lo akan dapatkan. Dan ini ada harganya tersendiri.

For the sake of this article, gue bela-belain ngumpet motret-motret katalog yang ada di ruang tunggu SMTOWN STUDIO. Padahal itu nggak boleh. Sempat ketahuan waktu itu gue sedang foto dan dimarahi terus disuruh untuk hapus fotonya. Tapi gue hapus cuma satu foto. Yang lain gue simpen. Ya bodo amat. Pembaca gue butuh sesuatu yang real dan bukan khayalan. Jadi ya sudah. Abis dimarahin gue keluar aja daripada makin panjang urusan kan. WKWKWKWK.


Jadi yang gue foto waktu itu adalah contoh-contoh album KPop/album foto yang bisa customer pesan ketika masuk ke SMTOWN STUDIO. Dan yang ada di atas meja waktu itu adalah contoh albumnya EXO yang ‘Growl’, TaeTiSeo yang ‘Holler’ sama Amber yang ‘Shake That Brass’. Ada beberapa album lain yang tergeletak di meja tapi nggak sempat gue bongkar-bongkar karena jiwa EXO-L gue langsung membara pas liat ‘Growl’.

Ya lo bisa tebaklah siapa yang jadi model dari semuanya ini: SMROOKIES.

Gue bisa mengenali Koeun sama Lami di beberapa foto. Tapi nggak bisa mengingat nama yang lainnya di foto berikutnya. Tapi pas gue buka ‘Growl’ gue langsung mengenali Hansol dan beberapa anak SMROOKIES lain yang meng-cosplay EXO.

Album ini bener-bener dibuat sama seperti album ‘Growl’. Udah ada template-nya yang tinggal digonta-ganti sesuai request lo (kayaknya). Style album-nya, font-nya, tone warnanya, lirik lagunya, bahkan sampai baju-bajunya pun. Ya jelaslah kalo yang terakhir sih. Namanya juga cosplay.

Gue bisa membayangkan akan jadi sebagus dan se-worth it apa benda ini setelah lo bayar. Tapi yang nggak bisa gue bayangkan adalah melihat muka gue di situ. Berkumis dan berjenggot. Kemudian bergaya seperti idola KPop. Ya sejak kapan idola KPop jenggotan. Tapi serius deh, kalau nanti gue sudah kaya raya atau kalau nanti SM butuh buzzer untuk Indonesia dan ngundang gue ke sana, gue akan coba ini dan punya satu album kayak ‘EXODUS’ atau ‘Sing For You’. Kalau itu ada di dalam katalog.


Mengingat kita udah dimarahin karena moto-moto tadi, gue sama Anis memutuskan untuk keluar saja. Ya karena nggak ada juga yang bisa dilakukan di sana. Karena di SMTOWN STUDIO itu, kecuali lo bayar, lo cuma bisa duduk di ruang tamunya dan liat-liat katalog.

Sebelum kita lanjut ke lantai 4F yaitu SMTOWN LIVErary, lorong dari eskalator menuju ke ruang tamu SMTOWN STUDIO itu sangat-sangat-sangat-sangat menarik perhatian gue. Kalau di bawah tadi ada banyak banner gede artis-artis SM yang menutupi dinding, di lantai ini konsepnya beda. Puluhan foto-foto behind the scene MV dan konser dibingkai satu per satu dan dipanjang tertata rapi di dinding. Beberapa dari foto-foto itu ada tanda tangan pemiliknya. Dan tebak, siapa artis SM yang paling alay karena tanda tangannya paling banyak?

CHOI SIWON.

Hufft. Untung bias.



Kalau surga itu ada tujuh lapis, ini pasti salah satu lapisannya. Karena cuma ngeliat foto-foto Irene, Yoona, Taeyeon, Go Ara, Baekhyun dan Suho di dinding aja bisa bikin lo bahagia. Gimana kalau masuk surga beneran ya? Yang bikin konsep frame dan foto-foto di lantai ini jadi ciamik adalah karena mostly foto-fotonya dicetak hitam-putih dan dibingkai dengan frame putih. Jadi kesannya clean dan rapi gitu. Kalau lo ngebiasin Tao, jangan khawatir, karena ada fotonya di sana. Sekarang nggak tahu deh masih atau nggak.


Gue pun mempermalukan diri gue dan membuat Anis tidak nyaman dengan memintanya memotret gue sedang monyong sambil nyelipin pulpen di antara hidung dan mulut. Karena ingin meniru pose Suho yang salah satu fotonya dari ‘Wolf’ ada di dinding itu.


Iya gue tahu ini nggak mirip. Makasih udah diingetin. Doakan aja gue nggak akan mengulangi hal yang sama next time gue ke sana.

Nggak cuma itu gengs yang bikin lantai ini jadi menarik juga. SM membuat sebuah etalase superbesar di sisi lain dinding lantai itu dan mengisinya dengan piala-piala yang didapatkan para artis dari acara musik dan penghargaan tahunan. Termasuk GDA juga ada di sana. Nggak cuma artis-artis yang sekarang lo kenal, tapi artis-artis lama pun ada pialanya. H.O.T sama S.E.S masih dipajang di sana.

Ada perasaan aneh seperti kupu-kupu berterbangan di perut ketika melihat piala-piala kemenangan EXO ada di situ. Langsung inget sama si leader yang nangis waktu menang piala pertama. Inget mukanya kok gue mules karena pengen ngakak. Ya gimana…. Abis…. Dia nangis tapi mukanya kayak nangisnya dibuat-buat gitu…. Aneh banget…. Untung bias….

Hufft.



Dalam beberapa menit saja lo bisa napak tilas kemenangan idola-idola lo dalam satu rak etalase. Tentu saja lo nggak bisa pegang pialanya. Tapi lo bisa merasakan kebanggaan mereka waktu memegang piala itu, at least. Dan lo bisa sangat dekat dengan piala yang mereka banggakan, dan mereka pegang erat-erat di setiap akhir acara musik.

Next aku ke sana mungkin aku bisa melihat piala adik-adik NCT Dream ya. Aku akan kembali untuk kalian, adik-adik!

Follow Me/KaosKakiBau in everywhere!
Watch my #vlog on YouTube: KaosKakiBauTV (#vron #vlognyaron)
Twitter: ronzzykevin
Facebook: fb.com/kaoskakibau
Instagram: ronzstagram
LIVE SETIAP SENIN JAM 8 MALAM 'GLOOMY MONDAY!'
Instagram lain: kaoskakibaudotcom
Line@: @kaoskakibau (di search pake @ jangan lupa)

Photos on this article all from my personal library. Do not use without permission. WK.

"Sepucuk" Surat

$
0
0
Hai Ron.

Selamat ulang tahun.

Sudah berapa usiamu saat ini? 26 tahun? Wah sudah cukup tua untuk berumah tangga ya. Tapi apakah kamu pernah terpikir untuk segera berumah tangga? Setahuku sih belum. Karena yang ada di pikiranmu saat ini sama sekali bukan topik tentang itu. Dan aku juga nggak yakin kalau ada topik tentang itu terselip di sederet keinginan-keinginan yang ingin kamu lakukan dalam beberapa tahun ke depan. Tapi nggak masalah kok, Ron. Itu pilihanmu. Jangan dengarkan kata orang-orang yang terlalu banyak bertanya soal kapan kamu akan menikah. Suruh mereka mengurusi hidup mereka sendiri saja daripada mengurusi orang lain. Toh kalau kamu segera menikah mereka juga nggak akan repot-repot ngurusin katering atau keinginanmu untuk membuat resepsi berkonsep “KPop Fantasy” kok. Kamu juga yang akan repot sendiri bukan mereka. Sebaiknya fokus ke hal-hal lain yang membuatmu bahagia saja. Oh ya, itu lebih penting. Dan ya, kamu butuh bahagia.

Aku tahu beberapa tahun terakhir hidupmu penuh dengan drama. Well, sebenarnya sejak kau masih duduk di bangku SD pun hidupmu sudah penuh dengan drama. Dijauhi teman-teman karena kamu aneh. Alien. Dan kamu tidak tahu harus bagaimana menghadapi mereka. Tidak sampai sana, di SMP dan SMA pun juga demikian. Dan yah… sesekali juga mendapat lirikan judgemental dari teman kuliah. Tapi aku bangga sama kamu, Ron. Karena semua itu membuatmu jauh lebih kuat. Lebih cuek. Lebih bodo amat sama pendapat orang lain. Aku suka prinsipmu beberapa tahun terakhir ini: kalau orang lain tidak mau menerimaku apa adanya, kenapa aku harus memaksa mereka? Itu urusan mereka. Aku akan tetap jadi diriku sendiri.

Semoga memasuki usiamu yang ke-26 ini kamu masih tetap dengan prinsip itu.


Aku juga tahu ada banyak sekali pilihan-pilihan yang salah yang kamu ambil dalam hidupmu. Dan kita sama-sama tahu apa yang terakhir. Tapi aku berharap itu semua membuatmu semakin kuat. Semakin tahu bahwa hidup memang tidak mudah. Tidak pernah mudah. Semua keputusan-keputusan salah yang kamu ambil itu bukanlah sesuatu yang sekedar lewat. Tapi percaya deh, Ron, semua itu pasti akan ada hikmahnya. Mungkin tidak sekarang. Mungkin nanti. Mungkin tidak langsung kamu lihat, tapi bertahap. Mungkin tidak langsung kamu temukan, tapi siapa tahu ada orang lain yang menunjukkan. Jadi jangan pernah menyerah dan putus asa. Jangan pernah merasa bahwa dunia berakhir hanya karena kamu salah mengambil jalan. Semua itu adalah pelajaran yang akan membuatmu jadi semakin dewasa dan wise tentu saja.

Apa kabar perasaan-perasaanmu, Ron? Masih suka menulis di buku harian? Puisi-puisi bodoh yang belakangan ini tentang orang yang sama itu? Masih suka kamu tuliskan dalam cerita-cerita singkat satu paragraf? Kuharap kamu masih melakukannya. Karena aku suka membaca tulisan itu. Tidak hanya aku, kurasa, tapi orang-orang juga suka membaca tulisan itu. Kadang-kadang kalau aku sedang iseng, aku membongkar akun Facebook-mu dan membaca potongan-potongan cerita Airin. Beberapa kisahnya membuatku tersenyum. Semua itu jadi terasa penting karena kamu yang menulisnya. Dan aku yakin kamu menulisnya dengan sepenuh hati, kan? Atau jangan-jangan itu memang terinspirasi dari pengalaman pribadimu? Semoga saja tidak ya. Karena kok drama banget. Eh tapi aku masih tetap amazed dengan kemampuan menulismu. Kadang-kadang di luar ekspektasiku. Apalagi quote-quote ‘by nugu’ yang kamu tulis di Tumblr. Aku suka membacanya. Beberapa terasa sangat pas dengan mood-ku belakangan ini.

Bagaimana kehidupan profesionalmu? Baik-baik saja? Kudengar kamu belakangan ini banyak mengeluh. Sering dimarahi bos. Rasanya seperti bukan dirimu. Yah, aku tahu sih, dulu kamu memang selalu mengeluh. Banyak sekali. Aku sampai jenuh mendengarnya karena kebanyakan hal-hal yang tidak penting. Tapi mengeluh soal pekerjaan itu terdengar seperti masalah yang serius. Apakah kamu baik-baik saja? Kamu harus baik-baik karena kalau kamu tidak dalam kondisi baik-baik kamu akan makin kacau. Ketika kamu sedang kacau kamu selalu mengambil keputusan yang salah. Jadi tetap di jalan yang benar. Tetap tenang dan yakin bahwa semuanya akan baik-baik saja. Oke? Aku tidak mau mendengarkan keluhan itu lagi. Masalah hati saja sudah cukup, jangan memperkeruh mood karena masalah kerjaan.

Dan karena aku terlanjur menyebutnya, bagaimana kabar hatimu? Masih merasakan hal yang sama dengan tiga tahun yang lalu? Ahahaha… dasar bodoh.


Sudah waktunya melupakan dia, Ron. Buat apa sih masih memikirkan dia? Kamu kan sering bilang di monologmu setiap pergi berbelanja atau ketika sedang mencuci piring: jangan repot-repot memikirkan orang lain terlebih kalau dia tidak memikirkanmu. Kamu juga yang pernah bilang untuk tidak usah lagi menaruh hati pada dia yang tidak menaruh hatinya padamu. Kurasa di usia ini kau sudah waktunya untuk mengosongkan hatimu, deh. Benar-benar mengosongkannya. Putih. Bersih. Tidak ada lagi bayang-bayang orang itu. Tidak ada lagi hal-hal yang akan membuatmu menggerutu sendiri sebelum tidur. Sebaiknya hapus saja semuanya. Pasti akan lebih baik. Dan sebelum kamu membuka hatimu untuk yang lain, pastikan semuanya putih bersih ya!

Lalu apakah kamu masih suka bicara sendiri? Astaga… kamu tidak pernah berubah! Apakah kamu se-kesepian itu sampai-sampai kebiasaan bicara sendiri ini masih saja kau pelihara sampai usia 26? Aku ingat dulu waktu SD kamu suka bicara pada poster Harry Potter di kamarmu. Wah… otakmu sudah kacau dari lama rupanya ya? Kamu sudah gila. Benar-benar gila. Kudengar mereka yang suka bicara sendiri itu tergolong jenius dan cepat menyelesaikan masalah. Hanya saja… melihat dirimu saat ini… ah… aku tidak yakin kamu masuk golongan jenius. Dan aku juga tidak yakin kamu tipe orang yang cepat menyelesaikan masalah. Kalau seperti itu seharusnya masalah hatimu itu sudah kelar dari dulu-dulu.

Oh! Kudengar sekarang kamu jadi doyan minum kopi di J.Co dan Starbucks ya? Wah gila… Sudah banyak uangmu? Sudah tidak pelit pada dirimu sendiri? Bagus itu. Tapi jangan boros juga. Ingat, masa depan semua hal akan jadi lebih mahal dan lebih rumit dari hari ini. Jangan berhenti menabung. Kalau kamu sudah merasa dirimu dan kebiasaanmu ngopi itu sudah berlebihan, berarti sudah waktunya untuk berhenti dan kembali minum kopi Kapal Api hitam instan saja. Lebih murah. Toh esensi ngopinya tetap dapat, uang tetap hemat. Oke? Dan hey! Aku suka filter-filter Vsco yang kamu gunakan untuk foto-foto Instagram-mu belakangan ini. Kamu sudah banyak belajar rupanya? Kudengar kamu sangat gembira ketika mengunjungi kebun teh dan danau beberapa minggu lalu. Bagus. Bagus itu. Sering-sering berlibur karena kamu memang butuh jalan-jalan, Ron. Ngomong-ngomong, mau sampai kapan mem-posting foto-foto sepatu merah itu di Instagram yang satu lagi? Mau menyaingi jumlah piala IU sepanjang karier bermusiknya, ya?


Di hari ulang tahunmu ini aku tidak hanya ingin menjelek-jelekanmu saja, Ron. Aku juga mau bilang terima kasih. Terima kasih karena sudah bekerja keras untuk jadi dirimu sendiri. Terima kasih karena sudah bertahan sejauh ini terlepas apapun kata orang. Terlepas dari masalah apapun yang pernah kamu alami, yang pernah menimpamu. Terima kasih karena sudah berjalan sampai sejauh ini. Nggak perlu berlari kok Ron. Yang penting proses dan tujuannya jelas. Selambat apapun kamu mencapainya, kamu akan tiba di sana pada waktunya nanti. Terima kasih juga karena selalu bisa tersenyum meski sedikit alasan untuk tersenyum (dan untuk yang satu ini kamu harus sering-sering mencari alasan baru selain IU, Irene dan EXO). Oh ya dan terima kasih karena selalu mengusahakan yang terbaik. Tidak (hanya) untuk orang lain, tapi juga untuk dirimu sendiri.

Semoga di usia 26 tahun ini kau selalu diberi kesehatan (dan hey, kau harus mulai rajin olahraga karena kalau kamu punya anak nanti, kau akan kewalahan mengurusinya tanpa otot yang cukup. Olahraga juga bikin umurmu akan lebih panjang. Ditambah banyak minum seperti kata teman sekamarmu, umurmu akan dua kali lebih panjang. Pertimbangkan saranku ini ya!)

Aku ingin kamu tetap jadi dirimu sendiri. Tetap bekerja keras dan tetap tersenyum. Yang paling penting, tetap bahagia. Kebahagiaan orang lain memang penting, tapi kebahagiaanmu tetap nomor satu.

Semoga tidak diare lagi. Aku tahu itu sangat menyakitkan. Dan semoga gigi belakangmu cepat sembuh dan sakitnya tidak datang lagi sampai kau berusia 80 tahun nanti.


Sayangi mamamu dan sering-sering telepon dia. Sebaiknya kamu pulang saja ke Lombok. Lupakan KPop-KPop menyebalkan ini meski kamu sangat menyukainya. Pulanglah… supaya bisa menghabiskan waktu lebih banyak dengan keponakan-keponakanmu. Pertimbangkan juga saranku yang terakhir ini ya!

Semoga tidak ada lagi drama berlebihan. Semoga tidak ada lagi cinta dan perhatian yang tidak terbalaskan. "Sepucuk" surat ini, ah padahal akan lebih oke kalau kutulis saja di atas kertas jadi aku tidak perlu repot-repot menggunakan tanda petik di kata sepucuk ya, semoga bisa membuatmu tersenyum. Mungkin tidak hari ini karena tentu saja ada hal lain yang akan membuatmu tersenyum. Tapi di tahun-tahun berikutnya. Karena, siapa sih orang aneh yang menulis surat untuk dirinya sendiri di hari ulang tahunnya sendiri?

Salam,

Ron.


Follow Me/KaosKakiBau in everywhere!
Watch my #vlog on YouTube: KaosKakiBauTV (#vron #vlognyaron)
Twitter: ronzzykevin
Facebook: fb.com/kaoskakibau
Instagram: ronzstagram
LIVE SETIAP SENIN JAM 8 MALAM 'GLOOMY MONDAY!'
Instagram lain: kaoskakibaudotcom
Line@: @kaoskakibau (di search pake @ jangan lupa)

Photos on this article all from my personal library. Do not use without permission. WK.

Pengen Duduk Ngopi di LIVErary Cafe SMTOWN COEX [Part 3]

$
0
0
Kalau lo seorang penulis pemula dan pemalas seperti gue, lo pasti akan sering merasakan kondisi ketika apa yang ada di kepala lo sama sekali nggak bisa tertulis di halaman pertama Microsoft Word, yang sudah lo buka selama berjam-jam sejak lo memutuskan dan meneguhkan iman untuk menulis setidaknya satu halaman per hari. Ya. Keinginan untuk rajin nge-blog atau sekedar nulis secara random apapun yang ada di kepala lo dalam satu hari itu selalu muncul. Tapi selalu jadi hanya sekedar wacana. Sesuatu terkadang lebih mudah dibayangkan. Digambarkan dalam imajinasi. Tidak disalurkan dalam bentuk tulisan. Tapi sebenarnya ini nggak mutlak. Hanya karena lo pemalas dan banyak alasan aja jadilah itu semua hanya wacana.

Semua penulis pasti pernah berada dalam kondisi yang disebut writers block. Bahkan yang sudah bertahun-tahun jadi penulis sekalipun. Bahkan mereka yang sudah merilis puluhan buku juga pasti merasakan hal ini. Ya gimana sama orang kayak gue yang baru punya dua buku itupun: (1) hanya satu cerita di buku kumpulan anekdot, (2) novel fanfiction cupu yang gue sendiri malu menjelaskannya. Kondisi ini sangat menyebalkan. Apalagi ketika lo sedang berusaha untuk membuat deadline untuk blog lo sendiri dan lo sendiri juga yang melanggar deadline itu.

Ide bisa muncul kapan aja. Tapi nggak bisa diterjemahkan dalam bentuk tulisan kapan aja. Kadang ide ini bikin lo jadi manja. Bikin gue jadi manja. Seriusan. Seringkali setiap kali akan memulai menulis gue selalu beralasan, “Gue butuh kopi.” Dan gue pergi ke dapur kecil di sudut kamar gue untuk masak air dan bikin kopi kapal api item yang disaring ampasnya terus dikasih gula dan es batu, amerikano ala-ala. Setelah jadi, kembali ke meja, dan kopi itu habis tanpa hasil satu halaman Microsoft Word pun. Hidup memang selucu itu.


“Gue butuh es krim.” Kadang-kadang si biadab ini memaksa gue harus keluar kamar di malam minggu dan pergi naik ojek online ke McDonald’s terdekat dari kosan. Cuma untuk merasakan creamy dan dinginnya McFlurry. Duduk di pojokan McDonald’s sambil menikmati listrik dan Wi-Fi gratis. Berniat untuk bisa menyelesaikan satu posting-an blog tentang IU. Tapi ujung-ujungnya sampai itu es krim cair dan bisa ditenggak kayak air, nggak satu paragraf pun bisa terselesaikan. Enam jam gue habiskan hanya untuk menonton YouTube dan download ’13 Reasons Why’. Semuanya bener-bener jauh dari rencana “Menulis review album baru IU’.

Gue akan bergumam “I hate myself.” kalau gue melakukan sesuatu yang gue tahu salah dan tidak berguna, tapi tetap gue lakukan dengan suka cita. Dan belakangan ini tiga kata itu sering gue lontarkan tanpa sadar. Terlebih ketika gue menyadari kalau selama ini gue sudah banyak berkorban untuk seseorang tapi dia nggak peka. Ah….

Ada kalanya juga otak dan jemari mau bekerja sama. Bahkan dalam kondisi yang sudah lelah sekalipun. Dalam kondisi yang terburu-buru sekalipun. Seperti ketika beberapa waktu yang lalu gue berkunjung ke Bandung, naik kereta paling pagi dan sampai di Stasiun Bandung sekitar jam setengah sembilan pagi di hari Jumat. Hujan baru saja berhenti mengguyur kota favorit gue itu.

Yang pertama kali terpikir di kepala gue hari itu, Jumat 14 April 2017, adalah nyari tempat duduk. Di mana gue bisa sarapan dan minum segelas kopi karena gue bener-bener butuh kopi saat itu. Memanfaatkan Google Maps, akhirnya gue menemukan tempat yang buka 24 jam (karena nggak akan ada kedai kopi yang sudah buka jam sembilan pagi kecuali mereka buka 24 jam kan?) di kawasan Jalan Riau. Dan itu sekitar 3 kilometer. 15 menit kalau ditempuh jalan kaki. Mungkin bisa lebih cepat kalau naik ojek online. Gue yang manja ini awalnya kepikiran untuk pesan ojek aja lewat aplikasi. Tapi hari itu udara paginya masih segar banget. Dan gue nggak ingat kapan terakhir gue berkelana di Bandung dengan berjalan kaki. Biasanya gue pasti akan nebeng orang.

“Ayo, jalan aja. Sekalian nyoba jalan pakai sepatu baru dan memperbanyak posting-an sepatu merah di akun sebelah.” Kata gue kepada diri gue sendiri. Akhirnya gue pun menempuh jarak 3 kilometer itu dengan berjalan kaki, berbekal Google Maps juga. Nggak rugi sama sekali. Walaupun di tengah jalan gue kena cipratan lumpur dari motor yang lewat dan sepatu merah itu akhirnya ternoda juga. KESEL.


Gue menikmati nyaris 30 menit jalan kaki pagi itu dengan memotret banyak sekali hal. Mulai dari, tentu saja, kaki gue yang sedang sok-sokan melangkah dengan sepatu merah itu, Taman Sejarah dan orang-orang yang sedang menikmati Jumat pagi yang kebetulan hari libur nasional, sampai zebra cross unik yang ada di jalan raya menuju ke kafe itu. Dan ya, gue juga menikmati 15 menit mencuci sepatu gue di toilet Hotel Aryaduta karena nggak nyaman jalan dengan sepatu belepotan lumpur.

Security hotel tentu saja nggak akan mencurigai gue sebagai orang yang cuma mampir untuk mencuci sepatunya yang kena cipratan lumpur. Dengan modal muka sengak percaya diri dan sok-sokan salah jalan hampir masuk ke BIP dan ditegor, “Belom buka mas. Mau ke mana ya?” dan gue jawab aja “Lho ini bukan pintu ke Aryaduta?” dan dijawab lagi, “Bukan mas, yang sebelah sana.” Sandiwara gue pun berhasil hanya demi dapat masuk ke toilet hotel itu, memanfaatkan wastafel dan pengering tangan yang ada di sana. Juga puluhan lembar tisu untuk menyerap air dari serat tali sepatu yang kotor tadi.

Singkat cerita, gue sampai di Bober Kafe. Kafe 24 jam terdekat dari stasiun sesuai dengan petunjuk Google Maps. Agak sepi di sana. Di pojokan ada mas-mas sama mbak-mbak ber-tank top putih agak ketat yang sedang sibuk dempet-dempetan padahal nggak sedang diangkot. Gue mencoba untuk nggak memikirkan atau berusaha kepo mereka sedang apa di sana. Langsung nyari tempat duduk di dekat pintu masuk dan minta menu. Gue melihat beberapa kecoa kecil di dekat meja sebelum gue pesan makanan tapi gue terlalu malas untuk pindah lokasi. Jadi biarlah kalau kecoa itu ada di makanan gue nanti itung-itung latihan lambung. Dan di sanalah tiba-tiba gue kepikiran untuk menulis artikel 'Cuma Pengen Sendiri' ini.

Nggak diduga sama sekali. Sinkronisasi otak dan jari gue bisa mencapai 97% hari itu. The power of buru-buru dan dikejer waktu solat Jumat. Tapi gue bisa menyelesaikan tulisan itu hanya dalam waktu satu setengah jam.

“Gaya banget mau nulis aja harus ke Bandung dulu.” Begitu kata roommate gue dua tahun yang lalu, ketika gue sedang berusaha menyelesaikan posting-an tentang New York. Jujur aja gue benci mendengarkan kalimat itu walaupun dia mengucapkannya tidak dengan maksud sarkas atau semacamnya. Tapi gue maklum. Karena dia bukan orang yang menghabiskan setiap hari dengan menulis dan memikirkan apa yang harus ditulis hari ini, besok, dan seterusnya.

Sebagai penulis pemula gue pun sadar bahwa untuk menghasilkan satu paragraf lo nggak cuma butuh ide, tapi seringkali juga butuh dukungan dari perut yang cukup kenyang, secangkir kopi, musik yang pas, dan suasana yang berbeda. Buat gue mungkin Bober Kafe yang ada kecoa kecil itu. Atau seperti malam Halloween gue menulis ditemani pocong jadi-jadian di Braga Punya Cerita. Buat orang lain bisa jadi berbeda.

Seperti dini hari ini, gue ditemani oleh Taeyeon dengan lagu ‘U R’-nya untuk menulis 14 paragraf di atas sebagai jembatan menuju cerita gue tentang Seoul yang selanjutnya.

Duduk sendiri di McDonald’s atau kedai kopi adalah salah satu cara gue untuk menyiasati kejenuhan dengan meja hijau kecil di pojokan kamar. Di sudut kedai kopi itu kadang gue menemukan kenyamanan yang pada akhirnya membuat otak dan jari gue bisa sinkron dalam menjelaskan apa yang ingin gue tuangkan dalam sebuah tulisan. Memang sih, nggak banyak kedai kopi yang pernah gue datangi untuk duduk dan menulis selama beberapa tahun terakhir ini. Tapi yang pasti ada satu café yang masuk ke wishlist gue: LIVErary CAFE at SMTOWN COEX ARTIUM.


Are you ready for the next chapter of ‘Finally, Seoul!’?


Seoul, masih di hari Rabu (2 Desember 2015)

Nggak mau berurusan panjang sama mbak-mbak yang jagain SMTOWN Studio, jadi gue sama Anis keluar aja dari sana. Ya karena sebenarnya di sana juga nggak ada apa-apa juga sih, selain lobby semacem ruang tamu dan ruang tunggu dengan katalog-katalog bergambar SMROOKIES itu. Dan setelah puas melihat dari ujung kiri atas sampai ujung kanan bawah rak kaca tempat trofi artis-artis SM dari zaman baheula, waktunya naik ke lantai selanjutnya: SMTOWN LIVErary Café.

Ketika pertama kali membaca nama tempat ini, LIVErary, gue merasa SM ini terlalu maksa bikin nama. “ARTIUM atau ARTIUM sih sebenarnya?!” gue juga sempat ngomel gitu dulu. Tapi kemudian yaudah jadi biasa aja dengan ARTIUM sampai sekarang. Cuma ini… LIVErary? SRSLY?!

Oke. Oke. Gue nangkep maksudnya kalau ini adalah gabungan dari library dan………. Apa?! Something LIVE tapi apa?! Oke gue tarik kalimat gue sebelumnya. Karena ternyata gue nggak nangkep maksudnya sama sekali. Dan baru ketika gue mampir ke sana gue tahu kenapa tempat ini dinamakan LIVErary Café. Bagian café-nya sih udah self explanatory ya nggak perlu lagi penjelasan berlebih. Tapi sebelum kita menjejakan kaki ke tempat ini, marilah kita sama-sama memuji betapa cantiknya poster Krystal di dinding menuju lantai 4F walaupun gue motretnya buru-buru sambil jalan karena takut sama mbak-mbak penjaga SMTOWN Studio.


Sesuai dengan cerita gue di 14 paragraf pertama di posting-an ini, entah lo nangkep atau nggak tapi gue suka banget duduk di kafe. Dan nggak pernah sama sekali gue membayangkan kalau gue akan tiba dalam satu hari di hidup gue, gue mampir ke kafe yang dibuat oleh manajemen artis KPop yang selama ini gue sayang dalam hati.

“SMTOWN LIVErary Café. Café, Music, Media, Book, Special Goods.” Gue membaca tulisan yang ada dinding di depan café itu. Baju tebal yang gue pakai mulai gerah karena di dalam sana cukup hangat. Ada perasaan aneh yang gue rasakan hari itu yang memaksa gue untuk senyum-senyum sendiri. Fakta bahwa gue ada di Seoul setelah bertahun-tahun jadi fans KPop masih belum bisa gue terima sepenuhnya. Mimpi itu beneran jadi nyata. Terima kasih detikHOT dan detikcom. Tanpa perjalanan dan uang dinas itu gue mungkin nggak akan sampai di sini sekarang. Gue membatin.

Perhatian gue kembali teralihkan oleh foto-foto berukuran nggak wajar yang ada di dinding di dekat situ. Poster ‘Overdose’ EXO gede banget di sana. Tanpa Kris dan Luhan, tapi masih ada Tao. Ada gambar Changmin dan Heechul dengan ukuran yang mungkin bisa dijadikan alas duduk kalau lagi antre konser dan berniat untuk nginep di venue. Secara keseluruhan gambar di dinding itu mungkin juga bisa jadi selimut untuk empat atau lima orang yang lagi kemping. Di dekat lift bahkan ada teaser foto Siwon buat ‘Acha’ yang di atas kepalanya dia gambar sendiri dengan tulisan ‘Hi’ dan speech bubble. Dan jangan lupakan beberapa foto Siwon lainnya yang dia tandatangani langsung.


“Ya dia yang paling alay di sini kak. Dia kalo ke sini kayaknya semua yang ada muka dia disamperin terus ditandatangani,” kata Anis. Walaupun Siwon adalah salah satu member favorit gue di Super Junior tapi gue nggak bisa marah mendengarkan statement itu. Gue justru ketawa.

Baru aja mau melangkah masuk ke dalam LIVErary Café, gue kembali kedistrek sama hal lain. Kali ini patung karakter Suho di ‘School of Oz’ yang ukuran badannya persis banget sama Suho yang asli karena dicetak dengan metode 3D printing. Kalau nggak salah di tempat ini juga ada booth untuk mencetak patung 3D versi lo juga. Tapi nggak tahu deh berapa biaya yang harus lo keluarkan untuk itu. Yang jelas sih mahal karena memang identik banget.

Patung Suho itu ada di dalam akuarium. Detailnya luar biasa sih kata gue. Mulai dari belahan rambutnya, sampai tulang pipinya itu mirip banget sama Suho. Belum lagi bagian kostumnya. Mulai dari baju, jubah, celana, sepatu sampai senjata-senjatanya dibuat sangat identik. Mungkin nanti di resepsi pernikahan gue, gue akan membatalkan memajang standee kayu gue di pelaminan tapi akan bikin patung kayak gini aja. Biar nggak capek berdiri. Meanwhile gue akan bersenang-senang nungguin stand es krim.


Nah, jadi apa sih yang istimewa dari SMTOWN LIVErary Café ini?

Jawaban pertama jelas karena ini adalah café yang isinya semua hal tentang SMTOWN. Selain poster-poster raksasa dan patung Suho hasil printing 3D itu, di sini lo bisa duduk-duduk sambil ngerumpi soal banyak hal. Tempat ini mungkin bisa jadi tempat spazzing yang tepat buat lo dan teman-teman KPop lo kalau suatu saat nanti mampir ke Seoul. Hari itu lumayan banyak orang yang datang. Ada tiga fans TVXQ dari Jepang yang sedari gue sama Anis masuk ke café udah sibuk motoin meja dan kursi bertanda-tangan Yunho dan Changmin. Di meja tengah ada beberapa cewek dan cowok yang terlihat lagi ngobrol serius sambil menikmati minuman. Sementara di salah satu sudut ada cewek-cewek fans juga yang kayaknya baru abis belanja.

Kalau gue pribadi sih yang terbayang kalau misalnya gue menghabiskan dua atau tiga bulan di Seoul mungkin paling nggak sekali seminggu gue akan datang ke sini buat duduk dan ngetik. Buat nulis banyak hal. Siapa tahu dengan berada di antara (gambar) orang-orang yang selama ini gue lihat di YouTube gue bisa mendapatkan ide untuk mengelaborasi tulisan gue dan bisa bikin review MV lagi kan seperti dahulu kala. Siapa tahu ternyata LIVErary Café-nya SMTOWN COEX Artium bisa memunculkan ide dan imajinasi yang lebih liar. Gue berharap bisa mencoba itu dalam waktu dekat.

Ada banyak layar besar yang bisa disentuh di dinding café ini dengan aplikasi SMTOWN NOW yang sudah secara default terbuka untuk lo. Seperti halnya aplikasi yang ada di ponsel, di sini lo juga bisa update news tentang artis-artis SM dan melihat foto-foto eksklusif terkininya lewat layar yang lebih besar. Sebagai sumber informasi sih menurut gue layar-layar ini nggak terlalu gimana banget karena lo mungkin sudah punya aplikasinya di ponsel. Tapi untuk fans-fans baru yang datang ke sini karena baru kenal KPop bisa jadi sangat menarik. 


Ada sudut koleksi majalah dan tabloid yang memuat artis-artis SM juga. Karena gue cuma bisa baca hangul dan nggak mengerti maksudnya, gue cuekin aja bagian ini. Justru gue tertarik dengan hiasan foto-foto yang ditempel di lampu-lampu di atap kafenya. Kreatif banget. Ada lampu kayak chandelier gitu yang punya tentakel-tentakel dan di bagian tentakelnya itu ditempelin foto-foto artis SM. Beberapa souvenir yang sebelumnya gue lihat di SUM Store juga ada di sini. Mostly EXO sih karena memang mungkin saat itu lagi promo banget EXO mulai dari paper toy sampai pepero edisi spesial mereka. Nah, yang menarik perhatian gue justru pojok ujung kanan dari pintu masuk di LIVErary Café yang ngasih lihat sejarah perilisan album semua artis-artis SM.

Semua di sini maksudnya beneran semua. Mulai dari Lee Soo Man sampai Red Velvet yang waktu itu masih jadi maknae karena NCT belom debut. Dan di situ lo bisa ngikutin deh sejarah SMTOWN kayak gimana. Ada banyak nama yang gue nggak kenal mulai dari Isak & Jiyeon, M.I.L.K dan beberapa yang lainnya. Yang jelas gue nggak akan tahu kalau Lee Soo Man pernah rilis album dan jadi penyanyi juga kalau waktu itu gue nggak lihat bagian ini. Bener-bener nggak pernah kepikiran untuk baca Wikipedia-nya dengan jelas. Gue lupa naruh foto SMTOWN History ini di folder mana karena udah lama banget. Tapi gue pernah nulis artikel tentang ini di detikHOT dua tahun lalu dan foto itu udah kepajang di sana. Sila klik di sini untuk baca.


“Kamu nggak mau beli apa-apa kak?” kata Anis. Setelah dari SUM Store cuma beli stiker dan album RV gue memang belum beli apa-apa lagi di kafe ini. Salah satu masalah gue ketika traveling adalah suka males ngeluarin duit di hari-hari pertama meanwhile ketika sudah masuk hari-hari terakhir gue akan boros untuk barang yang nggak perlu dan nyesel.

“Enaknya beli apa?” tanya gue. Anis menyarankan untuk beli botol minum yang ada di etalase utama kafe itu. Mereka ngasih nama SUM Pop Up Café.

“Udah lewat sih trennya tapi ya kapan lagi gitu kak. Lumayan di situ bisa beli sesuai fandom. Pasti kamu mau beli yang EXO kan?” katanya lagi. Gue cuma ketawa doang. Memang nggak bisa disembunyikan lagi jiwa EXO-L gue dari dunia luar. Apakah mungkin gue sudah ada cap huruf L di jidat.

Loser.

#gak #canda

Udah lama sih sebenarnya gue ngeliat temen-temen gue beli botol minum kayak gitu walaupun nggak official dari sini. Mereka kebanyakan beli di fansite. Dan gue kepengen punya juga dari lama. Dan momennya pas banget gue akhirnya ada di situ. Walaupun udah lewat tren nggak ada salahnya juga buat beli.

Botol ini dijual satu paket sama minuman yang dikasih nama Artist Ade (semacem Lemon+Ade=Lemonade gitu ya gue baru ngeh setelah dua tahun demi apa). Masing-masing botol dan masing-masing artis punya rasa minuman yang berbeda tapi harganya sama yaitu KRW 6,000. Waktu itu 1 Won sekitar Rp 13 jadi harganya kalau dikonversi sekitar Rp 78 ribu. Edisi waktu itu, isi botol EXO adalah Apple Juice. Mahal juga beli jus apel Rp 78 ribu. Tapi mungkin yang mahal kan botolnya karena official.

Gue suka desain typography di bagian depan botol itu sebenarnya. Karena masing-masing adalah kutipan dari lirik lagu artis yang bersangkutan. Punya EXO tulisannya “Shawty Imma Party Till The Sundown”. Kalau SNSD “It must be party time”. f(x) yang waktu itu lagi promo ‘4Walls’ punya tulisan “love is 4 walls” di botolnya. Yang paling ikonik sih kayaknya BoA. Walaupun lagu barunya bukan ‘No.1’ tapi di botolnya tetep tulisannya “You’re still my no 1”.


Gue sendiri sebenarnya pengen beli dua. Tapi karena takut koper nggak cukup dan itu masih awal-awal hari di Korea jadi gue membatalkan niat itu. Gue sudah niat mau beli CD KPop di Hottracks di akhir perjalanan nanti. Jadi masih mau nyimpan uang dulu. Kalau kalian mampir ke sini, botol ini sih wajib dibeli. Lumayan sampe rumah kalau nggak dipakai (karena kapasitasnya terlalu kecil) bisa dipake buat miara ikan cupang.

Nah, namanya café tentu saja ada menu kopi kan. LIVErary Café ini juga punya banyak menu kopi dengan harga mulai KRW 4,000 sampai KRW 5,000. Sementara teh dipukul rata harganya KRW 5,000. Jadi nggak salah dong kalau gue berangan-angan datang ke sini cuma buat ngopi-ngopi doang. Walaupun hari itu nggak sempat nyobain kopinya atau nongkrong sih. Karena Anis bilang dia pengen makan dan satu-satunya tempat yang aman untuk makan cuma Lotteria karena ada burger ikan.

Selain minuman artis ada eskrim artis juga. Terlalu cheesy untuk dicoba jadi gue cuekin. Sementara kalo makanan gue nggak perhatiin selain keripik Super Junior (LIKE SRSLY WHY SM WHY) dan sederet macaroon. Ada cupcake juga sih di etalase nggak tahu deh apakah itu dijual atau cuma dipajang doang karena gemas bentuknya. Yang jelas ada banyak kue-kue dari fans yang “diawetkan” di dalam etalase itu. Nggak tega juga buat dimakan wkwkwkw. Dan akhirnya setelah bayar botol berisi jus apel itu, gue sama Anis pun duduk.


Jangan duduk di sembarang tempat kali di sini. Mending yang pasti-pasti aja biar sekalian heboh: duduk di kursi bias. YES! Di sini meja dan kursinya sudah ada cap‘I WAS HERE’ ala-ala anak SMA alay jaman dulu dari artis SM. Ketika baru masuk misalnya gue melihat tandatangan Wendy di bagian belakang punggung kursi. Di meja juga ada tandatangan Baekhyun dan Chen lengkap dengan kata-kata mutiara buat fans yang datang ke situ. Ada kursi yang juga ditandatangani sama Irene yang sempat gue ajak foto bareng tapi muka gue lagi nggak banget karena salah angle dan rambut gue lagi jelek-jeleknya kena angin Seoul tapi yaudahlah. Foto aja dulu sama kursinya, sama orangnya nanti Insha Allah kalau rejeki nggak akan ke mana.

Sebenarnya ingin hunting semua tandatangan bias (kecuali Siwon karena literally everywhere) tapi mengingat ada banyak banget orang lagi nongkrong di situ jadi yaudah ikhlasin aja, maybe next time. Perjalanan hari ini belum selesai. Masih ada satu lantai lagi sebelum gue balik ke hostel.


“Di lantai paling atas ada SMTOWN Theater. Abis itu cari makan deh ya? Jangan di sini. Mahal kak.” Kata Anis.

Anak kosan mode on all the way.

Sambil meniti eskalator ke lantai paling atas gue menyimpan harapan untuk kembali ke LIVErary Café di SMTOWN COEX Artium suatu hari nanti. Nggak cuma sekelibat mampir kayak sekarang, tapi seperti tadi gue tulis, gue pengen jadi pengunjung rutin kafe ini. Pengen bisa menghasilkan setidaknya dua atau tiga bab novel gue di sini. Karena tentu saja kan banyak kafe lain di Seoul yang punya suasana yang beda.


Mungkin LIVErary Café bisa jadi salah satu tempat penuh inspirasi yang bisa bikin jari dan otak gue sinkron. Mungkin juga tempat ini bisa membuat ide-ide yang menumpuk itu tertulis dengan baik dan rapi di halaman demi halaman Microsoft Word. Gue janji akan balik lagi. Nggak sesegera itu sih, tapi gue janji akan balik lagi. Gue akan duduk di sana dan nulis. Dan ketika gue sedang nulis nanti akan ada sosok yang membuat perhatian gue teralih sejenak sedang menyisir rambutnya dengan jari. Lupa dengan apa yang gue lakukan. Terpana melihat dia dari kejauhan.


Mungkin dia jodoh gue.


Follow Me/KaosKakiBau in everywhere!
Watch my #vlog on YouTube: KaosKakiBauTV (#vron #vlognyaron)
Twitter: ronzzykevin
Facebook: fb.com/kaoskakibau
Instagram: ronzstagram
LIVE SETIAP SENIN JAM 8 MALAM 'GLOOMY MONDAY!'
Instagram lain: kaoskakibaudotcom
Line@: @kaoskakibau (di search pake @ jangan lupa)

Photos on this article all from my personal library. Do not use without permission. WK.


Airin dan Irene

$
0
0

“I think I've found my best friend
I know that it might sound more than
a little crazy but I believe…

I knew I loved you before I met you
I think I dreamed you into life
I knew I loved you before I met you
I have been waiting all my life.”

-- I Knew I Loved You by Savage Garden

Bagaimana kalian menjelaskan kesukaan kalian terhadap sesuatu atau seseorang? Pernah merasa sulit untuk melakukannya? Kayak misalnya tiba-tiba kalian ditanya sama orang yang random kalian temui di TransJakarta atau kereta ketika dia memergoki kalian sedang nonton drama Korea atau salah satu MV Kpop yang sudah kalian tunggu-tunggu sejak semalam.

“Kenapa kamu suka KPop?”

Bisa jadi jawabannya nggak akan langsung bisa kalian utarakan. Bisa jadi kalian butuh waktu mikir yang agak lama. Kalau gue yang ditanya kayak gitu, porsi “Ehmmmm kenapa ya? Soalnya… Ehhmmmm….” Itu akan jauh lebih lama daripada jawaban intinya. “Ya karena bagus aja. Beda gitu sama yang lain.” Terus anti-klimaks. Padahal mungkin orang yang nanya butuh sesuatu yang lebih nendang dan lebih spesifik ke penjelasan dari pertanyaan “Kenapa” itu.

Kesukaan kita terhadap sesuatu kadang nggak bisa dijelaskan dalam beberapa kalimat. Dan kalau udah bingung pasti jawabannya akan “Ya suka aja”. Padahal di balik tiga kata itu sebenarnya ada cerita yang nggak akan habis kalau diutarakan selama seharian. Ada excitement yang meletup-letup yang sebenarnya seringkali nggak bisa ditutup-tutupi. Mungkin karena kita juga punya rasa jaim (mengingat yang nanya adalah “stranger on a train”) jadi kita jawab seadanya. Atau mungkin memang rasa suka itu terlalu susah untuk diutarakan dengan kata-kata? Apalagi soal bias.



I love Irene ‘Red Velvet’ for some reasons. Not only because she is pretty (but she is incredibly pretty). Tapi karena secara kebetulan, Irene punya spelling yang sama dengan karakter fiktif yang gue bikin dan bikin gue jatuh cinta: Airin.

Lo yang temenan sama gue di Facebook atau Instagram mungkin sering melihat nama ini. Sering ada quote-quote galau tentang kehidupan yang ditulis oleh Airin. Dan mungkin kalau lo iseng lo pernah baca cerita pendek gue yang berjudul ‘Accidentally You’. Cerita yang memang dibuat untuk Airin dan cowok yang dia taksir yang bernama Mario. Silakan klik di sini untuk baca ceritanya.

Semua berawal di sebuah siang di tahun 2011 ketika gue sedang tidur-tiduran magabut di lantai, di kamar belakang di rumah. Kamar yang selalu gue tempati kalau lagi liburan kuliah. 2011 bisa dibilang adalah momen panas-panasnya gue nulis segala hal. Termasuk KPop dan fanfiction (semua fanfiction yang pernah gue tulis bisa di baca di smellysockshortstory.tumblr.com). Dan di situlah, di kamar lembab itu, dua sosok ini mendadak menghampiri gue. Mereka meminta untuk dibuatkan sebuah cerita. Gue awalnya nggak menyangka kalau cerita yang mereka maksud akan jadi seperti itu. Cerita cinta yang nanggung. Yang nggak selesai. Yang selalu membuat mereka berdua galau meski setelah gue menuliskan kata “tamat” setelah paragraf terakhir. Tapi berkat cerita itulah Airin dan Mario hidup. Karena cerita itulah Airin dan Mario akhirnya mulai menjadi bagian dari hari-hari gue.

Mungkin ini terdengar sangat aneh buat beberapa di antara kalian, tapi beneran, ini nyata. Airin dan Mario sudah jadi kayak teman baik gue. Teman yang nggak pernah ada. Teman yang gue ciptakan sendiri. Di satu sisi gue malah mengidolakan mereka berdua walaupun mereka ini lebih fana dari yang kalian panggil oppa. Airin selalu muncul dengan kutipan-kutipan galau ala dirinya. Dari pengalaman pribadinya. Bagian dari sebuah cerita yang sebenarnya belum selesai gue tulis kelanjutannya walaupun gue pengen banget. Dari hanya sekedar karakter, Airin berubah jadi sebuah obsesi. Sebuah mimpi untuk dikejar. Pokoknya gue pengen nulis cerita tentang Airin yang punya kehidupan yang sangat complicated. Dia suka KPop (parah!), dia dikhianati oleh sahabat baiknya, dia juga diselingkuhi sama pacarnya, dia punya masalah di rumah karena orangtuanya nggak pernah nggak berantem, dia harus hidup sama ayah yang abusive dan violent, dan sedang dalam kondisi yang benar-benar sendiri. Airin nggak punya temen buat sekedar berbagi cerita, buat sekedar meringankan beban di hatinya. Dan semua hal itu yang bikin gue akhirnya jatuh cinta. Yang bikin gue pengen meluk dia. Hihihi….

“Ketika kau menatapku tadi, kau tidak benar-benar memerhatikan mataku… seperti ada pembatas kaca tak terlihat tetapi sangat tebal diantara mataku dan matamu. Dan di dalam kaca itu ada banyak sekali kegundahan yang sekarang sedang menghantui pikiranmu… Benar ‘kan?” -- Mario ke Airin.

Lalu apa yang dibutuhkan Airin? Meski memang dia mau kebalikan dari semua kondisinya saat itu, yang sebenarnya paling dia butuhkan adalah teman. Itulah kenapa Mario kemudian muncul dan memberinya sedikit harapan untuk hidup. Untuk bertahan. Untuk memberikannya kepercayaan diri supaya bisa kembali bersemangat. Untuk membuat Airin jatuh cinta. Mario kemudian jadi sosok fiktif yang gue idolakan. Dia adalah gambaran sempurna seorang teman yang mungkin semua orang inginkan dalam hidup.


Ketika sosok Airin ini sudah nempel banget sama gue, entah kebetulan atau memang sudah jodoh, SM Entertainment memperkenalkan Irene sebagai member SM ROOKIES di 2013. Dua tahun berselang sejak gue menulis ‘Accidentally You’. Awalnya gue sama sekali nggak ngeh masalah spelling yang mirip itu. Karena gue awalnya terlalu perhatian sama Wendy. Terlebih ketika akhirnya RV debut, gue malah lebih ngebias Wendy hanya karena warna rambutnya biru dan kebetulan aja gue merasa rambut biru itu keren. Butuh berapa lama sebelum akhirnya gue sadar bahwa Irene punya hangul yang secara harfiah adalah A.I.RIN. Persis seperti nama tokoh yang gue ciptakan di 2011.

Sejak itu gue tahu kalau gue akan jatuh cinta sama orang ini. Itu yang utama. Yang lain-lainnya kayak muka yang mirip Suho atau nomor punggung Irene 43 yang kalau digabung sama nomor punggungnya Suho 1 berarti ‘I Love You’, itu adalah improvisasi karena level freak gue sudah berlebihan.

Jadi, kapan kita akan bertemu, Rin?

It’s just about time. Jadi fans RV sebenarnya jauh lebih beruntung daripada jadi fans IU. Karena chance RV untuk datang ke Indonesia jauh lebih besar ketimbang IU. Dan ketika mendengar RV akan datang ke Jakarta untuk sebuah event gratisan, gue nggak bisa nggak heboh. Gila sih. Gue akan melakukan apapun untuk bisa ketemu sama dia! Apapun!

Gue nggak pernah percaya sama kata “kebetulan” karena gue yakin semua terjadi pasti karena ada maksudnya. Persis ketika waktu itu gue mendadak jadi sering chat sama Reysa, ujung-ujungnya kita malah bisa nonton SNSD bareng dan sekarang jadi makin sering ngobrol via chat. Hal itu terjadi juga sama gue dan Ridwan. Dua nama ini, mereka adalah member grup cover dance yang gue suka dalam periode 2013 – 2016. Dua-duanya saling kenal dan dua-duanya juga budak KPop. Bedanya, gue sama Ridwan mungkin sudah jauh lebih dulu ngobrol banyak ketimbang gue sama Reysa. Mostly obrolan kita soal KPop, tapi pernah juga ke hal-hal yang lebih serius dari itu kayak misalnya masalah jodoh dan masa depan. Tapi momennya di empat bulan terakhir kita lagi gandrung ngomongin soal RV.

Ridwan suka banget sama Yeri (walaupun akun Twitter-nya mengisyaratkan seperti dia menyukai Wendy wkwkwkwkwkkw) dan di pertemuan kita yang ke sekian kali di bulan Maret, obrolan soal RV kayak nggak pernah abis. Makanya momennya pas aja ketika kita lagi panas-panasnya ngebahas RV, kabar soal RV mau datang ke Indonesia itu muncul.

“Won (panggilan gue ke Ridwan), kita fix banget sih harus nonton ini!” kata gue. Nggak pernah nyangka kalau ternyata acara itu gratis dan perjuangan untuk mendapatkan tiketnya lebih-lebih dari konser yang berbayar.

Mana ada anak KPop yang nggak berebut kalau dikasih tiket gratis. Semuanya pasti bakalan berusaha untuk dapat tiket. Entah mereka memang suka RV to the fullest atau mereka yang secara umum memang fans KPop dan cuma tahu RV karena RV kebetulan KPop idol aja. Nggak akan ada yang bisa bedain mana yang beneran fans mana yang cuma suka aja kan? Jadi event gratisan kayak gini tuh memang nyebelin banget. Karena saingannya masyarakat KPop Indonesia Raya.

“Berusaha aja dulu. Kalau rejeki nggak akan kemana. Jodoh pasti bertemulah.” Gue selalu berkeyakinan kayak gitu. Kalau memang sudah jalannya akan ketemu ya pasti ketemu. Jadi tugas kita sebagai fans adalah berusaha sebaik-baiknya aja supaya yang gratisan ini nggak sia-sia. Masa udah disamperin ke Indonesia nggak dikejer juga? Mana gratisan pula kan! Jarang-jarang ada artis SM yang datang ke Indonesia di event gratisan. Sepanjang sejarah KPop jadi mainstream cuma SHINee yang ke sini di acara kenegaraan (yang mana gue nggak sempat nonton waktu itu karena nggak dapat tiket. Shit my luck was really really really bad). Dan sekarang RV. Jadi ini harus benar-benar diusahakan dengan segala daya upaya.

Gue stand by di kantor untuk ticket war di Kiostix di tanggal 10 Mei kalo nggak salah. Stand by-nya nggak main-main dari jam 12 malam. Padahal Kiostix baru buka orderan sekitar jam 1 siang. Kan tahi kucing. Dari pagi perasaan gue udah nggak karuan. Gue bersyukur hari itu bos besar nggak ada di kantor jadi nggak ada alasan untuk meninggalkan laptop. Dan yang paling menyebalkan dari ticket war acara gratisan adalah ya server crash. Terima kasih. Entah ada berapa puluh tab yang gue buka hari itu berharap salah satu dari tab-tab itu bisa tembus dan akhirnya bisa nge-tag tiket. Hampir aja gue putus asa tapi setelah entah dua atau tiga jam gue akhirnya masuk ke situs itu dan berhasil dapat tiketnya.

ALHAMDULILLAH! SUDAH SEMAKIN DEKAT UNTUK BERTEMU DENGAN AIRIN.



Walaupun gue sebenarnya bukan tipe orang yang akan mengumumkan ke seluruh dunia sampai gue benar-benar ada di lokasi dan Irene juga sudah sampai di Indonesia, tapi hari itu gue excited banget sampai-sampai gue nge-tweet soal e-voucher itu. Gue berharap Ridwan juga dapat tiket supaya gue bisa ada temen di lokasi. Nonton dan spazzing sendirian itu nggak terlalu menyenangkan soalnya. Dan berselang setengah jam kira-kira sejak gue berhasil dengan transaksi tiket gue, Ridwan pun mengabarkan kalau dia juga akhirnya menang ticket war itu.

ALHAMDULILLAH!

Gue sudah punya feeling kalau gue pasti akan datang pagi-pagi buta ke lokasi untuk acara ini. Lokasinya yang nggak bisa berebut tempat duduk bikin gue was-was juga. Takut kalau nanti dapat posisi yang nggak enak atau gimana. Yang jelas sejak awal diumumin ini acara gratis gue sudah berniat untuk nyubuh. Atau bahkan nginep sekalian. Ketika Kiostix mengumumkan soal wrist band yang jumlahnya lebih sedikit dari e-voucher itu juag gue jadi nggak kaget sama sekali walaupun tetep kesel juga. Yang jelas gue harus datang pagi-pagi buta. Ridwan pun sudah siap untuk itu.

FYI ini adalah pertama kalinya Ridwan “berjuang” kayak gini untuk konser KPop. Sementara gue yang sudah terbiasa tidur di pinggir jalan cuma buat dapat tempat terdepan sebuah konser. Ini bahkan belum masuk ke venue loh. Baru pembagian wrist band doang. Usahanya sudah sekeras ini.

“Temen-temen aku ngajakin ke pengajian kak. Aku tolak. Meanwhile kita di sini…” kata Ridwan ketika kita berdua sudah duduk manis di antrean nomor 10 dan 11 untuk dapat wrist band di hari H di lokasi acara. Di depan gue ada sekitar 9 orang lain yang entah datang jam berapa gue nggak kebayang. Sementara gue sama Ridwan datang jam 6 pagi.

Masalah agama dunia nyata sama agama KPop memang nggak akan pernah bisa selaras. Gue hanya bisa istigfar dalam hati. Kenapa di umur yang segini gue masih aja mau duduk ngemper di tempat itu berharap dapat gelang kertas supaya bisa ngeliat Irene. Ya Allah. Ampuni hamba. Jauhkan hamba dari pekerjaan yang sia-sia. Termasuk keinginan untuk beli lightstick EXO yang supermahal itu Ya Allah.

Acara gratisan ini, yang dikasih judul ‘Seoul Talk Concert’, adalah sebuah acara diplomatik. Nggak heran kan kalau gratis karena memang disponsori oleh negara (asal RV). Dengar-dengar yang mau datang sebenarnya adalah EXO, bukan RV. Tapi gue sangat bersyukur jadinya RV. Karena kalau EXO, itu Kiostix mungkin yang muncul di web-nya pas ticket war hari kedua bukan lagi lampu merah, tapi celurit berbalut darah. Well anyway EXO akan datang pas MuBank jadi semua terbagi rata. (AND AIRIN WILL BE THERE ALSO! OMG SURENE! OMG PARK BO GUM ALSO! OMG BORENE!!! OMG SUBORENE!!!!!!!!)

Acara-acara kayak gini nih yang bikin fans artis-artis under-rated bisa ketemu sama idolanya di Indonesia. Karena nggak akan ada promotor yang akan mau mendatangkan mereka untuk solo concert meski nama mereka sudah terkenal di Korea bahkan melebihi boyband dan girlband manapun. *uhuk* *IU* *uhuk*. Walaupun kesal juga sama masalah e-voucher dan wrist band, tapi nggak boleh ngeluh sama pihak penyelenggara. Karena, hey, lo udah dikasih gratis dan masih banyak minta tuh kok kesannya sangat tidak bersyukur. Jadi mari nikmati semua prosesnya. Dan begitulah, gue sama Ridwan menunggu di situ dari jam enam pagi sampai waktu yang sudah diumumkan sebelumnya yaitu jam sebelas siang. Beberapa temen gue yang lain seperti Ambar, Ashya dan Icha juga datang hari itu untuk mengantri wrist band. Begitu juga dengan beberapa chingu-chingu KPop di timeline Twitter gue yang lain seperti Andi, Mei dan teman-temannya, dan juga senpai per-KPop-an Tanah Air: Samlight777.

Gue ngantuk parah pagi itu. Gue berusaha untuk tidur sembari menunggu tapi sama sekali nggak bisa. Gue pun masih harus ngetik artikel freelance juga jadi bener-bener kondisinya sangat hectic banget. Jujur aja gue udah mengalami ketidaktenangan dan perasaan nervous yang berlebihan sejak hari Jumat. Dan semua karena Minggu 21 Mei 2017 itu. Hari di mana gue akan bertemu dengan Irene. Dan hey, kabar gembira untuk kita semua! Bodo amat sama kulit manggis yang ada ekstraknya, tapi ini jauh lebih berfaedah dari itu: BOLEH BAWA KAMERA!!!!!

Ya Allah… semoga semua berjalan lancar.



Gue seneng karena Kiostix dan pihak penyelenggara sangat tepat waktu dalam membagikan wrist band-nya. Persis jam 11 siang, semua proses penukaran e-voucher sudah dimulai. Gue sama Ridwan nggak butuh waktu lama untuk menunggu karena kita memang ada di barisan 15 terdepan. Sementara temen-temen gue yang lain agak ke belakang-belakang. Setelah dapat wrist band kita berdua agak kecewa (SIALAN NGGAK BERSYUKUR BANGET SIH UDAH DIKASIH GRATIS MALAH KECEWA! GAK TAHU DIRI LO!) karena duduknya kita nggak sebelahan. Ridwan dapat Row R sementara gue dapat Row F.

“Yaudahlah ya Won… yang penting bisa lihat.” Kata gue.

Ridwan memang orangnya nggak ribet dan nggak yang menggebu-gebu banget harus dapat tempat paling depan (walaupun gue yakin sebenarnya dia separah itu juga menggebu-gebunya tapi dia masih bisa kontrol berkat keteguhan iman dan taqwa kepada Tuhan YME). Makanya setelah dia dapet wrist band itu dia langsung pulang. Sementara gue masih wara-wiri nungguin temen gue dan nanya row mereka ada di mana. Sampai akhirnya gue ingat kalau gue melupakan sesuatu. Gue melupakan chat dari temen baik gue yang sekarang lagi di Korea. Dan di chat itu dia menawarkan gue tiket VIP untuk acara ini.

“OMG MELY GUE MAU!” kata gue ketika dia nelepon via WhatsApp satu hari sebelumnya. Gue sedang ada di dalam bus TransJakarta menuju Kota Kasablanka untuk liputan fanmeeting Lee Dong Wook hari itu dan gue teriak bener-bener teriak. Mely seharusnya nonton di VIP tapi karena sekarang dia lagi ada di Korea jadi dia nggak bisa. Alhasil dia berbaik hati memberikan gue tiket itu.

“Besok ketemu sama temen baik gue ya, namanya DW sama Ais. Mereka juga nonton di VIP jadi lo bisa bareng mereka.” Kata Mely.

Alhamdulillah rejeki anak bau KPop!

Karena itu berarti gue punya dua wrist band, satu lagi nggak boleh mubazir. VIP lokasinya jauh lebih depan dari wrist band yang dibagikan Kiostix. Ketika gue menukar wrist band yang VIP, gue dapat row C. Jelas sih itu lebih dekat ke panggung daripada row F yang gue dapat dari Kiostix. Dan row R yang didapat Ridwan. Karena gue tahu Ridwan suka banget sama RV, gue akhirnya berinisiatif untuk ngasih Ridwan wrist band row F itu supaya dia bisa lebih deket ngeliat Yeri. Dan yang R gue kasih ke Dito yang pas ticket war nggak dapat tiket dan dia nggak suka-suka banget RV. Jadi nggak apa-apa ya Dit, lo gue kasih yang agak belakang hehehe. Maafin bukan pilih kasih tapi yang ngefans harus diprioritaskan.

(Lo boleh nge-judge gue apapun soal ini, tapi paling nggak gue nggak ngejual tiket gratisan. Sorry not sorry. #kibaspasmina)

Dan ketika semua sudah settle, tinggal nanti malam balik ke lokasi buat nonton. Waktunya pulang ke kosan, makan, lalu istirahat sebentar. Jangan lupa pinjem kamera bazooka juga supaya bisa motret Irene dengan lebih bening. Bener-bener deh hari itu gue dapat banyak banget bantuan dari orang baik. Seneng banget bisa dipertemukan dengan orang-orang baik! Nggak cuma Mely dan DW yang ngasih gue tiket VIP, tapi temen kantor gue, Krishna, yang mau minjemin kamera bazooka untuk motret malam itu.


Gue balik ke kosan sekitar jam 1 siang dan berniat untuk tidur sampai jam 3 sebelum berangkat ke rumah Krishna untuk minjem kamera. Tapi kayaknya badan gue sudah capek banget siang itu sampai akhirnya gue bablas sampai jam 4 kurang 15 menit. Gilak gue buru-buru mandi dan ganti baju pake t-shirt ‘Overdose’ merah yang sudah lapuk tapi masih kusayang itu, pesan ojek online dan langsung ke rumah Krishna yang untungnya deket banget sama kosan gue. Berbanding terbalik dengan kondisi gue yang terburu-buru sore itu, Krishna sedang menikmati hari dengan mager di kamar, duduk dan makan sore dengan posisi duduk sunah Rasul. Main Mobile Legend dengan makanan di mana-mana, kamar ber-AC dan lagi nonton film di TV superbesar yang ada di kamarnya.

“Posisi gue nggak berubah dari kemaren malem.” Katanya. Gue pengen ngumpat tapi nggak enak takut nanti nggak jadi dipinjemin kamera malah dijorokin dari lantai tiga rumahnya terus jatuh di atas pagar berduri dan mati sia-sia. Gue yang sedang terburu-buru karena takut nggak sampai ke lokasi tepat waktu cuma bisa ketawa doang.

“Kris makasih! Besok gue balikin kameranya langsung ke kantor aja ya?” kata gue. Dengan gerakan secepat kilat gue langsung turun ke lantai satu karena ojek gue sudah nunggu di depan sana dan langsung berangkat lagi ke lokasi.

Sepanjang perjalanan gue istigfar terus-terusan karena deg-degan dan panik. Dito belom sampai di lokasi sementara Ridwan udah nanyain gue lagi ada di mana karena kondisi sudah lumayan rame di sana. Gue paling nggak suka berada dalam kondisi terburu-buru kayak gitu dan ditambah dengan notifikasi WhatsApp yang nggak abis-abis yang berisi pertanyaan “Di mana? Cepetan!” kayak gitu. Makin senewen aja gue. Mana lagi abang ojeknya milih jalan yang muter-muter dan bikin gue pengen teriak. Gue hanya bisa mengelus dada (sendiri bukan dada abangnya) dan istigfar. Harus tenang. Kalau udah jodoh nggak akan kemana. Yang jelas nanti sampai sana harus solat maghrib dulu. Baru berbuat dosa lagi dengan meneriaki wanita-wanita yang ada di atas panggung nanti.

Gue nggak bisa tenang sebelum gelang row F itu berpindah tangan ke Ridwan dan gelang row R itu berpindah tangan ke Dito. Jadi sesampainya gue di lokasi gue harus ngumpet-ngumpet dulu buat itu. Setelah semuanya aman, kamera aman, teman-teman sudah punya akses masuk semua dan nggak ada lagi yang dikhawatirkan, perasaan gue juga sudah jauh lebih baik dan lebih stabil, gue pun bisa melangkah masuk ke dalam lift—yang padatnya mintak ampun udah kayak KRL Bogor – JKT Kota setiap pagi—dengan tenang.

Rin, kita akan ketemu sebentar lagi!



Gue awalnya suuzon kalo acara ini pasti nggak akan menarik. Gue suuzon kalau RV akan muncul di akhir dan cuma akan nyanyi satu lagu doang. Tipikal acara yang menampilkan artis yang paling ditunggu-tunggu terus akhirnya malah antiklimaks. Gue suuzon kalau RV di acara ini cuma sebagai pemanis dan pengundang massa doang. Pokoknya hari itu gue suuzon banget deh tentang event ini. Tapi suuzon ini beralasan karena pernah punya pengalaman serupa dengan acara-acara sejenis juga sebelumnya.

Walaupun tetap aja sih, ini acara gratisan jadi nggak boleh ngeluh.

Suuzon itu juga yang bikin gue nggak terlalu prepare macem-macem kayak semisal fanboard dan semacamnya. Padahal kalau dilihat dari posisi duduk, row C itu sangat notice-able banget kalau semisal gue bawa fanboard. Hari itu beneran gue lupa banget ngebawa fanboard SURENE yang selalu gue bawa ke setiap konser EXO itu. Gue juga lupa buat bawa kostum Pikachu yang sudah gue rencanakan untuk dipakai ke setiap event. Gue kebanyakan suuzon. Dan kebanyakan panik. Jadi lupa hal-hal esensial kayak gitu. Yang kepikiran beneran cuma kamera doang deh hari itu.

Tapi ‘Seoul Talk Concert’ ini membuktikan bahwa suuzon itu nggak baik. Karena ternyata acaranya bener-bener di luar ekspektasi banget. Gue kira RV akan muncul terakhir tapi ternyata enggak. RV justru muncul di tengah-tengah acara, setelah Gita Gutawa selesai perform (dan dia bagus banget malam itu! Dia nyanyi ‘Harmony Cinta’ yang adalah salah satu lagu favorit gue) dan dianugerahkan sebagai Duta Pariwisata Seoul untuk Indonesia, MC langsung manggil nama Red Velvet.

Ya gimana gue nggak heboh. Saking hebohnya gue sampai teriak kenceng banget dan mbak-mbak di sebelah gue beberapa kali gue pergokin berusaha untuk menutupi telinganya dengan rambut panjangnya. Entah apakah itu berhasil atau tidak untuk menghalau suara gue yang kelewat kenceng tapi bodo amat. Ini momen yang paling ditunggu-tunggu semua orang yang ada di situ termasuk gue. Gue nggak bisa nggak teriak.

Saking hebohnya gue sampai lupa buat periksa setting-an kamera itu. Kameranya belum di-set untuk burst shot/continous shot. Jadilah sepanjang RV masuk ke panggung, berdiri dalam formasi di tengah panggung, sampai lagu ‘Dumb Dumb’ itu selesai gue masih pake single shot yang berarti sekali pencet = 1 foto. Capek banget anjir selama nyaris empat menit telunjuk gue mencet-mencet shutter kamera berkali-kali. Meanwhile kalo pake mode burst kan bisa pencet sekali, tahan sampe capek, dan bisa seratus foto langsung kejepret. Dan karena gue sibuk motret juga akhirnya gue kehilangan banyak momen mesra antara mata gue dan Irene wkwkwkwkwkwkw. Gue hanya bisa memerhatikan dia dari balik lensa kamera itu aja.

Ya ikhlasin aja. Ini momen pertama. Kalau mereka balik lagi ke Jakarta di lain kesempatan, gue akan fokus nonton. Yang jelas hari ini berhubung kamera diperbolehkan dan posisi nonton gue juga nyaman banget buat motret, nggak bisa nggak menghidupkan kamera. Walaupun nggak sempat merekam fancam dan hanya bisa motret doang yaudah nggak apa-apa. Walaupun gue jadi nggak bisa menikmati lagu, dance, dan pergerakan pindah-pindah posisi mereka di atas panggung dan tiba-tiba lagu udah abis aja, nggak apa-apa. Yang penting dapat foto dan itu sudah jadi bukti otentik dan modal untuk blog. Ikhlasin aja.



Momen ketika lo melihat bias lo dari dekat dan secara langsung di lokasi konser itu bisa jadi momen yang akan lo inget seumur hidup lo sebagai fans KPop. Persis seperti ketika gue nonton Super Show untuk pertama kalinya di 2012 dulu, gue ngeliat anak-anak Super Junior putih pucat kayak manekin. Bukan manusia. Sebelum akhirnya gue terbiasa dengan penampilan artis Korea yang ternyata mostly seperti itu di kehidupan nyata. Gue bersyukur Irene terlihat sehat hari itu. Nggak kurus-kurus banget ternyata dia. Kakinya manusiawi juga nggak se-skinny itu. Bahagia sekali karena dia makan cukup dan tidur cukup ya sayang. #delu

Perasaan gue ketika melihat Irene hari itu persis seperti saat gue melihat Donghae, Siwon, Yoona, Suho, Baekhyun dan Taeyeon di konser terpisah. Menggebu-gebu. Meledak-ledak. Ingin memuji dari A sampai Z. Ingin lepas kontrol dengan teriak-teriak bahagia. Ingin loncat-loncat saking bahagianya. Beruntung gue masih sadar punya harga diri walaupun persentasenya mungkin sudah hanya tinggal di bawah 50%, kamera berat, ransel berat, dan posisi duduk agak ke tengah malam itu. Kalau pinggiran dikit mungkin gue sudah lari ke depan panggung dan ikutan dance ‘Dumb Dumb’ seperti orang dumb.

Suara teriakan fans yang ada di situ luar biasa kencengnya (GILAK SIH PAS FANCHANT ‘ROOKIE’ SAMA ‘RUSSIAN ROULETTE’ EDAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAN). Nggak kalah kenceng dari soundsystem venue yang the best banget karena memang didesain untuk pertunjukan-pertunjukan sekelas broadway. Jarak pandang gue ke panggung nggak sampai dua meter. Gue bisa melihat wajah Irene dengan sangat jelas tanpa kamera. Dan makin jelas lagi ketika pakai kamera. Lensa kamera yang panjang dan berat itu sangat sangat sangat membantu untuk bisa memotret dengan baik walaupun nggak nyeni juga tapi bodo amat. Wajah Irene sudah sangat mewakilkan sebuah karya seni Maha-Dahsyat dari Tuhan YME dan mbak-mbak tukang make up. Jadi angle kamera yang nggak nyeni nggak akan ngaruh kalo objeknya sudah indah. Gue kehabisan kata-kata dalam Bahasa Indonesia untuk mendeskripsikan wanita ini.

Mungkin lima kata cukup: calon ibu dari anak-anakku.

#ditendang

Dan nggak cuma Irene, in fact semua member terlihat stunning. Joy sangat ceria dan sangat ramah ke fans. Fans-fans yang beruntung dapat undian dan naik ke atas panggung pasti disapa dengan penuh cinta sama dia. Dikasih pelukan dan rangkulan terus diajakin foto bareng. Senyum Joy bener-bener fill the world with joy and happiness. I love her even more.


Wendy di sisi lain selalu menampilkan sisi dorky dan derp-nya dengan berbagai ekspresi-ekspresi lucu di setiap kesempatan. Keliatan banget kalau dia nggak mau jauh dari Seulgi, belahan jiwanya. Wendy terlihat jauh lebih sehat ketimbang ketika debut dulu dan waktu comeback‘Russian Roulette’. Rambut bergelombang itu bikin penampilannya lebih berisi. Walaupun gue sangat merindukan rambut lurus berwarna biru yang membuat gue jatuh cinta di awal.


Seulgi nggak bisa menutupi sisi ramahnya malam itu. Walaupun wajahnya terlihat ketus, tapi Seulgi selalu berusaha untuk melihat ke fans satu per satu. Nggak ragu juga dia buat melambaikan tangan atau sekedar bergaya ketika ada kamera yang mengarah ke arahnya dan berniat untuk ngambil gambar dia. Senyuman Seulgi bikin melting. Seneng banget lihat dia!


Yeri secara mengejutkan terlihat bocah banget. Kayak anak SMP. Kecil dan menggemaskan.“Aku mau culik dia!” kata Ridwan ketika kita ngobrol-ngobrol lagi setelah acara selesai. Walaupun kamera gue selalu fokus ke Irene, tapi Yeri curi-curi pandang melihat ke lensa kamera gue dan terjadilah eye contact delu itu. Yeri sangat ceria dan terlihat happy hari itu. Bukan bias gue memang tapi gue sangat bersyukur dia mau sering ngelirik ke kamera gue hehehehehehehehe.


Setelah nyanyi ‘Litte Little’ di luar dugaan ternyata RV ada sesi talk show sama MC. Inilah yang bikin suuzon gue semua terhapuskan begitu saja. Di sesi ini, penonton bisa puas banget deh mandangin mereka lekat-lekat. Satu per satu. Kamera gue nggak berhenti ber-klak-klik sepanjang sesi talk show. Di situ juga gue sama Irene punya momen yang entah apakah ini gue delu atau bukan, tapi gue yakin gue sadar saat itu. Cuma gue nggak bisa meyakinkan kalian kalau kalian nggak ada di deket gue atau nggak nonton fancam dari orang-orang yang duduk di sekitar gue (row C—mungkin ada yang nge-fancam-in dari row C atau D atau F juga).

Jadi waktu itu sesi talk show baru mau dimulai. Irene baru aja ngejawab satu pertanyaan pertama dari MC ketika fans mulai teriak-teriak heboh nggak bisa kontrol. Termasuk gue. Sekali teriak, dua belas kali motret. Sekali teriak, dua belas kali motret. Dan ketika MC menegur fans dan meminta mereka untuk tenang dulu karena Irene mau ngomong (MC juga meminta Irene untuk mengulang jawaban panjangnya tadi), gue teriak (yang gue yakin cukup keras untuk didengar Irene).

“IRENE NEOMU YEPPOYO!!!!!”

Dan entah apakah itu delu atau gimana (dan gue akan tetap menganggap itu delu sampai ada fancam yang membuktikannya). Apakah Irene sedang berbicara dengan orang lain (tapi pake mikrofon) atau gimana. Tapi sedetik setelah gue teriak itu, dia ngomong.

“Ne kamsahamnida.”

Selamat tinggal dunia. Gue mau ngesot sampai ke alaska dengan perasaan bahagia. Bodo amat deh gue delu atau gimana. Tapi gue inget posisi Irene memandang ke arah tempat duduk ke sebelah kiri dan gue bisa sok-sokan aja dia ngeliat ke gue. Gue teriak kenceng banget sampai nyaris berdiri. Orang-orang di sebelah gue udah pengen nyiram gue pake air panas. Orang-orang Korea dan pejabat-pejabat yang ada di row A dan B ketawa-ketawa ngeliat ekspresi berlebihan gue. Maaf. Saya memang gitu orangnya. Tapi saya nggak menyesali takdir saya ini. Saya bahagia.



Saat itu gue nyesel banget nggak bawa fanboard SURENE itu. Nyesel juga nggak pake baju Pikachu itu. Soalnya pasti dilihat. Pasti di-notice. Fakta bahwa Yeri banyak ngeliat ke kamera gue bikin gue jadi semakin gedeg sama diri gue sendiri karena lupa bawa barang-barang itu. Kalau gue pake baju Pikachu dan motret di tengah manusia berpakaian normal kan nggak mungkin mereka nggak notis. Bahkan mungkin gue dapat kesempatan untuk ke Korea gratis karena menjadi penonton dengan kostum teralay walaupun nggak ada gituan di rundown. Tapi ya penyesalan itu terbayarkan lah dengan semua yang terjadi hari itu. Puas banget!

RV total nyanyi empat lagu malam itu. Dua yang lainnya adalah ‘Russian Roulette’ dan ‘Rookie’. Yang paling nggak disangka-sangka sebenarnya kemunculan mereka pas encore. Gue yang selama Eru perform juga ngeliatin kamera dan merhatiin lebih dari 2000 foto yang sudah gue jepret selama setengah jam terakhir selama penampilan RV mendadak shock ketika MC manggil lagi nama RV untuk naik ke atas panggung. Momen itu benar-benar luar biasa. Gue yang “WHOA! WHOA! DEMI APA MEREKA MASIH ADA?!” karena gue kira setelah sesi mereka berakhir, mereka langsung balik ke bandara seperti kebanyakan artis KPop yang ke sini. Mungkin karena ini acara diplomatik kali ya jadi mereka lebih bisa lama ada di situ. WHICH IS GREAT!

Karena di momen encore itulah Yeri berinisiatif untuk menjulurkan tangannya ke salah satu fans (atau entah media mungkin) yang ada di depan panggung untuk meminta banner fan project yang dibuat oleh Reveluv Indonesia. Harapan semua fans tuh! Sayang banget di banner-nya nggak ada tulisan Indonesi-nya hehehe tapi RV upload ke Instagram dan pake caption Indonesia sih jadi semua patut berbangga.


Suuzon itu terbukti nggak baik hari itu. Karena acaranya di luar dugaan sangat menyenangkan dan sangat istimewa. Puas sepuas puasnya! Penantian selama berjam-jam di luar pas nungguin wrist band terbayar lunas. Kesel-keselnya pas ticket war juga jadi setimpal sama apa yang didapat malam itu. RV nyanyi empat lagu dan full live. Sekaligus membuktikan ke gue kalau suara mereka memang bagus banget kalo live. Makin sayang!

Gue pun bisa mencoret satu list di bucket list gue karena sudah bisa ketemu Airin. Eh, Irene. Nggak pernah nyangka akan ketemu dia secepat ini. Bahkan IU aja belom padahal udah lama ngefans IU. Mungkin memang belom jodoh. Dan keberuntungan itu belum menghampiriku. Kita pasti akan ketemu kok, IU-nim, pasti.

Dan Irene, makasih banyak. Sampai jumpa lagi!


“A thousand angels dance around you
I am complete now that I found you.”

-- I Knew I Loved You by Savage Garden

***

Oh iya, mungkin ada banyak yang bertanya-tanya juga tentang watermark yang gue gunakan untuk Red Velvet: Serabi Solo. Kalau lo udah follow gue sejak lama di sosmed pasti lo nggak akan heran sih. Karena nama-nama yang gue bikin untuk watermark nggak pernah beres. Ini udah jadi salah satu identitas gue sebenarnya. Nama-nama unik yang mungkin mbak Polar Light nggak akan kepikiran untuk menggunakannya kalau dia mendadak pengen jadi fansite grup lain. Gue selalu suka nama-nama yang punya huruf awalan sama. Kayak nama keponakan gue Salman Sharkan juga adalah ide gue. Jadi kebanyakan watermark gue selalu punya pola AA, BB, CC. Seperti misalnya Papa Pirang untuk EXO, Abang Antagonis untuk Kim Woo Bin, Jamaah Jawswa! untuk Joshua 'Seventeen', Sekuat Superman untuk Super Junior, Jerawat Junior untuk Jinyoung 'GOT7', Romeo Rabun untuk Infinite dan Membelasut Mesra untuk SNSD. Gue sudah menjelaskan maksud dari semuanya di notes Facebook ini jadi silakan klik di sini dan baca.

Baca selengkapnya soal watermark foto di sini.



Sementara untuk Red Velvet kenapa namanya Serabi Solo sebenarnya nggak ada alasan yang terlalu rumit dan istimewa. Red Velvet kan makanan manis. Dan semua orang di seluruh dunia punya Red Velvet dan resep yang berbeda-beda. Tapi mereka nggak punya Serabi Solo yang asli Indonesia. Dan Serabi Solo nggak kalah manis dan enak dari Red Velvet. Juga secara kebetulan makanan ini punya pola nama AA, BB, CC seperti watermark-watermak gue. Dan ketika beberapa tahun lalu gue ditanya sama seseorang di Twitter "Kalo Red Velvet nanti watermark-nya apa?" gue spontan jawab "Serabi Solo." karena itu yang pertama muncul di pikiran gue.

Seperti kemarin Mei nanya "NCT nanti watermark-nya apa?" gue jawab aja "Budak Berhala." dan mungkin itu akan jadi watermark yang lucu juga di bawah wajah WinWin. Semoga bisa motret pas MuBank JKT.

Follow Me/KaosKakiBau in everywhere!
Watch my #vlog on YouTube: KaosKakiBauTV (#vron #vlognyaron)
Twitter: ronzzykevin
Facebook: fb.com/kaoskakibau
Instagram: ronzstagram
LIVE SETIAP SENIN JAM 8 MALAM 'GLOOMY MONDAY!'
Instagram lain: kaoskakibaudotcom
Line@: @kaoskakibau (di search pake @ jangan lupa)

Photos on this article all from my personal library. Do not use without permission/cut the logo or watermark. WK.

Ada Apa di SMTOWN Theatre? [Part 4 – Habis]

$
0
0
Kalau gue punya banyak banget uang, semisal baru menang lotere (meski haram yah), mungkin kebahagiaan gue akan bertambah (meski fana ya pake uang haram) ketika gue berkunjung ke SMTOWN COEX Artium ini. Ya gimana nggak? Semua yang lo cari ada di sini. Apalagi kalau lo bertahun-tahun menghabiskan waktu jadi SM stan. Ini sih #surgadunia banget. Satu tujuan untuk berbagai hasrat spazzing lo.

Kalau mood lagi pengen belanja bisa berboros-boros di SUM Store demi sekedar kaca mata yang dipromosikan oleh EXO. Atau sekedar punya piercing kayak Taemin. Atau melengkapi koleksi CD KPop artis SM Entertainment yang belum pernah lo punya. Dengan harga yang bersaing (dan pride yang lebih karena beli di SUM Store langsung) CD-CD yang ada di rak di SUM Store itu minta banget dimiliki. Ngeliat EXO 1st Box sama EXO 2nd Box bener-bener ngiler. Tapi pas liat harganya langsung telen lagi ilernya. Kecuali I just hit the Lotto mungkin kubisa membeli semua benda-benda fana penghias lemari itu.

Dengan budget yang banyak lo juga tentu saja bisa beli cemilan-cemilan mahal bergambar artis SM di sini. Atau sekedar permen berlogo EXO yang kalau kelamaan diemut bisa bikin langit-langit mulut dan lidah iritasi karena mendadak jadi tajam-tajam. Udah mahal, bikin sakit pula. Tapi demi yang namanya gengsi kadang-kadang sih bodo amat. Yang penting udah pernah beli dan makan permen yang ada logo EXO-nya. Sakit dikit gapapa deh.

Dan kalau punya waktu luang yang banyak sih gue masih tetap ingin duduk-duduk ngopi di LIVErary Café. Walaupun bukan tempat yang ideal untuk itu (yakin), tapi pengen sekali dalam seumur hidup melakukan itu. Bikin satu tulisan blog di sana kayaknya akan sangat menyenangkan. Ditemani dengan lagu-lagu yang sudah familiar, reaksi-reaksi fans yang juga sudah familiar (dan berisik), serta suasana lampu temaram dan ruangan yang hangat itu kayaknya akan bisa memberikan banyak inspirasi untuk menulis. Someday, I will!

Gue sebenarnya tertarik masuk SMTOWN Studio dan coba didandanin kayak WinWin dengan rambut gimbalnya di ‘Limitless’. Tapi gue bingung bagaimana menyikapi kumis dan jenggot gue. Facial hair ini sebenarnya gatel pengen gue cukur dan beberapa hari terakhir ini gue kepikiran untuk cukur kumis dan jenggot. Tapi gue masih nggak pede. That images of me smiling without moustache was too disgusting to think about. Walaupun… penasaran juga apakah gue masih terlihat se-disgusting itu apa nggak ya. Tapi takut nyesel. Karena tumbuhnya bisa agak lama dan gue nggak akan berani live Gloomy Monday tanpa kumis.

Tapi kalau ada uang sih sebenarnya masalah kumis nggak gimana-gimana ya. Pengen juga bisa punya DVD rekaman nyanyi dan dance dari SMTOWN Studio kan sebagai souvenir yang akan gue pamerkan dengan bangga ke anak cucu meski rasanya pasti akan sia-sia karena gue yakin generasi mereka nggak akan se-freak itu soal KPop di masa depan. Mungkin justru di masa depan Keroncong dan musik-musik daerah yang akan menguasai dunia. Siapa yang tahu? Cuma ya tetep aja kalaupun anak cucu nggak tertarik mendengarkan cerita tentang (kalau) gue pernah rekaman di SMTOWN Studio, DVD dan album foto itu toh tetap bisa jadi hiasan dinding yang lucu di pojokan kamar.

With no budget at all sebenarnya nggak ada juga ruginya masuk ke SMTOWN COEX Artium. Kalau lo tipe fans kere kayak gue, yang cuma ngeliat tembok ditempelin banner EXO aja sudah bahagia, then this is your kind of heaven guys. Lo masuk aja ke setiap lantai dan take a picture with every walls in there. Karena gambarnya beda-beda dan lo pasti akan menemukan kebahagiaan alay dengan foto sama dinding di sini. Tapi kalau emang niat lo untuk ngalay doang, pastikan datang dengan teman. Supaya foto lo nggak cuma sekedar selfie. Karena ada banyak dinding yang kalau di foto harus dari jarak jauh supaya semua gambarnya keliatan hihihi….

Dan melanjutkan perjalanan kere gue di SMTOWN COEX Artium, sampailah gue dan Anis di lantai paling atas di gedung itu: SMTOWN Theatre.

Maghrib menjelang di kota Seoul. Eh, maghrib jam berapa sih? Hahaha. Kayaknya di Seoul maghrib-nya udah nyaris mau isya di Jakarta. Malam ini gue nggak ada plan lagi mau ke mana-mana sampai besok. Jadi setelah SMTOWN COEX Artium rencananya mau pulang aja ke hostel dan istirahat. Persiapan untuk jalan besok. Udara dingin di Seoul bener-bener nggak bisa bikin gue lama-lama ada di luar. Walaupun bisa sih di paksain, tapi nggak lucu juga kan kalau misalnya sakit terus jadi nggak bisa ke mana-mana. Gue yakin di luar semakin dingin, tapi di dalam sini tetap hangat. Hanya tinggal satu lantai lagi yang belum dijelajah di SMTOWN COEX Artium nih. Gue sama Anis pun naik ke lantai 5F. Ke SMTOWN Theatre.

Gue sering denger nama ini. Sering baca juga di situs-situs berita KPop kalau misalnya anak-anak SM lagi mau bikin acara ulang tahun, konser solo (The Agit kalau nggak salah di sini juga kan ya?) dan tempat anak-anak SM ROOKIES menggelar SM ROOKIES Show mereka sebelum debut sebagai NCT dulu. Dalam perjalanan ke atas gue sama Anis sempat bahas soal artis SM yang main-main ke sini. Dan menurut Anis kalau kondisi hari ini nggak terlalu rame bisa dipastikan nggak ada artis yang ada di situ. Karena kalau ada kan pasti ada aja yang nguntit. Lagipula most of them sekarang lagi ada di Hong Kong untuk MAMA.

“Kalau ada anak SM ROOKIES di sini bisa rame banget kak.” Kata Anis. Gue mengernyitkan kening.
“Serius? Gue kira mereka nggak terkenal-terkenal banget lho?” gue agak nggak percaya.
“Ih apaan. Mereka tuh banyak banget fans-nya. Dan tahu sendiri kan fans-fans di sini kebanyakan anak-anak sekolah. Dan itu pasti rame banget.” Kata Anis sambil kita naik eskalator ke lantai berikutnya.

Jauh di lubuk hati gue hari itu gue berharap akan ketemu sama satu atau dua artis SM. Siapa kek yang mendadak muncul di situ. Mendadak pengen beli kopi di café yang ada di situ. Atau mendadak mood nyoret-nyoretin mukanya yang ada di dinding-dinding gedung. Tapi biasanya kalau gue ngarep nggak akan kejadian. Seringkali begitu. Maka dari itulah gue selalu nggak pernah mau membiarkan otak dan hati gue berharap pada sesuatu yang chance kejadiannya itu cuma minus 99%. Sama kayak misalnya gue selalu nggak pernah beruntung untuk urusan per-bandara-an kalau ada artis KPop dateng ke Jakarta. Meski gue dateng ke bandara lebih cepat dari sebagian besar manusia yang kemudian memenuhi bandara untuk nungguin artis kesukaan mereka hari itu, pasti gue nggak akan pernah ketemu. Itulah makanya gue nggak pernah suka ngejer artis ke bandara. I know my luck is not there so… yeah…

SMTOWN Theatre ada di lantai 5 dan lantai 6 gedung COEX Artium. Lantai 6 dikhususkan untuk digital 3D printing, kalau lo mau bikin miniatur diri lo dalam bentuk 3D printing seperti patung raksasa Suho yang ada di part sebelumnya. Karena gue nggak ada rencana untuk mencetak apapun dalam bentuk 3D jadi gue sama Anis sekip part ini. Nah di lantai 5 itu ada banyak yang bisa dilihat. Termasuk kursi-kursi yang biasanya di-arrange sama staff lantai 5 jadi nama artis SM kalau mereka hari itu sedang berulang tahun. Sayangnya waktu gue ke sana, gue nggak sadar sama sekali sama arrangement kursi itu. Gue kira yaudah random aja. Jadi nggak kepikiran mau di foto dari atas dan ngebaca tulisannya.


Kalau dari informasi yang ada di dinding, ada tiga hal menarik di lantai 5 ini. Yang pertama Hologram Theatre. Kebetulan kan waktu itu lagi masa-masanya SM (dan beberapa perusahaan hiburan di Korea lainnya) gandrung sama hal-hal hologram. Kebetulan waktu gue ke MBC World gue sempat nonton konser hologram-nya artis YG juga kayak Psy dan 2NE1. Nah SM tuh punya juga yang kayak gitu di gedung ini. Yang lagi dipromosikan waktu itu adalah School of Oz itu yang ada Suho, Xiumin, Seulgi, Key, Luna dan lain-lain juga. Selain itu, di teater hologram ini juga ada cerita lain yang dimainkan sama anak-anak SM. Kayak ‘Girl Story’ yang dimainkan oleh Minho dan Yoona. Sekali lagi, kalau ada uang mungkin gue akan masuk dan nonton. Tapi karena gue fans kere jadi cuma datang untuk foto-foto aja nggak apa-apa deh hehehe.

Ada juga Community Hall di lantai ini. Mungkin maksudnya gedung serbaguna kali ya? Semacem hall untuk pertemuan, press conference, perilisan album dan mungkin juga acara ulang tahun artis-artis SM. Karena nggak mungkin masuk tanpa alasan yang jelas dan tanpa ada event (dan ngapain juga masuk karena pasti isinya panggung kosong sama kursi-kursi kosong kalau nggak ada acara kan) jadi bagian itu juga kami sekip.

Yang ketiga adalah Interactive Amusement. Nah yang ini juga nggak gratis sebenarnya. Tapi kalau mau dicoba bisa tanpa perlu bayar. Sebelum kita masuk ke bagian itu, gue kasih gambaran sedikit soal lobby SMTOWN Theatre yang ternyata banyak juga berisi hal-hal menarik yang mungkin bisa lo foto untuk di-posting di Instagram hihihi.


Gue udah menyinggung soal kursi-kursi itu di paragraf sebelumnya. Nah di sekeliling lobby SMTOWN Theatre ini ada semacem pameran foto SMTOWN Gallery. Di situ ada puluhan (mungkin sampai seratus kali ya?) foto-foto artis SM yang diambil eksklusif di berbagai kesempatan. Dan ukurannya pun gede banget. Dibingkat kuat dan diatur sedemikian rupa jadi bisa lo bolak balik kayak lagi ngeliat katalog. Bedanya ini bukan buku, ini poster gede berbingkai yang berdiri dan nempel di dinding. Ada foto-foto dari teaser album, ada juga foto-foto yang diambil saat konser. Kalau mau foto sama poster besar ini juga nggak masalah tapi saking banyaknya jadi bingung mau gimana hihihi. Selain itu ada juga foto-foto berbingkai yang ukurannya lebih kecil.


Di salah satu sisi dinding di lobby itu ada panoramic screen, layar yang superpanjang, yang nge-loop video-video artis SM. Loe bisa duduk di kursi (yang tadi itu yang kalo ada yang ulang tahun dibentuk nama artisnya) sambil merasakan sensasi nonton MV artis SM yang panjangnya mungkin bisa lebih dari 10 meter? Soalnya beneran ini panjang banget bahkan ketika lo duduk di tengah-tengah, sudut kiri dan kanan mata lo pun masih bisa menyaksikan video yang sedang diputar tanpa harus capek-capek melirik. Kebetulan waktu itu TaeTiSeo mau comeback dengan lagu natal dan teaser mereka (yang kebetulan belum sempat gue tonton di YouTube) diputar juga di situ. Jadi lumayan deh sensasi menontonnya berbeda. Gue juga sempat nonton ‘4 Walls’ di layar panjang itu.

Kalau di lantai sebelumnya ada patung 3D printing-nya Suho, di lantai SMTOWN Theatre waktu gue dateng ada patung-nya Changmin. Masih dari School of Oz juga. Bener-bener mirip sih sama aslinya. Karena gue belum pernah liat patung lilin di Madame Tussauds jadi gue adore yang ini aja dulu. Mungkin nanti akan beda feel-nya kalau gue udah masuk Madame Tussauds. Semoga one day bisa deh!


Nah di sisi lain lobby itu ada lorong yang juga isinya sebenarnya nggak ada. Cuma poster artis-artis SM yang ditempel di dinding. Tapi konsepnya kayak lorong blok-blok di kota dalam cerita-cerita dongeng gitu. Dengan dinding-dinding yang ditempeli wallpaper batu bata, artis-artis SM berderet dari ujung satu ke ujung yang lain. Minta diajak foto banget meski cuma sekedar tempelan di dinding. Mulai dari Baekhyun sampai Irene ada di situ. Bahkan Tao pun masih ada. Sayangnya Baekhyun tidak ditempatkan di dekat Taeyeon saat itu. Dan Suho posisinya jauh-jauhan sama Irene. Tapi Suho di situ sama Tiffany dan dia pake kemeja pink biru yang sudah lama gue inginkan itu. Jadi nggak masalah mau berdiri sama siapa aja deh. Dimaafin.

(((((LAAAAAHHHHH URUSAN LO APE)))))




Sudut ini memang lokasi foto-foto sebenarnya. Sama seperti yang ada di MBC World juga. Bedanya ya kalo di MBC World lebih ke drama Korea sama variety show yang tayang di stasiun televisi tertua di Korea itu, kalau di SMTOWN Theatre ini ya isinya artis-artis SM. Dan lagi-lagi Siwon sempat untuk datang dan menandatangani posternya di dinding itu. Edan!

Pindah ke bagian lain dari lobby, ada pojok photo box yang bisa dicetak jadi sticker. Di MBC World juga yang ini ada. Tapi kebanyakan artis YG di sana. Masuk ke sini photo box tanpa bayar kok. Kecuali lo cetak fotonya baru bayar. Walaupun ini terlalu cheesy untuk orang berusia 24 tahun seperti gue (waktu itu) tapi toh gue masuk juga. Ya kan kapan lagi coba?


Photo box di sini dibagi jadi dua ruangan. Ada yang untuk dewasa doang, ada yang untuk dewasa dan anak-anak. Ada banyak template-template cheesy yang bisa lo pilih sehingga seolah-olah lo lagi foto sama mereka gitu. Walaupun sih nggak real juga keliatannya. Kayak misalnya gue yang foto sama D.O dan Chen ini kan keliatan banget fake-nya karena masa D.O lebih tinggi dari gue?! NGGAK TERIMA! #canda. Dan lo sayangnya nggak bisa milih OTP lo di satu template yang sama. Karena Suho nggak sama Baekhyun dan D.O nggak sama Kai di template-nya. Jadi terima saja apa adanya. Dan untuk gue yang nggak nyetak sama sekali juga ngapain protes coba?


Booth foto ini memang agak tricky kalau nggak jago dan terbiasa. Jadinya malah aneh pas dicetak. Kayak misalnya foto gue sama Irene ini. Masa kepala Irene kecil banget gitu sih? Kalau dari tone warna kulit sudah jelas beda sih ya. Cuma ya agak aneh aja bentukannya hihihi. Lebih bagus kalau photoshop sendiri dan dicetak di kertas stiker sendiri. Ya tapi untuk oleh-oleh dan sebagai tanda mata untuk diri sendiri karena sudah mengunjungi SMTOWN Theatre sih nggak ada salahnya silakan di print. Mungkin range-nya sekitar KRW 10 ribu. Gue gak inget karena nggak sempat nyatet harganya juga.

Nggak butuh waktu lama kok kalau udah sampe di lantai ini. Nggak sampe setengah jam gue sama Anis pun akhirnya kelar dan kita pun kembali ke lantai dasar untuk cari makan. Waktu sudah menunjukkan sekitar pukul 17:30 atau 18:00 KST. Gue lumayan lapar sih karena terakhir makan pas sama Ched dan Suzy di sekitaran Gwanghwamun tadi siang. Anis ngajakin ke Lotteria dan ya di sana kita juga bisa ngobrol-ngobrol juga. Udah lama banget sih gue nggak ketemu Anis. Terakhir yang gue inget kita sama-sama nonton fanmeeting-nya Jung Il Woo di Mall Taman Anggrek. Waktu itu gue kebetulan dapat dua ID media dan gue kasih ke Anis satu. Dari situlah gue akhirnya tahu kalau Anis dapat beasiswa ke Korea dan kuliah di sana. Bikin iri.

Anis cerita sedikit tentang kehidupan fangirling-nya setelah di Korea. Belakangan katanya dia lagi gandrung sama Jooyoung dan aktif di fandom. Anis juga sering translate-translate berita soal Jooyoung untuk di-share ke fans Internasional. Kemampuan bahasa Korea-nya yang udah keren banget sih sangat dibutuhkan untuk fans-fans yang nggak ngerti hangul sama sekali. Itu juga salah satu impian gue bisa jago bahasa Korea sebenarnya. Hahaha. Tapi sekarang kayak semua orang punya pemikiran yang sama. Jadi gue hanya menikmati saja hasil karya orang lain dan tetap mager. Kemampuan bahasa Korea gue cuma sebates hana dul set, jigeum-eun sonyoshidae aperodo sonyoshidae yongwonhi sonyoshidae dan we are one anyonghaseyo exo imnida.

Ada satu momen juga di mana gue akhirnya cerita soal kehidupan. Kayak kapan gue akan lepas dari semua per-KPop-an ini misalnya. Dulu (sekarang sih udah nggak) memang kepikiran untuk ya starts a real life tanpa ada embel-embel KPop gini. Gue juga cerita ke Anis kalau gue pengen balik ke Lombok untuk kerja di rumah aja. Jauh dari segala riuhnya kenikmatan ber-KPop ria di Jakarta.

“Ah tapi kamu sih kayaknya bukan tipe yang kayak gitu sih kak. Aku sih nggak yakin kamu akan bisa. Bukan gimana ya, tapi nggak bisa aja ngebayangin kamu tinggal di sana dan nggak ngapa-ngapain gitu lho. Kayak kerja terus pulang terus yaudah.” Kata Anis. Gue cuma ketawa aja. Karena memang agak susah juga sih untuk menetap dan jadi warga Lombok lagi setelah merasakan keindahan Jakarta yang begitu fana itu.

Berapa kali coba gue menulis kata fana dalam posting-an ini.

Gue juga mengutarakan keinginan gue buat jadi YouTuber ke Anis yang mana baru bisa gue wujudkan tahun lalu. Walaupun masih kacangan sih. Tapi at least gue mencoba dan mencoba untuk lebih baik. Sisanya ya kita ngomongin soal gue ngapain di Korea. Gimana kuliah di Korea. Dan bagaimana Anis nggak terlalu suka kalau semakin banyak perusahaan Korea masuk ke Indonesia dan berusaha “menjajah”. Juga keinginan Anis untuk kembali ke Indonesia dan ngajar di UI dengan segala ilmu dan pengalaman yang dia dapat selama kuliah di Korea. Mulia sekali ya. Meanwhile gue masih mikirin gimana nih caranya bikin konten tulisan dari perjalanan ini yang bisa memuaskan hasrat para pembaca blog gue yang juga sama-sama bau KPop kayak gue. Hihihii…

Matahari sepertinya sudah tenggelam sempurna. Sudah waktunya pamit dari COEX dan kembali ke Hapjeong. Gue juga harus buru-buru balik ke hostel supaya bisa sholat. Nggak sabar untuk menyambut esok hari dengan petualangan lain. Besok gue akan ketemu Mely. Temen gue yang lain yang juga dapat beasiswa Korea dan kuliah di sini. Mely setuju buat tinggal di hostel yang sama dengan tempat gue karena kebetulan dia dapat kamar di situ. Dan dia juga yang mengatur itinerary gue selama beberapa hari di Seoul. Jadi besok gue akan ke beberapa tempat yang berbeda termasuk mungkin gedung SM Entertainment.

Keluar dari  Lotteria dan berjalan menuju stasiun subway, gue berpapasan dengan standee Ryu Jun Yeol dengan booth foto ‘Reply 1994’-nya di tengah-tengah COEX Mall.

“Mau foto?” tanya Anis karena gue berdiri lama di deket situ buat baca-baca. Gue lagi suka ‘Reply 1994’ dan memang masih tayang juga kan waktu itu.

“Nggak deh. Gue tim Choi Taek soalnya. Bukan tim Jungpal.” Dan kami pun lanjut berjalan ke Samseong Station. Sampai akhirnya di sana ketemu sama iklan ucapan selamat ulang tahun untuk Chanyeol yang ada di salah satu dinding Exit stasiun. “Hmm… gue bukan fans Chanyeol sih Nis. Tapi kalau yang ini gue mau foto. Hehehe…”

Dan ya akhirnya gue fotoan sama (banner) musuh bebuyutan gue di EXO.

Follow Me/KaosKakiBau in everywhere!
Watch my #vlog on YouTube: KaosKakiBauTV (#vron #vlognyaron)
Twitter: ronzzykevin
Facebook: fb.com/kaoskakibau
Instagram: ronzstagram
LIVE SETIAP SENIN JAM 8 MALAM 'GLOOMY MONDAY!'
Instagram lain: kaoskakibaudotcom
Line@: @kaoskakibau (di search pake @ jangan lupa)

Photos on this article all from my personal library. Do not use without permission. WK.

Salju di Seoul [Part 1]: Ke BBQ-nya Sungyeol ‘Infinite’ Bareng Teman Prancis

$
0
0
Hey guys, kalau kalian baru sampai di KaosKakiBau.com, perkenalkan gue Ron, dan gue sedang berusaha menyelesaikan cerita perjalanan pertama gue ke Seoul bulan November – Desember tahun 2015 lalu. Memang ini sudah sangat lama sekali tapi karena ini pengalaman pertama jadi sangat berkesan buat gue. Series ini gue kasih judul ‘Finally, Seoul!’ karena kayak “AKHIRNYA! GUE KE SEOUL JUGA!” setelah bertahun-tahun suka KPop dan setelah bertahun-tahun menjabat sebagai reporter KPop di detikHOT (well, I resigned 1 year ago tho). Baca semua seri cerita ini dari bawah ke atas supaya nyambung ya!

1. Jalan-jalan Kere di SMTOWN Studio [Part 4 - Habis]
2. SMTOWN COEX Liverary Cafe Tour! [Part 3]
3. Dimarahin Mbak-mbak di SMTOWN Studio [Part 2]
4. Deg-degan Masuk SMTOWN COEX Artium [Part 1]
5. Rabu yang Basah di Gwanghwamun
6. Indomie tengah Malam di Seoul
7. Susahnya Nyari Taksi di Seoul!
8. Bonjour, Petite France!
9. Jadi Tukang Foto Orang Pacaran di Nami
10. Ngeliat Song Seung Hun Syuting 'Saimdang - The Herstory' di Ohjukheon
11. OMG! Saya Ikutan Press Conference Drama Korea!
12. Pertemuan Pertama yang Awkward dengan Salju (ALAY BANGET ASTAGA!)
13. Ngegaul Sendiri di Dongdaemun Design Plaza
14. MBC World, Tempat Seru Buat Ngalay!
15. Jangan ke Myeongdong Kalau Nggak Punya (Cukup) Uang
16. Dream Come True: Finally, Seoul!

Gue masuk ke kereta bawah tanah di Samseong Station dengan perasaan senang yang bercampur aduk. Meski ini sudah hari ketiga gue di sini tapi gue masih tidak menyangka bahwa akhirnya gue ke Korea Selatan juga. Masih seperti mimpi kalau sekarang gue ada di Seoul. Di dalam kereta bawah tanah menuju Hapjeong Station. Duduk di antara orang-orang asing yang anehnya terasa familiar. Gue menarik nafas panjang dan menghembuskannya pelan-pelan. Kereta bawah tanah itu nyaman dan hangat. Gue suka. Di atas tadi angin lumayan kencang. Jadi biarkan gue menikmati sedikit kehangatan ini dulu sebelum nanti kembali menerjang angin dari Hapjeong Station menuju hostel. Gue mulai mengantuk.

Untungnya kali ini gue nggak sampai salah turun seperti waktu ke DDP. Gue sekarang sudah jago naik subway dan sudah percaya diri menentukan Exit yang mana yang harus gue ambil untuk menuju tempat yang gue inginkan. Gue sebenarnya tipe pelupa, tapi kalau urusan jalan, belok kiri, belok kanan, patokan gedung ini lalu lurus sampai mentok, gue yakin gue jagoan. Jalanan dari peron menuju ke jalan keluar di Hapjeong Station sekarang sudah gue hapal di luar kepala.

Saat meniti eskalator kecil menuju salah satu pintu keluar di Hapjeong Station gue sudah bisa merasakan angin kencang dari luar. Sepertinya bakal hujan. Gue membetulkan posisi syal dan memasukkan tangan ke dalam kantong jaket abu-abu yang gue pakai hari itu. Dinginnya baru berasa sekarang. Tadi siang nggak terlalu terasa waktu di Gwanghwamun. Yang paling terasa menyiksa ketika angin dingin berhembus sih sebenarnya bagian kuping, atas jidat dan leher bagian belakang. Gue berjalan agak terburu-buru menuju Maru Hostel Hongdae.


Matahari sudah benar-benar terbenam. Lampu-lampu bar, kafe dan kelab di sepanjang jalan menuju ke hostel sudah mulai menyala. Orang-orang juga sudah mulai berdatangan ke tempat-tempat karaoke yang ada di dekat situ. Beberapa pasangan terlihat berpegangan tangan, saling rangkul dan tertawa-tertawa sambil jalan. It feels amazing. Walaupun gue hanya jalan seorang diri tapi melihat orang lain bahagia itu jadi sebuah suntikan kebahagiaan juga buat gue. Liat aja nanti gue ke sini bawa pasangan biar gue bikin cemburu semua orang yang melihat gue. Liat aja.

#niatbalasdendam

Gue nggak ketemu Ched di hostel setelah sampai di sana. Di ruang tamu hostel sudah ada beberapa bule yang sedang nonton TV, ada yang sedang sibuk sama laptopnya sendiri, ada juga yang lagi duduk-duduk nggak ngapa-ngapain kayak menghabiskan waktu for nothing. Karena mereka nggak terlihat seperti orang yang mau beramah-tamah jadi gue cuek aja. Setelah keluar dari lift gue langsung menuju kamar. Memasukkan kode pintu dan tidak menemukan siapapun di dalam sana. Sepertinya orang-orang juga belum pulang.

Koper gue berantakan banget di bagian bawah kasur. Males untuk gue beresin jadi gue biarin aja berantakan. Sebenarnya gue bisa sih memindahkan isinya ke dalam loker yang ada di luar. Menggantung beberapa baju supaya nggak kusut ketika mau digunakan (seperti yang dilakukan Ched). Tapi ah buat apa juga. Toh baju-baju itu nggak akan kelihatan karena pada akhirnya gue pasti akan pakai sweater dan juga coat. Jadi cuekin aja mau kusut juga nggak apa-apa. Gue langsung manjat ke kasur atas dan meletakkan ransel di sana. Turun lagi untuk ambil laptop di loker dan kembali naik buat backup semua foto-foto hari ini. Sementara itu selesai gue memutuskan untuk mandi air hangat karena sedang tidak mood melakukan Ice Bucket Challenge kalau mandi air dingin. Sebenarnya gue orangnya males banget mandi, tapi karena kedinginan di luar tadi, mandi air hangat sepertinya akan sangat menyenangkan. Mandi air hangat mengingatkan gue dengan beberapa kali menginap di rumah Ajie di Cimahi. 

Gue udah nggak sabar untuk menyambut besok sih. Karena Mely akan datang besok dan akan jadi guide gue selama seharian. Makanya gue nggak lanjut ke lokasi lain setelah dari COEX tadi karena malam ini sebaiknya mengistirahatkan kaki dan pinggang. Pakai insoles jalan kaki seharian itu nggak semenyenangkan penampilannya. Mely sempat chat gue memberitahukan jadwal keretanya dari Chuncheon besok dan kekhawatirannya akan cuaca.

“AccuWeather bilang besok bakalan ujan dari pagi sampai sekitar jam 9-an. Lanjut siangan lagi nanti hujan lagi. Di sini ramalan cuacanya suka ngeri. Bener-bener kejadian gitu.” Katanya.

Kalau hujan kan fix nggak akan bisa ke mana-mana. Tapi ya mau gimana lagi. Masa iya lo mau melawan kehendak alam. 

“Ya kalau gitu tunggu hujan reda aja kali ya?” kata gue.
“Abis hujan reda kayaknya bakalan bersalju.” Kata dia lagi.
Ya fix sih gue akan main salju. “Nggak masalah kalau salju gue akan dengan senang hati keluar sambil nyanyi ‘Let It Go’.”

Dengan modal berpikir positif terhadap cuaca besok dan sedikit doa semoga cerah jadi bisa jalan-jalan, gue melanjutkan backup data dan sedikit upload foto ke sosmed sebelum tidur. Juga mengisi daya beberapa gadget yang gue bawa supaya besok bisa dibawa jalan-jalan lagi seharian. Beruntung colokan di Korea Selatan bentuknya persis sama dengan yang di Indonesia. 

Tips: Bawa colokan ganda dan colokan terminal dengan kabel minimal 1,5 meter untuk semua kebutuhan listrik lo selama traveling. Lo nggak akan bawa-bawa ini saat jalan kok. Cuma waktu di tempat nginep doang jadi nggak giliran nge-cas kamera dan handphone. Semua bisa dilakukan secara bersamaan.
Sumber: chedricangeles.com

Gue nggak tahu ketiduran jam berapa malam itu dan mungkin terlalu nyenyak sampai-sampai nggak sadar jam berapa Ched pulang dan merangkak naik ke kasurnya. Paginya malah kesiangan dan buru-buru sholat subuh karena bener-bener takut telat. Ruangan kamar yang nggak berjendela itu bikin nggak tahu apakah ini sudah siang atau masih pagi. Tapi jam tujuh di sana rasanya bener-bener kayak masih subuh banget. Nggak heran kalau orang-orang masih pada tidur sementara gue udah bugar aja jam segitu. Selimut dan kasur yang disediakan di hostel nyaman dan hangat minta ampun. Sampai nggak pengen buat turun dari kasur dan ingin bermanja-manja sama bantal aja.

Mely baru akan datang sekitar jam 10 atau jam 11 siang ini. Dan gue baru fully awake sekitar jam 8-an. Di sanalah gue akhirnya keluar kamar dengan kaus tipis dan celana training olahraga SMA gue yang masih muat (setelah lebih dari 6 tahun berlalu), lalu menemukan kenyataan bahwa AccuWeather itu benar-benar horor. Karena beneran hujan deras banget pagi itu.

Gue bengong saat ngintip dari jendela lantai 6 gedung itu dan melihat tetesan air hujan menabrak kaca dengan sangat antusias dan menggebu-gebu. Awan hitamnya tebel banget dan sesekali petir juga bikin merinding. Ah damn! Bisa batal nih semua acara jalan hari ini kalau hujan terus! Tapi gue ingat kata Mely soal keakuratan aplikasi peramal cuaca itu. Jadi gue buru-buru kembali ke kamar dan ambil handphone lalu ngecek ini hujan bakalan bertahan sampai jam berapa. Menurut aplikasi itu hujannya bakalan abis jam 9 pagi dan diganti dengan salju. Oke kita tunggu apakah akan bener-bener bersalju jam 9 pagi ini. Meanwhile sebaiknya kita mandi dulu dan siap-siap sebelum Mely datang.

Selama di sini gue nggak pernah mandi lama-lama. Biasanya kalau di rumah bisa lama banget dan nyaris 30 menit. Serius gue nggak luluran dulu atau gimana di dalam kamar mandi. Mungkin karena gerakan gue yang terlalu lamban dan keasikan main air makanya jadi lama. Nah selama di hostel gue nggak pernah mandi lama. Paling banter 10 sampai 15 menit dan itupun sudah termasuk gosok gigi. Karena gue tahu kamar mandi itu nggak cuma gue yang pake tapi juga belasan orang yang ada di hostel itu. Pas keluar dari kamar mandi Ched udah duduk manis di meja makan menikmati kopi dan roti bakarnya.

“Hi, having fun yesterday?” tanya gue sambil ngeringin rambut pake handuk yang gue bawa sendiri dari rumah. Di hostel ini nggak menyediakan handuk tapi lo bisa sewa berapa Won gitu untuk dipakai sampai lo pulang.
“Yeah. So much fun! I have a lot of great photos on the Palace and also taking a few of instax. You wake up early. Are you going somewhere?” tanya dia. 
“Yeah. My friend will come at around 10 or 11 and we will have city tour today. But its still raining outside so maybe we’re gonna go around 11,” gue menjelaskan sedikit sebelum izin sebentar ke kamar buat ambil handphone dan ketika gue kembali, harapan untuk jalan-jalan hari ini kembali terbit. Hujan sudah berhenti dan sudah berganti salju!

Kayak anak kecil, gue loncat ke sofa dan buka tirai penutup kaca jendela. Lagi. Perasaan bahagia yang nggak terdeskripsikan itu menyerang gue. Rasanya tenang dan nyaman. Somehow it makes my heart warm. Gue jadi ngerti kenapa Harry sebahagia itu waktu ngeliat Ginny dan merasakan ada yang aneh di hatinya. Juga tahu bagaimana rasanya Ron (yang lain) menyimpan perasaan diam-diam ke Hermione. Rasa bahagia yang muncul hari itu persis seperti ketika gue pertama kali liat…. Dia. There is something about snow that I really love yet I couldn’t explain what. I just love it. Beberapa kali gue jepret fotonya pake handphone ASUS gue waktu itu tapi nggak keliatan juga butiran saljunya jadi yaudah. Terkadang ada momen yang hanya bisa lo nikmati dengan mata dan disimpan dalam hati dan pikiran, nggak ter-capture dalam jepretan foto.

Sumber: chedricangeles.com

Gue terdiam cukup lama memperhatikan salju-salju yang jatuh itu. Awalnya biasa aja. Butirannya jarang-jarang. Terbang ringan banget di udara kayak kapas versi abis dimasukin ke food processor. Sisa hujan yang tadi masih keliatan di atap-atap gedung sekitar. Tapi pelan-pelan salju menutupinya. Dan nggak lama setelah itu jadi makin deras. Nggak butuh waktu lama untuk salju-salju itu menutupi hampir seluruh permukaan atap bangunan di kawasan itu. Dan ya, semakin lama mata gue semakin nyaman ngeliatin salju turun dari langit. Ya, gue orangnya emang se-random itu. Mungkin saking random-nya sampai-sampai susah dapat pasangan. Karena gue lebih suka duduk ngeliatin hujan sambil ngeteh berdua di teras terus selimutan daripada harus nonton di bioskop. Gue lebih memilih nonton drama di sofa berdua sambil makan home-made cookies ketimbang harus makan di tempat paling hits yang nunggu dapat kursi dan nunggu makanannya bisa lebih lama daripada makan hidangannya. Ya mungkin nggak ada yang mau diajak nontonin petir di balik awan dari lantai dua kosan gue semalaman makanya jomblo terus.

Terpesonanya gue dengan salju yang berlebihan ini bisa jadi juga karena efek nggak pernah sama sekali melihatnya turun secara langsung kali ya. Maklum, anak tropis. Biasanya dihidangkan hujan dan banjir. Gue suka salju. Gue juga suka hujan. Dua-duanya punya feel yang menarik dan menyenangkan!

Jadi inget bagaimana pertama kali gue melihat salju ketika mampir di rest area waktu dalam perjalanan liputan ke Gangneung awal minggu ini (cek list nomor 12 di bagian paling atas posting-an ini). Berkesan dan membekas banget. Tapi merasakan salju di Seoul tentu saja pengalaman yang berbeda lagi. Makanya gue benar-benar excited sama perjalanan hari ini!


Setelah beberapa menit terbengong dan larut dalam lamunan diri sendiri gue akhirnya kembali ke meja makan menghampiri Ched. Meletakkan ponsel di sana lalu beralih ke mesih pembuat kopi. Pindah ke kompor buat bikin telur mata sapi dan mengoles beberapa helai roti dengan selai stroberi. Ched keliatannya masih berkutat dengan itinerary-nya. Cuma di meja itu dia nggak sendirian. Ada satu cowok bule berambut ikal sampai pipi dan berkumis. Gue belum kenal dia dan ini baru mau kenalan setelah urusan sarapan selesai. Tapi tadi sebelum drama pikiran tentang salju itu melanda, Ched sempat bilang kalau dia sedang mencari kafe-kafe lucu dekat sini. Ada satu kafe di Hongdae yang di dalamnya kita bisa ngasih makan domba.
“I think I will go there but not today.” Katanya.
Gue akhirnya duduk di kursi sebelah kiri Ched dan menganggukkan kepala ke bule yang duduknya persis di depan gue. Gue senyumin, dia balik senyum. Nggak seperti beberapa bule lain yang tinggal di hostel ini, dia terlihat paling ramah. 
“Nah jadi sesuai itinerary lo, lo hari ini mau ke mana?”
“Sebenarnya sih gue hari ini nggak ada rencana. Jadi baru mau cari-cari lokasi yang kira-kira bisa gue datangi,” kata Ched sambil nulis sesuatu di notes-nya. Ada beberapa brosur wisata Seoul tergeletak di meja yang kata Ched dia dapat dari abang-abang resepsionis. “It’s free so why not.” Katanya. Ched membetulkan posisi kacamatanya sebelum akhirnya dia sadar kalau dia belum memperkenalkan gue dengan si cowok bule. “Oh iya sampai lupa. Ini kenalin, Sacha. Dia baru check in ke hostel ini semalem waktu kita pada keluar,” lanjut Ched.
Gue melirik lagi ke Sacha dan mengangguk pelan sambil menjulurkan tangan. Dijabat sama dia.
“Ron, Sacha. Sacha, Ron.” Kata Ched lagi.
“Hey, nice to meet you. Lo dari mana?” tanya gue sambil mulai mengunyah sarapan pagi itu. Di banyak hostel memang menyediakan kopi dan roti gratis untuk sarapan. Di Maru Hostel Hongdae mereka menyediakan telur unlimited. Jadi kalau misalnya lo cuma modal nasi putih dan mau masak di sana juga bisa karena ada rice cooker. Terus tinggal goreng telur. Hemat deh. Anak kosan banget tapi ya.
“Nice to meet you too, Ron. Gue dari Prancis,” jawab Sacha. Buat yang bingung gimana ngebaca nama ini, gue kasih tahu dulu daripada salah ya. Nama dia dibacanya Sasya.
Ketika dia nyebut Prancis gue langsung ber-wow bijaksana. Mencoba untuk nggak berlebihan. Prancis adalah salah satu negara yang tentu saja ingin gue kunjungi suatu saat nanti. Walaupun ketika gue kasih tahu ke Sacha gue datang dari Indonesia dan tinggal di Lombok, dia bilang malah dia pengen ngeliat pantai di Lombok. Obrolan pagi itu berlangsung santai dan mengalir. Kegiatan bersosialisasi gue pun naik level sekarang. Setelah kemaren sempat nyapa mbak-mbak bule jutek gue jadi males soalnya memulai obrolan dengan siapapun yang ada di situ. Sacha langsung mengubah pikiran gue.

Sumber: chedricangeles.com

Kagum sih sama orang-orang yang mau bersosialisasi dengan a total stranger di tempat kayak hostel gini. Dan di sinilah lo bener-bener bisa ketemu sama banyak orang dan teman baru dari negara lain yang mungkin nggak pernah kebayang sama lo sebelumnya. Kalau orang-orangnya memang ramah sih mereka nggak akan ragu dan malu-malu buat memulai pembicaraan. Selanjutnya tergantung gimana lo aja. Dulu gue adalah orang yang takutan untuk ngobrol sama bule. Takut di-judge karena bahasa Inggris gue nggak bagus. Tapi setelah banyak ketemu orang dari luar negeri ketika liputan gue jadi mulai terbiasa untuk ceplas-ceplos. Dan amazed juga hari itu kemampuan bahasa Inggris gue mendadak kok jadi lancar banget. Termasuk sense of humor gue rasanya meningkat 75% dari biasanya.

“Jadi lo ke sini buat liburan?” tanya gue ke Sacha. Kita sama-sama pakai kaca mata by the way.
“No. Not really. Sebenarnya gue ke sini buat belajar bahasa. Jadi ada program dari kampus gue untuk belajar bahasa di Seoul selama sembilan bulan,” sesekali dia menyeruput kopinya.
“So you will stay here for 9 months?!” gue agak terkejut.
“No, actually my campus has rented me a flat here in Seoul. Near the linguistic campus. Tapi gue udah keburu pesan di sini duluan dan sudah dibayar. Jadi sayang aja kalau nggak ditempati. Lagipula hostel ini murah banget,” lanjutnya.
“Paling murah dari semua yang ada di situs booking, ya kan?” Ched menyahut.
“Iya. Langsung muncul paling atas.” Sambar Sacha lalu tertawa. “Ya jadi gue akan di Seoul selama sembilan bulan ke depan untuk belajar bahasa. Kelasnya sih baru di mulai minggu depan. Jadi gue pikir gue mau jalan-jalan dulu walaupun nggak ada rencana, itinerary atau apapun,” lanjut dia.

Waktu Sacha bilang kalau dia ke sini buat belajar bahasa, gue baru sadar kalau dia masih mahasiswa. Ched juga bilang dia sudah di semester akhir dan akan graduasi Juni 2016. Fix gue yang paling tua di situ. Ched penampilannya sih keliatan ABG banget. Badannya tinggi, tegap dan gempal. Tipe cowok yang kalo dipakein baju kekinian appaun yang ada di Instagram-nya Keenan Pearce dia pasti cocok. Umurnya juga baru masuk 20 tahun. Perjalanan masih panjang banget buat dia. Belom merasakan dunia kerja juga. 

Berbanding lurus dengan Ched, Sacha juga orangnya tinggi seperti kebanyakan bule. Kalau Ched sekitar 170 cm-an mungkin Sacha bisa 180 cm-an tingginya. Dari wajah keliatannya memang agak lebih tua dari Ched (dan bahkan dari gue mungkin (yakin aku masih terlihat muda terima kasih Ponds White Beauty)). Tapi pas gue tanya umurnya berapa, ternyata dia masih 22 tahun. Pagi itu sih kita semua nggak ada yang berpakaian rapi karena baru pada bangun. Tapi gue sudah bisa membayangkan style fashion-nya Sacha akan kayak gimana kalau mau jalan. Pasti kayak cowok di katalog-katalog baju musim dinginnya Zara. That kind of style yang nggak akan pernah match kalau gue yang pake. Sacha literally has that mannequin body.

Kesamaan di antara kita bertiga yang langsung gue tangkap dari obrolan pagi itu adalah selera humor yang sama-sama gede. Sacha walaupun ngomongnya irit dan suaranya kecil banget, tapi kadang kalau dia lagi mood bercanda dia bisa meledak banget. Agak susah membaca gerakan bibirnya karena ketutupan sama kumis. Ched pun suka ngeluarin jokes-jokes yang sebenarnya cheesy tapi for the sake of friendship sama orang baru jadi gue ketawa aja. Kita bertiga seolah tahu kalau kita akan menghabiskan the rest of the week together. Nyaman aja rasanya.
“Why Korea?” gue tanya ke Sacha karena kepo kenapa orang yang tinggal jauh di Paris tertarik belajar bahasa Korea. Separo pengen tahu juga kenapa dia nggak milih belajar bahasa Indonesia. “Kenapa tertarik belajar bahasa Korea?”
Pertanyaan ini biasanya akan gue jawab dengan “karena gue suka KPop dan drama Korea.” Karena gue nggak terlalu into the Korean culture at that time. Kenapa pengen banget ke Korea dan belajar bahasa Korea buat gue ya karena gue suka pop culture-nya. Di luar itu kayak misalnya makanan dan segala rupa semuanya hanya mengikuti. Gue berharap Sacha akan menjawab dengan KPop atau K-Drama jadi gue bisa ngajakin dia untuk heboh bareng. Tapi ternyata nggak sama sekali. 
“Soalnya ada beberapa pilihan dari kampus dan gue penasaran aja sama Korea. Lagipula sempat ada konser Korea di Paris waktu kapan gitu dan selalu rame. Gue jadi penasaran jadi yaudah gue pilih Korea aja.” Katanya.
Mendengar penjelasan Sacha itu bikin gue langsung ngelirik ke Ched, “Meanwhile Ched bilang dia lagi ada program kampus ke sini sama orangtuanya, padahal nggak. Dia cuma pengen liburan doang. Dan Sacha beneran ke sini karena memang mau belajar.” Ched ketawa.
“Eh kalau kalian nggak ke mana-mana hari ini, ikut sama gue aja mau nggak? Gue hari ini mau keliling kota sama temen gue. I think she doesn’t keberatan if you two join lah. Hari ini rencananya kita bakalan ke beberapa tempat dan nanti agak maleman gue harus ke salah satu gedung manajemen artis Korea di sini buat liputan. Gimana?” gue menawarkan sambil menghabiskan roti bakar selai stroberi dan sedikit selai kacang itu.
“Liputan?” tanya Sacha.
“Oh gue wartawan spesialis KPop. Jadi gue ke sini sekaligus liburan sekaligus liputan sebenarnya. Nah, nanti malam memang rencananya mau ke gedung manajemen artis-artis kesukaan gue ini.” Gue menjelaskan sedikit.
“Oke sih. Gue mau. Jadi giliran kan kemaren lo udah jalan sama gue sama Suzy, sekarang giliran gue yang jalan sama lo dan teman lo. Sacha gimana? Atau lo udah punya plan?” kata Ched.
“No I’m okay with any plan. I’ll go with you guys.” Katanya.
ASIK! RAME DEH! 
“She will be here around 10 or 11. She will stays in this hostel also so it doesn’t matter if we’re going home too late or anything. Jadi bebas lah.”
Dan sesuai janji Mely datang sekitar jam 10. Ngomong-ngomong soal Mely, di adalah one of my best friends di kampus. Kita ketemu waktu ospek universitas (OKK UI) dan dia yang ngebantuin gue buat nyari kelompok juga yang pada akhirnya kita jadi teman baik sampai sekarang. Mely sempat pacaran sama salah satu dari isi geng itu selama beberapa bulan (yang sebenarnya dia sudah merasakan getaran sejak kuliah tapi baru jadian setelah lulus). Sempat jadi bahan ghibah di grup juga tapi sekarang mereka sudah move on. I think.

Sesuai perkiraan gue, Sacha keluar dari kamar dengan style yang bener-bener kayak katalog Zara. Lengkap dengan tas jinjing yang membuatnya terlihat seperti orang-orang stylish di pinggiran jalan kota Paris. Atau ini cuma imajinasi gue doang karena jujur gue nggak pernah liat katalog Zara ataupun merhatiin orang-orang stylish di pinggir jalan kota Paris. Ched pun nggak kalah stylish dari Sacha. Kayak yang tadi gue bilang, dia pakai apa aja pasti akan keliatan oke. Meanwhile gue cuma punya satu coat dan itupun minjem pula. Ditambah lagi gue harus pakai itu sampai pulang ke Indonesia. Stylish nggak stylish bodo amat buat gue yang penting gue ada di Korea dan gue mau mandi salju di luar abis ini.

Gue sempat iri melihat jaket Mely yang kayaknya kok dari luar tampak ringan dan nyaman banget. Sampai akhirnya dia mencaci maki gue dan bilang kalau jaketnya juga berat karena harus dipakaiin hot pack. Yah, alhamdulillah sih coat yang gue pinjam dari Dito nggak perlu hot pack juga udah hangat. Mungkin karena kekuatan kasih sayang di antara kami. Yang sebenarnya bikin berat adalah gue harus ngantongin hape, powerbank sama kamera digital sih sebenarnya. Terus belum lagi dompet di kantong yang lain dan gue juga bawa paspor ke mana-mana karena takut kalo ditinggal di hostel.


Hari semakin siang tapi matahari nggak terlalu nampak. Yang penting gak hujan dan salju sudah reda. Hujan juga nggak terlalu terasa. Kita keluar hostel sekitar jam 11 siang dan masing-masing mengaku lapar. Gue nggak tahu apakah Ched dan Sacha punya keinginan khusus untuk makan siang atau mereka juga termasuk backpacker kayak gue yang kalau makan yang penting murah, nggak peduli di mana aja. Hari itu Mely memang berniat untuk mengunjungi BBQ, restauran pizza punya ibunya Sungyeol ‘Infinite’. Kebetulan lokasinya nggak begitu jauh dari salah satu exit-nya Hapjeong Station. 

“This is because Mely loves the group. If you guys want to eat somewhere else its fine.” Kata gue. Walaupun gue suka Infinite juga (tapi bukan Inspirit) dan penasaran sama tempatnya kayak apa, cuma gue pasti akan mendahulukan keinginan orang-orang itu. Yang pertama karena mereka nggak terlalu suka KPop jadi nggak bisa dipaksa untuk mengikuti fans militan kayak kami. Yang kedua karena kan siapa tahu mereka nggak suka makanannya. Tapi mereka oke ikut kita dan jadilah kita pun ke BBQ.

Di luar udaranya cukup dingin tapi belum masuk ke taraf menggigil. Ched dan Sacha jalan cukup cepat karena mereka tinggi dan langkah mereka juga besar-besar. Gue dan Mely juga terbiasa jalan cepat karena di kampus kan mostly jalan kaki dulu. Nggak terlalu lama di jalan kita sampai di BBQ.


Sebagai fans EXO seharusnya gue mencoba untuk mengeksplor kafe yang lebih relevan dengan fandom gue ya. Tapi sedikitpun gue nggak ada kepikiran untuk mampir ke kafenya siapa kafenya siapa. Gue fans tapi nggak sebegitunya. Jadi daripada mampir cuma duduk dan yaudah abis itu pulang setelah secangkir kopi (belum lagi jarak yang harus ditempuh juga lumayan), jadi mending fokus dulu ke lokasi-lokasi penting di Seoul yang memang jadi tujuan utama. Nanti kalau balik lagi ke Korea baru deh mampir ke kafe-kafe yang related sama EXO.

Masuk ke BBQ langsung hangat karena tentu saja ruangan itu pakai penghangat. Gue nggak ngecek apakah tempat makan itu ada lebih dari satu lantai. Tapi kita duduk di lantai dasar dan pagi itu beneran baru buka jadi masih sepi. Ada tujuh sampai sepuluh grup meja dan kursi di lantai itu yang tersebar di tengah sampai ke pojok ruangan. Minimalis banget interiornya dan gue suka sih. Pas kita dateng TV-nya lagi nayangin MAMA di HK. WKWKWKWK. Di dinding lo bisa dengan mudah menemukan logo Infinite. Penutup jendela di ruangan tempat kami makan bahkan ada muka Sungyeol yang kayaknya dicetak dari salah satu fansite-nya dia karena fotonya ala-ala fansite banget. Harga makanan dan minuman di sini berkisar antara KRW 3,000 untuk side dish, KRW 3,800 untuk minuman, sampai KRW 19,000 untuk makanan. Standar sih nggak terlalu mahal. Minuman di sini bahkan lebih murah dari kimbab pinggir jalan yang gue makan di depan Lotte Department Store tempo hari. Fck!  

Mely sebenarnya udah sering ke sini. Bisa dibilang pengunjung reguler lah. Jadi dia udah dikenal sama si pemilik warung a.k.a ibunya Sungyeol. Dia juga sempat nunjukin gue yang mana ibunya Sungyeol dan gue cuma manggut-manggut aja. Sementara Ched dan Sacha mungkin nggak akan ngerti sama obrolan kita.


“Gue kira lo ngefans Woohyun?” gue membuka obrolan setelah membuka coat karena panas juga lama-lama.
“Memang Woohyun. Tapi kan Sungyeol juga part of Infinite,” katanya. Gue cuma manggut aja.
Kami sempat berdebat mau pesan apa. Karena tadi kami sebenarnya sudah sarapan jadi nggak terlalu minat untuk makan berat. Lagipula ini adalah kunjungan mandatory buat Mely jadi nggak usahlah makan berat. Akhirnya masing-masing dari kita pesan minum sendiri dan kita pesan satu loyang besar Pizza yang paduan rasanya agak aneh untuk lidah gue jujur aja.

Demi menghindari daging babi dan segala rupa yang haram (gue sama Mely berusaha menjelaskan ke Ched dan Sacha soal itu dan mereka cukup paham) akhirnya pilihan kita jatuh ke pizza seafood. Tapi yang lucu adalah pizza seafood itu (persisnya udang) dipadukan dengan saus madu. Harganya kalau nggak salah KRW 30,000-an deh dan itu kita bagi empat.
“I don’t know rasanya akan kayak gimana. Tapi di menu cuma ini yang kayaknya aman untuk gue dan Mely makan. I hope you guys don’t mind ya?”
Agak gak enak juga memaksakan Ched dan Sacha mengikuti preferensi makanan kami. Tapi toh mereka sebenarnya juga nggak yang pengen makan banget jadi nggak terlalu ngerasa bersalah. Dan serius ya pizza itu rasanya campur aduk banget. Gue belum pernah makan roti dengan mozarella dan udang tapi disiram sama madu. Yaudah ikhlasin. Ched sama Sacha nggak terlalu suka sepertinya sama pizza itu. Mely juga nggak banyak makan. Gue karena sayang aja kalo nggak dimakan nggak punya pilihan lain. Setelah kita sama-sama makan satu slice, buru-buru ambil air putih di pojokan.


Kebanyakan tempat makan di Korea menyediakan dispenser air minum untuk pelanggan dan kita bisa minum sampai puas dan gratis. Dan kebiasaan orang di sana adalah kalau satu ambil minum, dia akan nawarin mereka yang masih makan apakah mau refill atau nggak. Self service sih intinya di sini.

Selama kurang lebih setengah jam kita makan di situ masing-masing mulai ingin tahu lebih banyak soal yang lain. Gue sharing ke Ched dan Sacha soal makanan. Mely merajuk ke cowok-cowok yang lain karena gue nggak follow Instagram-nya (padahal gue baru aja nge-follow Instagram Ched di tempat itu). 
“Jahat gak sih dia padahal kita udah sahabatan lama!” kata Mely.
Waktu itu gue memang nggak follow banyak orang di Instagram. Cuma 10-an kalau nggak salah. Mostly isinya cuma member grup cover dance yang sempat gue idolakan beberapa tahun lalu, Baekhyun, IU dan Taeyeon. Gue nggak nge-follow orang kantor, akun kantor, akun artis lokal, dan apapun. Jujur aja sih gue memang membatasi dalam hal follow mem-follow ini. Karena dengan algoritma Instagram yang random itu males aja melihat postingan 7 hari yang lalu di urutan teratas karena belom sempat dilihat saking kebanyakan nge-follow orang. Mengikuti sedikit orang di Instagram bikin lo cepet keep up sama timeline and less kepo. Jadi nggak riweuh nge-scroll-nya. Tapi sekarang gue sudah follow Mely kok. Don’t worry. Sementara Sacha sama sekali nggak addict sama media sosial.
“Di Paris, nggak banyak orang main media sosial. Instagram juga nggak populer di sana,” katanya. Sebagai orang sana ya kita percaya aja. Dia juga bilang temen-temennya nggak banyak yang main Instagram jadi dia juga nggak punya Instagram. “Paling banter Facebook lah, kalau yang lain jarang.” Katanya.
Gue dan Mely lalu memberitahukan tujuan kita hari itu. Di awal kita juga udah memberikan permakluman kalau mereka nggak harus ikut kita sampai selesai kok. Kalau misalnya di tujuan kedua mereka udah merasa cukup lelah mereka bisa pulang duluan ke stasiun terdekat.


“Ihwa Mural Village semacem pemukiman tapi banyak mural-mural yang lucu buat di foto. Setelah itu kita akan jalan terus melewati Seoul City Wall menuju ke stasiun berikutnya. Kita naik subway nanti lanjut ke Bukchon Hanok kalau nggak kemaleman. Nah itu sih tujuan utamanya. Selanjutnya pas malam Ron minta dianterin ke SM Entertainment. Itu tuh gedung kantor manajemen artis gitu lho,” kata Mely menjelaskan. Gue memotong di bagian itu dengan bilang ke mereka kalau “Ke situ buat urusan kerjaan kok. Gue cuma mau datang dan foto di luar terus udahan. Buat liputan.” Padahal cuma modus aja.
“Nah dari situ nanti kita akan ke Banpo Bridge. Biasanya kalau malam ada air mancur warna-warninya. Cuma gue agak lupa jalannya jadi ya kita akan bertualang.” Lanjut Mely.
“Sounds like a plan. So lets go then!” kata Ched. 
Pizza kita udah abis, stok air minum udah di-refill, nggak ada niatan untuk foto-foto lama di sana karena takut ganggu yang lagi makan, so waktunya berangkat ke Ihwa Mural Village. Dalam perjalanan ke subway station salju mulai turun lagi. Gue pun tersenyum lagi. Akhirnya gue bisa merasakan salju jatuh di kepala gue untuk pertama kalinya dalam hidup. Akhirnya, salju pertama gue di Seoul. 

Finally, snow in Seoul! 


PS: Alamat BBQ Chicken 395-46 Seogyo-dong, Mapo-gu, Seoul.Hapjeong Station Exit 3. Siapa tahu berminat mengunjunginya. Deket banget sama stasiun Hapjeong. Spesialis ayam dan pizza, tapi ada minuman kayak latte gitu-gitu juga. Harga bersahabat sih nggak kayak tiket konser KPop di Jakarta. Bisa buat foto-foto lucu ala Instagram. Buka jam 11:30 KST sampai 24:00 KST. Bisa buat mabok juga di luar untuk yang lagi jenuh sama hidup.
Another PS: KTO (Korean Tourism Organization) sekarang lagi ngadain event di soc-med mereka nih gengs. Hadiahnya merchandise exclusive yang lo pasti pengen deh karena gue pun sebenarnya pengen. Siapa tahu beruntung nggak ada salahnya dicoba. Apa sih event kuisnya? Coba cek link-link di bawah ini deh:

Follow Me/KaosKakiBau in everywhere!
Watch my #vlog on YouTube: KaosKakiBauTV (#vron #vlognyaron)
Twitter: ronzzykevin
Facebook: fb.com/kaoskakibau
Instagram: ronzstagram
LIVE SETIAP SENIN JAM 8 MALAM 'GLOOMY MONDAY!'
Instagram lain: kaoskakibaudotcom
Line@: @kaoskakibau (di search pake @ jangan lupa)

Photos on this article (kecuali yang ada sumber di bawah fotonya) from my personal library. Do not use without permission. WK.

Summer in Seoul [Part 1]: Kejutan dari Adhan

$
0
0
Kalau lo pernah baca novel Ilana Tan mungkin lo akan sangat familiar dengan title di atas. Novel ini mungkin bisa jadi awal dari semua obsesi gue tentang Seoul. Bahkan jauh sebelum gue tenggelam dalam drama-drama Korea, gue sudah mengenal sedikit tentang Seoul dari novel ini. Kalian udah pernah baca belum? Kalau belum, gue rekomendasikan banget untuk baca karena ceritanya drama Korea banget.

Lo yang kembali ke blog ini untuk baca ‘Finally, Seoul!’ mungkin akan kaget. Kenapa cerita musim dingin itu sudah berpindah ke musim panas aja? Kenapa nggak dilanjutin dulu aja sampe abis baru nulis cerita baru? Hihihi… Gue pun nggak pernah tahu kalau ternyata nasib membawa gue kembali ke Seoul lebih cepat dari apa yang gue rencanakan. Bahkan sebelum gue menyelesaikan series ‘Finally, Seoul!’ yang sudah gue mulai dua tahun yang lalu itu, gue sudah harus menulis lagi cerita lain tentang Seoul yang kali ini terjadi di musim panas.

Ya, jadi awal musim panas ini gue mendapat kesempatan lagi untuk mengunjungi Seoul, Korea Selatan. Dan ya, seperti kunjungan pertama gue di tahun 2015 lalu, kunjugan yang kali ini pun gratis. Kok bisa sih? Kok lo beruntung banget sih? Kok lo dapat gratisan terus sih? KOK BANGSAT SIH LO BISA KE KOREA GRATIS DUA KALI?!

Pertanyaan lo akan terjawab satu per satu sampai akhir posting-an gue kali ini, jadi, silakan baca sampai habis.





Jujur aja gue sebenarnya bingung bagaimana harus memulai cerita kali ini. Karena draft di kepala gue adalah menulis soal perjalanan gue ke Ihwa Mural Village di musim dingin dua tahun lalu. Nggak gampang buat gue menyediakan waktu khusus untuk nge-blog setiap hari di antara pekerjaan utama di kantor. Buat gue, nge-blog butuh ketenangan hati dan kejernihan pikiran. Ketika sudah tahu mau mulai dari mana pasti akan ngalir. Tapi kalau nggak tahu bagaimana memulainya, dan seringkali ini terjadi saat sedang capek atau terlalu banyak pikiran, jangan harap satu posting-an bisa kelar dalam semalam. Istikomah nge-blog di sela-sela waktu kerja itu nggak gampang. Apalagi ketika lo harus menerima telepon dari pak CEO di waktu luang lo sekalipun, di akhir pekan sekalipun, nggak gampang sama sekali.

Dalam kurun waktu dua tahun ini gue selalu menyempatkan diri untuk menyendiri dan menulis. Demi menyelesaikan ‘Finally, Seoul’ secepat gue bisa. Walaupun pada akhirnya Desember sudah nyaris datang lagi (masih lama sik) cerita itu belum juga selesai. Tapi ternyata ini ada hikmahnya. Ketika gue sedang running cerita soal kunjungan pertama gue ke Seoul di tahun 2015 itu, tawaran untuk pergi ke Seoul lagi itu datang tiba-tiba.

Kalian percaya kebetulan?

Ada banyak sekali kejadian-kejadian dalam hidup gue yang pada akhirnya bikin gue nggak pernah percaya sama apa yang orang-orang sebut kebetulan. Gue lebih suka menyebutnya sebagai takdir. Memang sudah seharusnya terjadi. Bukan sebuah kejadian yang sesuai dengan “mood Tuhan”. Memang sudah seharusnya seperti itu. Satu hal kecil yang lo lakukan hari ini bisa jadi adalah awal dari hal besar yang akan lo dapatkan di masa depan.

Gue kasih contoh sedikit dari apa yang gue alami.

Kalau lo baca blog gue dari lama, lo pasti tahu kalau gue sempat ngikutin boyband Indonesia yang namanya S4. Kesukaan gue pada grup itu kemudian membawa gue ke sebuah event di Gandaria City dan di situ gue ketemu sama satu grup cover dance bernama Anonymous (baca selengkapnya di sini). Kebetulan salah satu teman dari anak-anak di grup ini adalah followers gue di Twitter. Dari dia kemudian gue kenalan sama semua member grup cover dance EXO itu. Dari S4 ke Anonymous, gue kemudian ketemu lagi sama seseorang yang istimewa bernama Adhan. You guys might know him kalau kalian suka nonton event KPop di Jakarta dan Bandung, because he is everywhere!!! Gue sama Adhan pernah nge-MC satu acara gathering bareng di Bandung dan gue banyak belajar dari dia. I’m a fan of him, actually. Karena buat gue Adhan adalah sosok yang menyenangkan, original, dan superbaik. Dari pertemuan pertama gue dengan Adhan di acara gathering itu kemudian kita ketemu lagi di berbagai kesempatan. Dan gue pun tahu belakangan kalau Adhan adalah temen baik dari salah satu anggota inner circle gue.

Dari S4, Anonymous, Adhan. Trus bagian mana Korea-nya?


Gue hidup di sebuah komunitas Korea yang cukup besar. Gue nggak akan tertarik dengan S4 kalau mereka bukan jebolan manajemen Korea. Gue nggak akan mau nonton Anonymous kalau mereka nggak cover EXO. Gue nggak akan kenal Adhan kalau gue nggak punya keinginan untuk jadi MC sebuah acara KPop di Bandung. One thing lead me into another things.

Adhan aktif banget juga di komunitas dan punya network yang sangat luas di sana. Sementara gue posisinya cuma fans yang kebetulan aja punya blog dan aktif di media sosial. Suatu hari, Adhan diminta untuk nyari orang yang punya blog aktif dan banyak menulis tentang Korea.

“Dan aku kepikiran aja sama kak Ron,” katanya di suatu malam ketika gue sedang sama Ais di Mall Bassura, curhat tentang rencana resign gue dari MD.

Awalnya gue nggak ngeh sama apa yang dimaksud Adhan di chat LINE-nya hari itu. Karena kepala gue sedang dipenuhi dengan pikiran-pikiran soal resign dan memulai kehidupan di kantor baru. Gue nerima chat Adhan sekitar pertengahan Mei, beberapa hari sebelum gue resign dari MD dan ngebacanya kayak yang selewat aja. Gue pikir itu cuma kayak kompetisi nulis di blog yang berhadiah ke Korea. Which is gue nggak akan mungkin menang karena kalau urusan kontes gitu bisa dijamin deh gue adalah orang yang paling nggak beruntung.

Tapi kemudian gue baca ulang chat-nya dan gue maru ngerti apa yang dia maksud.

“BENTAR KAK JADI INI MAKSUD KAMU AKU TINGGAL APPLY KARENA KAMU DIMINTA CARI BLOGGER TERUS NANTI AKU BISA KE KOREA KALAU AKU LOLOS SELEKSI CV SAMA PORTO FOLIO?”

Gue literally pake capslock di chat itu.

“Iya kak Ron. Tapi harus malam ini kak, kak Ron kirim CV sama Portofolio-nya. Pakai bahasa Inggris tapi. Gimana, bisa nggak?”

HELL YEAH WHY NOT?! Setelah obrolan gue sama Ais malam itu selesai, gue buru-buru pulang ke kosan dan menyiapkan semua yang dibutuhkan. Adhan sih bilangnya cuma CV sama portofolio. Dan guess what, another kebetulan: gue baru aja update CV dan bikin portofolio buat ngelamar kerja sebulan yang lalu! Jadinya gue nggak yang harus mulai dari nol banget karena hanya tinggal mengalihbahasakan CV sama portofolionya aja. Makanya malam itu langsung gue kirim via email dan gue hanya tinggal menunggu.

Gue resmi mendaftar sebagai salah satu calon kandidat Asian Cultural Young Leaders’ Camp 2017 di Seoul di tanggal 25 Juni sampai 30 Juni. Itu pas banget sama hari Lebaran dan libur lebaran. Matilah gue. Gue kan belum setahun di kantor baru. Apakah gue akan dapat jatah cuti yang sama dengan pegawai lama? Mulailah gue galau. Kalau gue nggak dapat libur, gimana? Karena banyak sekali ketidakpastian saat itu akhirnya gue nggak ngasih tahu siapapun soal rencana ini. Yang jelas nothing to lose aja. Kalau emang rejeki nggak akan kemana, kan? Karena gue yakin KTO dan KCC juga nggak cuma nyari kandidat dari Adhan. Pastilah ada kandidat lain yang juga apply di saat yang sama.

Photo by @TianChad


Belakangan gue merasa lebih wise dalam menanggapi kekhawatiran-kekhawatiran gue. Prinsip gue sekarang sih “kalo bakal buat lo, nggak akan ketuker sama yang lain”. Itu bisa banget bikin tenang. Selalu. Makanya setelah gue kirim email malam itu, nggak pernah gue pikirin lagi bagaimana hasilnya.

Gue resmi resign dari MD sekitar tanggal 20 Mei dan pulang kampung untuk beberapa hari. Untuk pertama kalinya dalam 4 tahun terakhir gue bisa menjalankan puasa hari pertama di rumah sama keluarga. Nggak satu haripun sejak gue menjejakkan kaki ke Lombok gue kepikiran masalah Asian Cultural Young Leaders’ Camp 2017 ini. Sampai pada suatu sore ketika gue sedang malas-malasan di kamar baru nunggu waktu buka puasa, tiba-tiba aja gue kepikiran soal chat Adhan waktu itu.

“Gue nggak lolos kali ya? Udah lama banget nggak ada kabar soalnya.” Gue ngomong sendiri. Lo pasti tahu gue sering ngomong sendiri. Dan biasanya di kondisi-kondisi bosan seperti itu gue pasti ngomong sendiri. Kalau nggak ngomong sendiri paling banter ngomong sama tembok. Yang gue pikirkan saat itu adalah kalau memang gue kepilih pastilah ada email resmi dari KTO atau nggak KCC yang isinya “SELAMAT! KAMU TERPILIH SEBAGAI WAKIL INDONESIA UNTUK BLA BLA BLA BLA.” Tapi beberapa hari berlalu setelah itu nggak ada apa-apa di email gue.

Entah gimana deh sore itu gue lagi ngantuk dan mendadak ngecek email lewat handphone dan kaget banget lihat ada satu email belum kebaca di inbox. Dan email itu dari seseorang dengan nama yang ditulis dalam hangul.

“OH GOD.”

“OH MY GOD.”

“OH SEHUN.”

Yang paling bikin shock sebenarnya sih subject emailnya: 2017 Asia’s Cultural Young Leaders’ Camp flight info. Demi apapun ini udah ngomongin flight info berarti gue keterima ya? Gue salah satu kandidat ya? SERIUS INI DEMI APA?!

Gue menahan diri banget supaya nggak teriak karena itu udah jelang buka puasa dan teriakan-teriakan di rumah itu berarti nggak baik kalau didengar tetangga. Gue baca berulang-ulang email itu sebelum gue balas dan di antara perasaan meletup-letup itu gue mendadak down. Bagaimana kalau ini penipuan?

Ron mulai parno.

Masalahnya gini, kalau memang ini beneran, kenapa nggak ada info sama sekali dari KTO atau KCC yang dari awal nyari kandidat kalau gue lolos seleksi? Kenapa tiba-tiba ada email dari Korea dan dari perusahaan bernama Kdot yang mengaku meng-handle urusan penerbangan? Ya kan gue bingung ya. Mana lagi gue udah ngasih scan paspor gue waktu kirim CV kemaren jadi bisa aja bocor atau gimana kan.

Wah gila sih. Kalau beneran penipuan ini sih nggak termaafkan.

Perasaan gue mendadak campur aduk. Gue nggak membalas email itu dengan segera karena gue masih ragu-ragu apakah itu memang beneran atau gue kena tipu apa gimana. Gue parnoan anaknya dan hari itu keparnoan gue sudah masuk taraf internasional. Gue baca lagi email itu dan kepikiran untuk googling ‘K-Dot’. Apakah benar ada perusahaan di Korea bernama K-Dot? Dan gue dapat jawabannya: Ada.

Perasaan gue jadi sedikit tenang. Mungkin ini bukan penipuan. Tapi ini mungkin mereka salah kirim email. Karena nggak ada ‘Dear Mr. Atmi Ahsani Yusron’ di bagian atas emailnya. Jadi bisa aja mereka salah kirim email. Trus gue harus gimana dong ya?

Setelah berpikir lama, gue inget kalau waktu gue kirim CV dan Portofolio itu ada sederet email yang di-cc-in ke orang KCC. Jadi gue bongkar lagi email-email yang kemaren dan menemukan salah satu email pihak KCC. Tanpa pikir panjang gue kirim email ke beliau yang isinya pertanyaan: (1) Apa bener gue lolos? (2) Ini penipuan bukan? (3) Gue harus gimana? Dan ketika email gue dibalas dengan jawaban (1) Ya gue lolos, (2) ini bukan penipuan, (3) balas aja emailnya, gue baru merasa tenang dan gue baru bisa berteriak happy dan heboh jelang buka puasa.

“MOM!!!!!! SAYA LEBARANAN DI KOREA!!!!!!!!!!!”


Nyokap agak heran kenapa gue mendadak bilang kalau gue lebaranan di Korea. Agak kecewa sedikit mungkin dia karena gue nggak memilih untuk lebaranan di rumah. Tapi sejak awal gue memang udah niat nggak pulang lebaran kali ini dan kalau ketidakpulangan gue diganti dengan sebuah perjalanan gratis ke Korea, kenapa nggak?

“Nggak apa-apalah, kamu masih bujangan juga, nggak ada yang dipikirin. Kecuali kamu udah berkeluarga terus mendadak kamu ke Korea pas lebaran sih mama nggak akan izinin.” Katanya.
FIX GUE NGGAK AKAN BURU-BURU NIKAH KALAU GINI. “URI SARANGEUN BUJANGAN~”

Gue pun membalas email itu dengan segera tanpa pikir panjang.

Dear Emma,

thank you so much for the email. Here are the information that you might need regarding the flight:

<Flight information>

- Prefer Departure date : 24 June 2017 (Saturday)
- Departure City / Airport name : Jakarta/Tangerang. Soekarno-Hatta International Airport.
- Prefer flight time : Late Night

- Any Request for flight meal(dietary restrictions) or any seat preference : Muslim meals (no pork & lard).

“Sebentar. Ini kan acaranya tanggal 26 sampai 30 Juni…”

Gue buru-buru buka kalender dan baru ngeh kalau 26 itu hari Senin dan 30 itu hari Jumat. Means gue masih punya hari Minggu (24/6) dan masih ada Sabtu (1/7) dan Minggu (2/7). Daripada gue pulang nanggung di hari Jumat (30/6) mending gue extend aja kan sampai Minggu?

Akhirnya gue lanjutin email itu dengan permohonan untuk extend sampai 2 Juli dengan ongkos sendiri kecuali flight. Ya kan siapa tahu bisa jadi gue masih bisa jalan-jalan free selama dua hari.

I have a question, is it possible if I want to extend my visit until 2nd of July? So I can flight back to Jakarta on 2nd of July instead of June 30? Every spend on the extended date will be my personal expenses except the flight. Please do inform me if this possible and if its not, it's totally ok.

Please find my passport on the attachment section.

Thank you very much and have a nice day.

Dan ketika emailnya dibalas: of course you can extend your visit. We can arrange your flight back to Jakarta on July 2nd. Rasanya gue pengen nangis sambal meluk Adhan.



Lo mungkin mikir kalau semuanya kok berjalan enak dan baik-baik saja ya? Nyatanya nggak. Sebelum akhirnya gue bisa berangkat ke Seoul di tanggal 24 Juni kemaren, ada banyak sekali drama yang mengikuti. Ya lo kan nggak bisa menjamin semuanya akan berjalan lancar kan?

Lo pasti pernah deh belajar giat buat ujian dan pas hari H lo ngeliat soal nggak ada satupun yang lo pelajari keluar di lembar soal itu.

Pengalaman gue ini persis kayak gitu.

Bedanya gue sudah tahu dan sudah maklum dengan apapun yang akan muncul selama beberapa hari ke depan setelah gue menerima email itu sampai ke hari keberangkatan. Gue sedikit banyak sudah menyiapkan mental. Parah-parahnya kalau misalnya gue nggak bisa berangkat pun gue siap. Nothing to lose kan? Namanya juga gratisan.

Gue kembali ke Jakarta dengan 50% perasaan bahagia karena gue akan punya kesempatan lagi buat ke Korea (dan gratis!!!!!) dan 50%-nya lagi perasaan khawatir.

Awal Juni ini gue resmi masuk kantor baru. Persisnya hari Senin, 5 Juni 2017. Kalau lo penasaran gue kerja di mana, silakan tonton #VRON di YouTube gue (klik di sini). Tentu saja sebagai pegawai baru ada banyak hal yang harus dilakukan, right? Selain memang melakukan pekerjaan utamanya sesuai kontrak, gue juga harus bisa menyesuaikan diri dengan tempat baru. Dengan lingkungannya. Dengan orang-orangnya. Dengan bagaimana cara kerja mereka. Dan segala hal yang nggak tertulis di kontrak. Dan ini bisa jadi sangat tricky.

Gue sebenarnya bukan orang yang sulit bergaul. Kalau gue masuk kerja dengan mental yang sama saat gue SMA dulu mungkin dua hari gue langsung resign. Tapi untuk bisa menjadi diri sendiri di sebuah lingkungan baru kan lo juga butuh membaca situasi dulu. Dulu waktu di MD gue nggak terlalu khawatir soal ini karena gue adalah salah satu orang yang membangun tim itu. Jadi gue bisa cuek banget dan bisa beradaptasi dengan lebih cepat. Orang-orangnya gue udah kenal dan sebagian dari mereka bahkan gue yang pilih dan interview waktu mereka ngelamar kerja. Nggak terlalu butuh pencitraan berlebihan deh.

Di kantor baru kan banyak senior dan orang-orang yang udah lama kerja di sana. Penerimaan mereka ke gue bisa jadi berbeda. Makanya gue memutuskan untuk jadi orang alim aja. Dalam artian nggak terlalu yang hyperaktif. Ini jadi bikin gue agak buta sama informasi-informasi seputar libur lebaran. Karena itu adalah hal berikutnya yang gue khawatirkan. Dari pengalaman kerja sebelumnya, selalu ada kemungkinan buat karyawan baru kayak gue untuk masuk kantor di hari lebaran. Kalau gue diharuskan masuk, bye Korea. Bye everything. Bye semua kebahagiaan beberapa hari yang lalu.

Pikiran gue dipenuhi dengan kekhawatiran-kekhawatiran ini selama beberapa hari. Ditambah lagi miskom soal Visa yang juga bikin gue makin senewen. Kenapa semuanya jadi datang secara bersamaan dan bertubi-tubi kayak gini sih?

Gue sama sekali nggak tahu kalau Visa harus gue urus sendiri. Dan nggak ada informasi dari awal soal itu. Ketika gue gali lebih dalam lagi lewat email ke pihak Korea-nya, mereka menegaskan kalau urusan Visa akan dipermudah dan gue nggak perlu apply sendiri. Tapi sampai H-14 sebelum keberangkatan, nggak ada kejelasan soal itu. Sama juga belum ada kejelasan soal libur lebaran nanti gue nasibnya akan gimana.

Oke sampai di sini lo mungkin akan bingung dengan foto-foto yang gue post di sini. Tapi nanti lo pasti akan dapat maksudnya kalau lo ngikutin ceritanya. Hihihi...


Lo bayangin aja, Visa gue baru jadi H-2 sebelum gue berangkat. Dan itu persis H-1 sebelum Embassy tutup untuk libur lebaran. Kalau aja miskom-nya berlanjut itu bisa-bisa gue nggak berangkat sama sekali. Padahal gue udah dapat surat rekomendasi dari MOFA (Ministry of Foreign Affairs) lho! Yang menjelaskan bahwa gue datang ke Korea atas undangan MOFA dan fully sponsored. Tetep aja nggak ngaruh sama kecepatan keluarnya Visa. Itu ngurus Visa-nya bener-bener deh gue deg-degan minta ampun. Ya kan meski udah ada tiket pesawat, kalo nggak ada Visa ya mau gimana?

Untung banget kantor gue sama Embassy Korea tuh deket banget. Jadi urusan per-Visa-an ini bisa gue selesaikan juga dengan pergerakan yang cepat. Ya kan pasti ada pengorbanan dulu sebelum mendapatkan sesuatu jadi gue nggak boleh terlalu banyak ngeluh. Setelah urusan Visa kelar, sekarang urusan libur lebaran nih!

Karena gue belum punya banyak temen ngobrol di kantor jadi gue nggak tahu harus nanya sama siapa soal ini. Dan karena kesibukan dengan kerjaan baru juga jadi agak terlupakan sedikit. Sampai akhirnya gue kepikiran lagi setelah orang-orang merencanakan mudik. Dan di situlah gue baru kepikiran buat nge-WhatsApp orang HRD buat mendapatkan kepastian. (1) Libur lebaran dari kapan sampai kapan? (2) Anak baru kayak gue bakalan libur lebaran nggak? Dan ketika dia ngasih tahu ke gue soal libur lebarannya mulai tanggal berapa sampai tanggal berapa, rasanya mau loncat dari lantai 18.

“Liburnya dari tanggal 23 Juni sampai 2 Juli, Ron.”

KOREA, HERE I COME!!!!!

Photo by @TianChad.


Tapi…

Gue pikir dramanya akan selesai…

Ternyata enggak juga…

Sabtu, 24 Juni 2017 – 17:00 WIB – Ron’s Greenie Dormitory

“Assalamualaikum,” gue baru abis solat Ashar dan lagi nelpon nyokap. Kondisi gue sehat walafiat. Tinggal nunggu adzan maghrib dan buka puasa terakhir. Malam ini gue terbang ke Seoul jam 23:30 WIB naik Garuda Indonesia (WEDAN!!!!! BAIKNYA MOFA & KF!!!)

“Walaikumsalam. Udah di bandara?” tanya nyokap dari ujung telepon. Kedengerannya di sana udah pada buka puasa dan lagi rame-rame sekeluarga. Biasanya memang kalo buka puasa terakhir selalu kumpul. Dan gue nggak ada di sana. Sedih tapi gak sedih-sedih banget juga. Tapi sedih.

“Belom. Mungkin nanti abis maghrib baru berangkat,” kepala gue tiba-tiba kayak kesundut rokok gitu. Penglihatan gue tiba-tiba goyang. “Lagi pada kumpul ya?”

“Iya ini lagi kumpul. Udah packing belom?”

“Udah sih tinggal perintilan dikit-dikit,” kepala gue mendadak pusing. Mata gue tiba-tiba berkunang-kunang. “Yaudah deh salam sama yang lain. Nanti kalau aku udah sampe bandara aku telepon lagi.” Gue mengakhiri telepon itu dan berniat mau baca Quran sebelum Maghrib.

Ada yang aneh sama kondisi gue setelah telepon itu gue tutup. Kepala gue mendadak pusing parah dan mata gue berkunang-kunangnya semakin menjadi-jadi. Tulisan di Quran itu jadi dobel-dobel. Dobel-dobelnya juga berwarna merah dan biru kayak film 3D di bioskop.

Gue istigfar berkali-kali. Apakah ini tanda-tanda kematian? Nggak lucu banget gue mati sebelum buka puasa. Nggak lucu banget juga gue mati beberapa jam sebelum gue berangkat ke Seoul. Gue berbaring sebentar di atas sajadah. Gila sih itu kalo gue mati beneran mungkin akan sangat dramatis. Mati abis baca Quran di atas sajadah. Kepala gue migrain. Sakitnya kayak ditusuk-tusuk paku. Mungkin begini rasanya jadi Sundel Bolong. Gue merayap ke atas kasur sambil perhatiin jam apakah sudah masuk waktu berbuka atau belum. Gue nggak yakin ini karena gue kurang makan karena ini udah puasa terakhir men, kemana aja lo selama 28 hari terakhir kalo teparnya baru sekarang? Kata gue dalam hati. Setelah buka puasa pakai air dan kurma gue kira semua akan membaik. Tapi ternyata enggak.

Ya Allah... mati beneran dah gue ini mah.

Gue lemesnya minta ampun. Bahkan angkat handphone aja nggak sanggup. Ajie udah nggak ada di kosan. Jelaslah, dia udah balik kampung dan berlebaran bersama keluarga. Emangnya gue berlebaran di Korea yang mungkin aja nggak jadi karena malam ini mungkin adalah hari terakhir gue di dunia. Gue butuh obat sakit kepala. Apakah gue masih punya stok di kosan?

Berusaha berdiri gue bongkar-bongkar stok obat-obatan di atas kulkas. Nggak ada. Gue harus ke Alfamart. Dalam kondisi sempoyongan dan mendadak di luar hujan, gue pun maksain diri buat beli parasetamol ke Alfamart. Rambut gue udah awut-awutan karena sepanjang sejak gue mulai migrain sampai gue keluar kamar gue jambakin terus. Ditambah lagi angin kenceng mendadak aja malam itu dan payung yang gue pake sampe ketiup dan rusak.

Indah banget kan malam sebelum keberangkatan gue? Migrain, jalan ke Alfamart mau beli obat di tengah angin kencang yang bertiup, terus payungnya rusak pulak. INDAH BANGET!


Sekembalinya gue dari Alfamart dan minum obat itu kondisi gue sama sekali nggak membaik. Malah makin parah. FIX BANGET INI GUE AKAN MENINGGAL.

Oke lupakan dulu Korea gue mending solat maghrib aja deh. Siapa tahu setelah solat gue akan lebih kuat dan lebih baik. Atau kalaupun gue mati, at least gue sudah solat. Dan gue berusaha untuk berdiri tegak ambil wudhu di kamar mandi lalu solat maghrib. Bisa tuh gue menyelesaikan 3 rakaat tapi abis itu gue langsung jatuh ke kasur tidak berdaya.

18:45 WIB dan gue masih di kosan. Terkapar. Kepala gue sakit banget. Sekarang bukan cuma paku yang nancep di sana. Tapi sobekan seng panas. Nggak cuma nancep, tapi digesek-gesekin sampai berdarah dan infeksi. Memikirkan ini gue jadi mau muntah.

Muntah.

MUNTAH! IYA, ITU YANG AKAN MENYELAMATKAN GUE! ITU YANG AKAN MEMBUAT HIDUP GUE LEBIH BAIK! ITU YANG AKAN MENYELAMATKAN GUE DARI KEMATIAN!

Gue mulai memikirkan hal-hal menjijikkan supaya gue bisa muntah. Walaupun sakit, tapi otak gue masih bisa dipake mikir. Dan alhamdulillah perut gue mau bekerja sama. Keinginan untuk muntah itupun mulai muncul. Perut gue mulai bergejolak. Dan “HUEK”-an pertama sudah terdengar.

Ayo Ron. Lo pasti bisa. AYO CEPET!!!!! LO HARUS BERANGKAT MALAM INI KE KOREA! JANGAN CUMA KARENA MIGRAIN TERUS NGGAK JADI!

Persis di akhir kalimat itu (dalam pikiran gue) refleks kaki gue lari ke kamar mandi dan jackpot!

Karena sejak sahur nggak makan apa-apa, yang keluar cuma air doang. Parasetamol yang tadi gue minum fix ikutan keluar. Tapi I feel better. Way better! Walaupun masih nggak bertenaga dan masih pusing, gue ngeberesin koper gue yang belom kelar di pack. Gue ambil selimut dari lemari dan jejelin ke ransel. Gue pakai jaket dan langsung pesen Uber. Setelah mobilnya dateng, gue bersusah payah nurunin koper dari lantai 2 dengan kondisi lemes najis kayak gitu, gue masuk ke mobil dan “Mas bandara.” Langsung tidur sambil selimutan. Persis ketika gue turun di Terminal 3, gue berangsur pulih. Setelah makan malam gue makin pulih. Setelah duduk di dalam pesawat gue bisa memastikan bahwa gue 100% sembuh.

Kuasa Allah. KUN FAYAKUN! Maka sakitlah. KUN FAYAKUN! Maka sembuhlah. KUN FAYAKUN! Maka terlelaplah aku di kursi A28 penerbangan GA878 Jakarta-Seoul selama 8 jam. Apalah hidup tanpa drama, ya kan?



PS: Salah satu agenda dari Asian Cultural Young Leaders' Camp 2017 adalah mengunjungi lokasi Olimpiade Musim Dingin di Pyeongchang 2018! I'm so excited! Kuharap kalian juga se-excited aku. Hihihi... sebelum gue menulis soal itu, lo bisa dapat banyak informasi soal #Pyeongchang2018 di situs-situs ini: pyeongchang2018.com, nowpyeongchang.com, atau di facebook.com/PyeongChang2018


Follow Me/KaosKakiBau in everywhere!
Watch my #vlog on YouTube: KaosKakiBauTV (#vron #vlognyaron)
Twitter: ronzzykevin
Facebook: fb.com/kaoskakibau
Instagram: ronzstagram
LIVE SETIAP SENIN JAM 8 MALAM 'GLOOMY MONDAY!'
Instagram lain: kaoskakibaudotcom
Line@: @kaoskakibau (di search pake @ jangan lupa)

EXO 'Ko Ko Bop' Teaser #1 [Kai, Baekhyun, Sehun, Chanyeol]

$
0
0

Gue lahir dan besar di Lombok. Kalau ketemu sama orang baru yang pasti langsung ditimpalin “Wah gilak, anak pantai dong lo?” Gitu. Padahal nggak juga. Karena walaupun gue lahir dan menghabiskan 17 tahun di Lombok, gue pada masa itu—dengan sangat menyesal!—bukanlah orang yang suka bergaul dan mengeksplor pulau kecil yang orang-orang bilang eksotis itu. Ini adalah penyesalan terbesar dalam hidup gue. Gue rasa.

Padahal gue terbilang seneng banget jalan-jalan dari dulu. Tapi karena pas SMA temen gue itu lagi itu lagi, jadi jalan-jalannya juga nggak berkembang. Ya ke situ lagi, ke situ lagi. Jarang gue mengeksplor tempat-tempat baru. Mungkin ini juga karena dulu banyak banget daerah di Lombok yang masih rawan. Sekarang juga sih. Tapi beberapa dari lokasi yang rawan itu sudah membaik dan orang-orangnya—alhamdulillah!—bisa lebih berpikir pakai logika, nggak cuma emosi.

Sekarang ketika gue sudah menetap di Jakarta selama beberapa tahun, Lombok memperlakukan gue seperti turis. Pulang tuh cuma bisa maksimal tiga hari doang. Paling lama kemaren pas gue resign dari MD dan sebelum masuk ke tempat baru. Gak akan bisa lebih lama dari 3 hari 2 malam. Kecuali mungkin gue dipecat dari kantor dan jadi pengangguran, baru deh gue memilih untuk pulang dan menetap di Lombok sampai beranak-pinak.

Pas sekolah gue nggak pandai bergaul. Beda sama sekarang. Gue anaknya minderan dan banyak banget hal yang memaksa gue untuk jadi anak yang minderan. Yang pertama badan gue kecil dan kurus banget. Dibandingkan dengan teman-teman seangkatan gue yang lain (yang laki-laki) gue terbilang paling mini. Yang kedua karena gue nggak suka olahraga. Itu sudah menutup sekitar 80% akses pergaulan. Yang ketiga gue bukan anak yang suka nongkrong-nongkrong di pinggir jalan dan makan di tempat hits anak-anak hits sekolah pas istirahat. Fix banget sih, gue adalah si Mamet di ‘AADC’.

Banyak hal yang harusnya gue rasakan pas SMA ketunda sampai gue kuliah. Jadilah gue cenderung alay. Gimana sih kalau anak kampung diajak ngeliat gemerlap Ibukota. Pasti apa-apa wow. Ada aja yang bikin penasaran dan bikin pengen tahu lebih banyak. Tapi gue tidak akan membicarakan soal gemerlapnya Jakarta di paragraf-paragraf selanjutnya, tapi pengalaman pertama gue jadi anak gaul di Pantai Senggigi.

When I said“Anak Gaul Pantai Senggigi” jangan berpikir kalau gue akan duduk di pinggir pantai sambil minum Bir Bintang. No. Gue nggak minum alkohol. I tried it once and I don’t like it. Yang gue maksud dengan anak gaul Pantai Senggigi di sini adalah ketika lo datang ke pantai sore-sore dan rame-rame, terus menikmati keindahan matahari terbenam di sana.

Percaya nggak percaya, pertama kali gue ngerasain Sunset di Pantai Senggigi itu waktu umur gue 14 atau 15. Yang jelas itu masa-masa transisi waktu gue baru lulus SMP dan mau masuk SMA. Sebelum itu mana pernah gue tahu rasanya menikmati sunset di Senggigi. Eh pas tahu malah jadi kecanduan. Pengen balik terus tiap sore ke sana. Duduk di pinggir pantai dan ngeliat matahari terbenam yang ternyata cepet banget itu. Di situ juga gue baru tahu kalau Pantai Senggigi tuh nggak jauh-jauh amat dari rumah.

Gitu deh kalo telat gaul. Katrok banget.

Nah di pengalaman pertama gue ngeliat sunset itu, gue pergi rame-rame sama beberapa orang sepupu dan pacar-pacar mereka. Gue adalah satu-satunya laki-laki di antara para sepupu ini. Ada sih sebenarnya satu laki-laki lain, tapi dia nggak gaul sama anak-anak sepupu yang perempuan. Dia lebih ke anak motor or something. Sementara gue lebih suka jalan-jalan.

Senggigi selalu ramai kalau sore. Ada yang pacaran. Ada suami-istri yang baru menikmati hari-hari awal pernikahan. Ada bule-bule yang juga baru pertama kali ke Lombok dan persis sama kayak gue: nggak pernah ngeliat sunset di Senggigi. Ada juga keluarga yang memang sekedar pengen menikmati sepiring Sate Bulayak di Senggigi. Karena di situ satenya enak banget. Apalagi di makan sambil duduk pake tiker di pinggir pantai dan sambil nontonin matahari terbenam. Nyaman!

Waktu itu belum zaman handphone kamera. Gue datang dengan bermodal kamera digital Samsung yang sekarang udah ilang dicolong orang di nikahan salah satu kakak gue. Karena Sunset di Senggigi bisa dibilang salah satu yang paling oke di Lombok, jadi harus banget diabadikan dengan kamera. Dan serunya lagi kalau sore air lautnya tuh surut dan lo bisa jalan sampai ke tengah laut untuk foto-foto. Walaupun Senggigi tidak menawarkan matahari yang “dimakan” langsung oleh laut saat terbenam (karena ketutup gunung di ujung barat sana) tapi momen-momen lembayung sebelum itu memanjakan mata banget.

Persis sebelum maghrib kita balik. Setelah beberapa kali foto dan tanpa beli makanan apapun. Dan bubaran orang nonton sunset di Senggigi tuh nggak jauh beda sama bubaran konser. Ramenya Ya Lord! Dan itu baru akan berasa pas lo lagi jalan ke parkiran motor. Orang-orang pada antre dan ngumpul di gang sempit buat nyari kendaraan masing-masing.

Di saat yang lain sedang sibuk ngobrol, pandangan gue teralih ke dua orang laki-laki yang ada di depan gue. Mereka hyper banget dan ngobrol sambil bergerak-gerak berlebihan. Mereka kelihatan seperti turis lokal luar pulau karena lo pasti bisa menebak mana orang Lombok asli dan mana turis lokal dari luar pulau kalau sedang ada di Senggigi. Kebanyakan orang Lombok nggak akan pakai baju kayak mereka kalau ke Senggigi.

Kebanyakan orang sini kalau ke pantai mostly akan pake t-shirt dan celana jins. Kalau pakai sendal, pasti sendal gunung atau sendal bapak-bapak yang biasa dipakai kalau Lebaran.

Satu dari dua orang ini pakai sendal jepit yang kelihatannya dibeli di toko terdekat. Bukan sendal jepit yang dipake Sehun waktu kakinya sedang kapalan. Tapi sendal jepit yang biasa dijual di toko-toko souvenir deket pantai. Yang satu lagi pakai sepatu (oke siapa sih yang ke pantai pakai sepatu kecuali Mario?!—dalam benak gue). Mereka pakai celana pendek yang satu jins yang satu warna krem. Dan yang paling membedakan mereka dari orang lokal adalah bajunya. Dua laki-laki ini pakai kemeja bunga-bunga yang agak longgar dengan beberapa kancing terlepas, dan bagian bawahnya dimasukin separo keluar separo.

Karena jalan menuju parkiran itu rame banget, jarak antara gue dan mereka nggak sampai setengah meter. Gue pun bisa mendengar obrolan mereka yang rada-rada kacau. Beberapa kali mereka saling rangkul sambil tertawa. Butuh waktu lama buat gue mencerna apa yang gue lihat. Sampai akhirnya sepupu gue bisik-bisik dan bilang “Mabok.” ke gue. Jangan harap gue akan tahu apa yang terjadi sama dua orang itu kalau sepupu gue nggak ngebisikin. Baru mau masuk SMA nih. Mana tahu gue kalau dunia di luar sana ternyata demikian. Masih polos. Setelah sepupu gue ngomong gitu, gue lebih ngeh lagi kalau mereka berdua mabuk karena ada aroma aneh yang kecium ketika mereka sedang ketawa atau sedang ngomong.

“Kecium gak baunya?” tanya sepupu gue. Masih bisik-bisik.

“Itu bau minuman ya?” pertanyaan gue polos kan.

“Ya itu deh bau alkohol kayak gitu.” Katanya.

Sepupu gue ini cewek lho. Dan dia bahkan lebih tahu bau minuman kayak apa daripada gue. Fix sih gue adalah anak paling culun se-Pulau Lombok.

Tapi yang jelas dua orang ini sangat menikmati sore itu. Kelihatan dari bagaimana mereka ngobrol satu sama lain. Bagaimana ekspresinya ketika ketawa. Jelas banget bahagia. Pesona Senggigi ternyata mungkin memabukkan. Dan thanks to them, gue akhirnya tahu bagaimana penampilan orang mabuk untuk pertama kalinya juga.

Bertahun-tahun berlalu gue masih inget kejadian sore di Senggigi itu. Dan kemaren, ketika EXO ngerilis teaser untuk comeback mereka dengan ‘The War’ dan ‘Ko Ko Bop’, image dua laki-laki mabuk di Pantai Senggigi itu muncul di kepala gue.

Hihihihihi….



Gue merasakan sensasi melilit yang aneh di perut gue selama beberapa minggu terakhir setiap kali gue buka Twitter di pagi hari. Takut kalau-kalau di antara update-an orang-orang soal Wanna One yang begitu, Wanna One lagi begini, tiba-tiba muncul berita soal comeback EXO. Lo mungkin ngeh kalau selama ini gue suka RT-RT tweet dari akun @EXOUdahKambek yang adalah akun @pathcodeRON yang gue ganti dan (nyaris) setiap hari akun itu cuma nge-tweet “Belum.” doang. Entah rasanya udah terlalu lama EXO nggak comeback. Padahal di antara ‘EXACT’ ke ‘The War’ kan ada konser, ada CBX ada Lay dan sebagainya. Tapi gue kok kangen banget ya sama grup ini? Ada rasa rindu yang sebegitunya ya?

Mungkin ini yang disebut ikatan batin.

Dan lebih serius lagi soal ikatan batin itu, ternyata comeback EXO kali ini menyimpan satu hal lucu yang bikin gue sendiri kayak “WHOA… IGE MOYA JINJJA JEONGMAL OTOKE ISO.”

Kalau lo baca postingan gue kemaren yang judulnya “Kejutan dari Adhan” (klik di sini untuk baca), lo pasti ngeh dengan tulisan gue soal kebetulan. Bagaimana gue nggak percaya sama apa yang orang sebut kebetulan. Bahwa sebenarnya kebetulan itu nggak ada. Gue lebih percaya kalau semua hal yang ada di muka bumi ini dan apa yang kita sebut dengan kebetulan itu adalah takdir. Sesuatu yang sudah seharusnya terjadi. Sudah tertulis demikian adanya sejak kita belum dilahirkan. Sudah jalan Tuhan. Sudah “Kun!” maka jadilah demikian.

Lalu, kalau 2017 ini EXO comeback dengan album baru dan title track berjudul ‘Ko Ko Bop’ yang kalau disingkat jadi KKB yang juga adalah singkatan dari KaosKakiBau, apakah ini juga bisa disebut takdir? Yakin ini cuma kebetulan?

Muakakakakakakaka

I don’t even realized this until one night, I was alone in my room because my roommate masih busy dengan pekerjaannya dan gue sedang nonton teaser Kai. “WHAT THE HELL IS THIS?! KOK BISA?!” Kepala gue rasanya mau pecah. Tapi pecahnya karena over-excited. Karena gue masih nggak bisa percaya sama apa yang gue lihat malam itu.

“KO KO BOP?! SERIUSAN?! KKB?!?!”


Sensasi melilitnya di perut gue makin parah. Apalagi kalau lihat hashtag #KOKOBOP(insert emoji kembang-kembang here) seliweran di timeline Twitter. Entah harus gimana gue berekspresi menanggapi kebetulan ini. Seriusan? Sejodoh itukah gue sama EXO?

Silakan muntah. Diperbolehkan kok. Sah-sah aja. Kalau di blog ini masih ada yang boleh komen “HALAH LO BENCI KAN SAMA KAI, MIN?! BILANG AJA! LO PIKIR LO LEBIH KEREN DARI KAI?! RENDAHAN LO MIN!” cuma karena review gue soal Kai di masa lalu, kenapa lo nggak boleh muntah karena gue dengan sok-sokan bilang kalau gue dan EXO sudah jodoh sejak dahulu kala? Kalau lo lagi merasa hari-hari lo gloomy, silakan baca review teaser Kai yang gue buat 2011 dan skrol sampai bagian komen. Lumayan untuk mencerahkan harimu membaca komen-komen dari EXO-L kemaren sore.

Tapi serius. Gue nggak ngerti kenapa SM Entertainment memilih ‘Ko Ko Bop’ sebagai judul comeback EXO kali ini. Dari sekian juta kemungkinan kata yang ada di dunia, kenapa ‘Ko Ko Bop’? Kenapa harus judul yang kalau disingkat jadi ‘KKB’?

Mungkin EXO-L yang komen di posting-an Kai itu akan bilang, “Halah pasti deh lo nyambung-nyambungin dan bikin singkatan KKB pas EXO comeback ini kan?! Bisaan lo doang kali!”

Ehem… pakabar #KKB1stGA #KKB2ndGA #KKB23rdGA

Ini adalah “kebetulan”/”takdir” yang bener-bener bikin gue terharu. Dengan sengaknya gue pun delu kalau mungkin memang selama ini SM udah stalking blog gue walaupun mereka nggak ngerti dengan apa yang gue tulis. Jangan-jangan mereka udah kepo sejak gue nulis teaser Kai di 2011. Jangan bilang konsep comeback selanjutnya Kai akan bener-bener berdandan seperti Nagini atau ada salah satu member pakai baju Kambing! OMG OMG OMG!!!!!!!!

#SudahGila #MaafkanDia



Yang gue harapkan abis ini sih SM ngerekrut gue buat perusahaan cabang Indonesia-nya. TOLONG SEMESTA AMINKAN! Nggak apa-apa bermimpi. Nggak ada salahnya. Gue since 2010 juga mimpi bisa ke Korea dan gue selalu bilang, “Gue nggak akan ke Korea kalau gue nggak dibayarin.” Buktinya gue dua kali ke Korea dan dibayarin. Jadi keep on dreaming, guys. Seperti gue bermimpi bahwa Kai dan Krystal akan menikah di suatu musim panas di 2025.

(nafas dulu gengs)

(lelah)

Bohong banget kalau gue bilang gue nggak punya ekspektasi apa-apa soal comeback EXO kali ini. Hell yeah, ekspektasi gue justru tinggi. Dan selalu tinggi malah. Karena kalau gue nggak menaruh ekspektasi tinggi, buat apa gue nulis soal mereka lagi?

Kalo lo udah ngikutin blog ini sejak lama, lo pasti akan tahu kalau cuma beberapa kali gue nggak nulis soal comeback EXO. Yang pertama adalah ‘Overdose’ dan yang kedua adalah ‘Lotto’. ('Overdose' sih teaser-nya gue review tapi MV-nya enggak.) Sebenarnya mood gue buat nulis ‘EXO’ mulai turun di ‘Wolf’ tapi mendadak gue dapat feel yang sangat menyenangkan saat menulis posting-an itu (klik di sini untuk baca).

Kenapa gue nggak nulis soal ‘Overdose’ dan ‘Lotto’? Gue punya alasan.

Walaupun kelihatannya gue nggak pernah terlalu banyak spazzing soal EXO dan belakangan selalu nge-RT soal WinWin di Twitter, tapi jiwa gue tetap EXO-L. Yeah, gue belum punya 1 CD NCT pun jadi gue malu kalo nyebut diri gue NCTzen. Dan karena gue sangat mencintai EXO, skandal keluarnya Kris di tahun 2014 itu sangat membuat gue terpukul. Gue kesel dan benci banget sama kenyataan kalau grup ini pada akhirnya bernasib sama dengan boyband kacangan dan musiman dari Indonesia yang cuma aji mumpung aja: pecah.

Walaupun gue nggak punya hak untuk itu, tapi gue kesel banget sama Kris. Gila nggak sih? Kenal juga enggak tapi bisa kesel sama orang. Sampai-sampai kekesalan gue ini jadi bahan fans Kris untuk nge-bash gue. Gila gak sih, mereka kenal akrab banget lho sama Kris, lho! You might remember some of them mentioned me on Twitter and saying “MULUT SAMPAH!” and made a new Twitter account, uploading my photo and tweet“BANCI.”

Yes. It happened. Guys. WAKAKAKAKAKAKKA

Pas Kris keluar itu gue ngamuk-ngamuk ke Dito. Gue meracau banyak ke dia soal itu. “YA KAN KALO YANG LAIN BISA BERTAHAN KENAPA DIA NGGAK BISA?!” dan sebagainya. Wah mungkin semua kata-kata cacian yang gue tahu (which is nggak banyak) keluar saat itu. Butuh waktu berbulan-bulan buat gue untuk mengerti dan memakumi kenapa Kris (dan Luhan dan Tao) memilih untuk keluar. Bahkan sekarang menyebut nama mereka aja jadi aneh banget. Dan ketika gue nulis paragraf ini, gue tuh suka lupa kalau mereka pernah debut sama EXO. Rasa kesal berlebihan sama Kris bikin gue males nulis soal ‘Overdose’ (walaupun gue suka banget sama lagu itu dan sejauh ini, itu adalah salah satu title track terbaik EXO). Dan alasan kedua kenapa gue nggak review ‘Overdose’ karena MV-nya jelek banget.

(Kalau lo penasaran sama curhatan gue soal Kris pada masa itu—yang mana sudah nggak relevan lagi karena gue sudah lebih wise sekarang—lo bisa klik di sini)

Lalu, kenapa gue nggak review ‘Lotto’? Bukan karena MV-nya jelek. ‘Lotto’, ‘Monster’ sama ‘Lucky One’ sebenarnya trilogi MV EXO yang bagus banget. Karena nggak banyak kan sebelum itu MV EXO yang bagus. ‘Call Me Baby’ anjir jeleknya….. Tapi pas ‘Lotto’ dirilis, gue sedang mengalami masa-masa yang sulit sebagai manusia di kehidupan nyata. Gue sedang dipaksa untuk move on dari pekerjaan gue sebagai jurnalis KPop yang di tahun yang sama dengan perilisan ‘Lotto’ harus berhenti. Lalu juga dipaksa beradaptasi dengan lingkungan kerja yang baru dan juga pekerjaan baru. Sebegitu pengennya gue nulis soal ‘Lotto’ di tahun 2016 tapi nggak ada ide satupun yang keluar di kepala gue. Nggak satu paragraf pun yang bisa gue tulis soal itu. Hal ini kalau di kalangan idol disebut dengan slump.

WKWKWKWKWKKWKW.


Padahal ‘Lotto’ kan lagu dan MV-nya dangdut banget. Dan dangdut is the music of my country.

"Neng, ikut abang dangdutan yuk."

Ada banyak hal yang bikin gue excited soal comeback yang sekarang. Yang pertama mungkin karena baru kali ini EXO bener-bener menampilkan konsep summer yang berasa summer-nya. Melihat deretan teaser foto dan video yang dirilis SM untuk ‘Ko Ko Bop’ ini bikin gue pengen liburan ke pulau-pulau terpencil dan hidup dengan berburu dan minum air kelapa setiap hari #lebay. Konsep EXO yang ‘Ko Ko Bop’ ini nggak otentik, tapi SM berhasil mengemas konsep yang sudah banyak digunakan oleh hampir semua idola KPop di luaran sana jadi satu level lebih tinggi. Jadi beda. Jadi sesuatu yang terasa banget EXO-nya.

Gue ngeliat ‘Ko Ko Bop’ ini tuh kayak EXO dapat warisan konsep dari hampir semua grup yang ada di SM. Bahkan mungkin beberapa grup lain yang juga nggak di SM. EXO bukan grup pertama yang punya konsep summer di industri. Tapi mungkin konsep summer yang bener-bener summer kayak gini baru pertama kali ditampilkan sama EXO. Gue suka karena pada akhirnya mereka keluar dari sebuah kotak misterius yang selama ini mengurung mereka. Di satu sisi gue merasa ini adalah sebuah upgrade dari foto-foto teaser ‘Wolf’ yang beberapa di antaranya juga punya feel yang santai, tapi nggak sesantai ini. ‘Wolf’ bisa dibilang summer for student dan di ‘Ko Ko Bop’ ini summer-nya lebih mature.

Cocok sama usia EXO di industri juga. Bukan lagi grup kemaren sore yang masih nyari-nyari konsep. Dan serunya SM dan EXO tuh ya karena mereka udah punya peta yang fix buat EXO. Mereka udah tahu mau di bawa ke mana grup ini. Makanya dari ‘MAMA’ bisa nyambung ke ‘Wolf’ bisa nyambung ke ‘Overdose’ bisa nyambung ke ‘EXODUS’ kemudian bisa se-mind blowing itu di ‘Lucky One’.

Logo daun-daun dan bunga di ‘Ko Ko Bop’ pun bisa jadi sebenarnya berawal dari logo daun semanggi di ‘Lucky One’ walaupun waktu itu bentuknya vektor, bukan real dedaunan. Malah gue melihat daun-daun ini datang dari konsep ‘Happiness’-nya Red Velvet. Hutan-hutan itu dari ‘4 Walls’ dan ‘Electric Shock’-nya f(x), feel summer-nya dari ‘View-nya SHINee, tato-tato yang ada di badan member dari ‘Trap’-nya Henry, dan warna-warna kontras-nya dari ‘Party’-nya SNSD. Well yeah, basically semua konsep yang sebelumnya pernah dipakai artis-artis SM, digabung jadi satu, di-upgrade satu sampai dua tingkat lebih tinggi dan dikemas jadi EXO banget. Bahkan seenggak pernah itu gue memerhatikan MV-MV artis YG Entertainment, tapi feel ‘Sober’-nya Bigbang berasa banget di beberapa foto dan videonya. Lo mungkin juga bisa membantu melengkapi paragraf ini di kolom komentar, menurut lo konsep ini mirip juga sama konsep grup mana lagi.

Makanya gue nggak akan kaget kalau nanti di MV ada adegan nyebur-nyebur ke kolam renang misalnya.

Kalo dipikir-pikir kan memang EXO belum pernah nih bener-bener tampil dengan summer-y style kayak gini. Gaya anak-anak pantai hipster dengan kemeja longgar kelihatan tetek kayak abang-abang kebanyakan ngebir di pinggir pantai sesuai dengan cerita gue di awal posting-an ini. Makanya ini comeback menyenangkan banget untuk dilihat dan disimak. Bukan karena teteknya. Tapi karena baru dan perdana. It’s always nice to see EXO to try another concept, right? Yah ini tuh kayak pengembangan dari ‘Lotto’ deh. Abis judi-judi, kita mabu-mabu di musim panas.


Seneng banget di comeback kali ini SM kembali mempromosikan EXO dengan merilis teaser-teaser video individual. Walaupun yah, enggak bisa dibilang seniat ‘EXODUS’ karena ini tuh kayak cuma potongan MV dan sketch dari photoshoot, tapi layak diapresiasi niatnya. Biar setiap hari nggak kosong dan ada yang dirilis. Walaupun tetep sih nggak ada yang lebih menyenangkan dari menebak teka-teki @pathcodeEXO.

Salah satu yang gue suka dari KPop idol setiap mau comeback adalah bagaimana mereka mengonsep semuanya dari ujung rambut sampai ujung kaki. Kita semua pasti aware sama perubahan gaya rambut anak-anak ini dan ini adalah salah satu clue kalau mereka mau comeback atau punya proyek baru. Gue harus bilang kalau gue jatuh cinta dengan empat gaya dan warna rambut empat member pertama yang teaser-nya dirilis.

Kai, walaupun kata orang sekarang popularitasnya menurun pasca hubungan pacaran sama Krystal, tapi entah kenapa selalu jadi member pertama yang teasernya dirilis oleh SM. Ini bisa jadi memang konsep besar dari EXO. Semua selalu dibuka dengan Kai. Dia tuh udah kayak kuncen gerbang sebelum kita masuk ke teaser-teaser yang lain. Sebelum kita ngeliat foto-foto member yang lain. Dan SM kayaknya memang obsessed banget ya ngutak-ngatik rambut Kai di comeback-comeback besar. Dan anehnya, Kai ini cocok diapa-apain aja. Gue rasa kalau dia botak juga bakalan bagus deh.

Walaupun gue nggak terlalu suka sama rambut gimbal WinWin di ‘Limitless’ tapi gue ngerasa Kai cocok dengan rambut gimbalnya di ‘Ko Ko Bop’ ini. Kesan anak pantai mas-mas kebanyakan ngebirnya makin berasa. Dari FranKAInstein di ‘Monster’ sekarang Kai berubah jadi Kai Marley (Bob Markai?????). Yah ngepas sih sama kondisi percintaan saat ini ya. No Women No Cry.

#BaruPutus #KaistalKaram #TapiTetapDiHati #KaistalHalal2025



Gue cuma berharap Kai bisa dapat lebih banyak part nyanyi di album ini supaya nanti ketika dia debut solo gue sudah terbiasa mendengar suaranya dan nggak nebak-nebak lagi ini suara siapa. Dan hey, duet sama Jaden Smith aja. Bikin STATION satu lagu kan lumayan. And guess what, you can mix and match Kai’s picture with every Krystal’s teaser from‘Electric Shock’ or ‘4 Walls’. Because #Kaistal_IS_LIFE



As for the teaser video, menurut gue nothing too special. But I am excited about that ‘Space Movement’ book tho! Sekali lagi gue seneng karena SM masih bisa menyelipkan konsep debut EXO dengan segala kekuatan-kekuatannya itu di comeback kali ini. Salah satu teori fans yang gue baca sih katanya ‘Ko Ko Bop’ dan ‘The War’ ini adalah the beginning of everything. Makanya Kai baca buku ‘Level 1’. But yeah, it is just a teaser. Gue cuma nunggu the big twist aja kayak ‘Lucky One’. Kalau cuma sekedar nempel kayak gitu dan nggak ada kaitannya sama sekali alias cuma pajangan, yaudah bhay.



AND BAEKHYUN’S HAIR!!! FOR GOD SAKE!!! Gue pusing beneran karena di foto-foto teaser ini gue dengan sangat menyesal harus mengakui kalau ini orang emang cantik kalau rambut panjang. No. I hate to say this. I hate it when everyone said that Baekhyun is a girl and he is like “our mom and Chanyeol is our dad” no sorry, keep on dreaming, people. Gue bukan penganut kepercayaan itu. Tapi efek gondrong dan jambang-less ini bikin Baekhyun terlihat…. Cantik… DAN KENAPA SM HARUS BIKIN DIA TERLIHAT CANTIK DEH!?!?!?!?! Padahal udah bener-bener kemaren pamer-pamer tetek. Pamer-pamer perut kotak-kotak. Jadi kan itu delusi-delusi soal “Baekhyun is a girl” bisa terpatahkan. HUFFFTTT.

Tapi nggak bisa bohong itu rambut warna hitam-coklat-merah bagus banget. Bangkeeeeee. Mana gue lagi nungguin ‘Game of Thrones’ dan gue adalah #TeamTargaryen dan rambutnya itu udah kayak logo Targaryen banget. Memang sih terlihat seperti mas-mas di katalog tempat potong rambut ASGAR (Asli Garut) tapi enggak apa-apa, Byun. Gue tetap fans lo. Tenang aja. Apapun. Yang. Terjadi. #SUHONUGU.


When I first saw Baekhyun’s teaser photos, entah kenapa gue langsung kepikiran sama Danny Zuko dari ‘Grease’. Tapi ternyata bayangan gue soal Danny Zuko selama ini salah karena Zuko nggak punya rambut gondrong extension palsu di belakangnya. Rambut Baekhyun di sini lebih mirip sama rambut Shah Rukh Khan di beberapa film jadul kayak ‘Dilwale Dulhaniya Le Jayenge’ sama ‘Dil To Pagal Hai’. Dan itu, kemeja merah biru persis kayak Shah Rukh Khan. Di foto yang lain malah feel-nya masih kayak vampire. Gue suka deh setiap kali SM ngerilis foto over-exposure kayak gini. Bagus banget. Dan itu anting di bibir kayak 'Monster' ya? Dan masuk akal sih kalau banyak yang bilang ini prequel dari semua MV yang sudah dibuat karena mendadak Baekhyun jadi vintage gini rambutnya.



Tadi gue sempat menyinggung soal ‘Sober’-nya Bigbang dan teaser video Baekhyun inilah yang bikin gue langsung kepikiran sama ‘Sober’ sebenarnya. Di video Baekhyun ini makin berasa happy-happy in the summer-nya. Kurangnya tau nggak apa? Scene dance yang background-nya hitam-hitam itu kok ya ‘Lotto’ dan ‘Monster’ banget. Tembok lagi. Kotak indomie lagi. Padahal udah bagus-bagus itu di luar suasananya lebih terasa musim panas. Kenapa harus dimasukin ke kotak lagi deh?

Komentar ini juga berlaku untuk teaser video Kai.



Gue amazed banget sama perubahan Sehun dari zaman debut sampai sekarang. Dan persis seperti dia sering banget main sama Donghae, perubahan bentuk badannya pun persis seperti Donghae juga. Dari debut sampai ‘Sorry Sorry’ Donghae masih yah biasalah seperti kakak-kakak baik hati yang nggak pernah terpikir untuk main ke gym dan membentuk tubuh. Lalu kemudian dia sering main dengan Choi Siwon dan badannya jadi keker banget di ‘Bonamana’. Sehun pun dapat banyak pengaruh dari Donghae rupanya. Gue selalu bilang ke temen-temen gue kalau nanti pasti deh ini Sehun juga bakalan mengikuti jejak Donghae. Dan bener aja.

Sehun adalah satu dari sedikit member EXO yang bisa diapain aja dan tetap terlihat seperti pangeran dari negeri dongeng. Mau rambutnya diwarnain pelangi, mau item, mau hijau kayak brokoli, bahkan oranye kayak sekarang (hi Doyoung, pinjem bentar warna rambutmu ya!) dia tetap terlihat keren. Dan alisnya itu on point banget ya Oh Sehun. Coba tolong kenalkan aku pada stylish-mu karena alisku kayaknya butuh diperpanjang beberapa sentimeter ke kiri dan kanan.



Di video teaser-nya Sehun seems so proud with his dada bidangnya ya. Like “Finally gue punya tetek yang bisa dipamerkan ke publik.” Tapi di dadanya ada tato cewek centil.



Beberapa adegan di teaser video Sehun ini ngebawa gue flashback ke ‘Love Me Right’. Kayak adegan Sehun baca buku misalnya. Di ‘Love Me Right’ yang baca buku Kai) terus juga ke ‘EXODUS’-nya Chen yang sama-sama sedang baca buku juga. Adegan tidur-tidurannya pun beberapa mirip-mirip sama video yang sudah dirilis sebelumnya. Jemuran-jemuran Chen di ‘EXODUS’ yang dulunya putih suci sekarang sudah berubah bunga-bunga ya. Sudah tidak suci lagi.
 

Next….

Ah….

Can we just skip this……..

WKWKWKWKWKKWKWKWKWK

Sebelum ‘EXODUS’ gue pernah bilang (nggak di blog sih) kalau Chanyeol ini tuh dibentuk SM jadi kayak Minho ‘SHINee’ banget. Entah ada banyak sekali kesamaan antara Minho dan Chanyeol yang gue lihat (bukan dari kepribadian atau apa, tapi dari bagaimana SM bikin pencitraan mereka dan bagaimana penampilan mereka di beberapa kesempatan). I am a big fan of SHINee dan Minho bisa dibilang bias awal di SHINee. Tapi ketika Chanyeol jadi agak ke-Minho-Minho-an dan gue nggak terlalu bias ke Chanyeol (masih ya musuh bebuyutan) jadi makin… ah… can we just skip this part because in the end this will sounds like I hate him but actually I don’t. WKWKWKKWKWKWKW Cuma nggak bias aja.

But that pink hair suit him well. Bahkan sampai kelopak matanya ikutan pink ya. Baguslah.



And this particular picture reminds me of Sungmin’s ‘Sexy, Free & Single’. Sila search [kaoskakibau sexy free and single di google]

As for the video, gue cuma bisa komentar “Mobil lagi. Ada fetish apa sih SM sama mobil? Oh bola basket di ‘Sing For You’. Ciyeee Baekhyun kan juga bawa bola basket di teaser-nya. Apakah ini yang disebut dengan takdir Tuhan? #bisajadi #bisajadi Hmm… korek-korek lagi ya ini mau bakar apalagi kali ini? Suho udah bakar banyak uang di ‘Lotto’, Chanyeol mau bakar apa? Atau jangan-jangan dia mau bakar dirinya sendiri dan ternyata dari situlah dia mendapatkan kekuatan?”

Dan yah… males ah komentar banyak soal Chanyeol. Tapi gue penasaran sih hasil akhir MV-nya akan kayak gimana. Karena kayaknya bakalan seru.



Tetap… Ekspektasi tinggi dulu. Biar berasa excitement-nya.

Overall sih gue suka konsepnya. Bakalan kayak apapun lagunya nanti juga pasti akan berujung gue suka. Karena kemaren gue nggak terlalu suka ‘Lucky One’ tapi entah kenapa pas gue lagi di Korea akhir Juni kemaren gue sepanjang hari humming lagu itu. Gue pernah bilang gue nggak suka lagu-lagu di album ‘Lotto’ tapi toh gue jatuh cinta juga sama ‘White Noise’. Susah sih emang kalau udah bias. Ya kecuali kalau nanti di album ‘The War’ ini terlalu banyak rap-nya Chanyeol mungkin, yah, akan gue pertimbangkan lagi statement gue soal “pasti akan berujung suka” itu.

#Lari

Gue nulis ini di malam yang sama dengan perilisan teaser Suho jadi teaser Suho akan gue bahas di posting-an selanjutnya.

I hope you guys enjoy this post and let’s keep tweeting #KOKOBOP(insert emoji kembang-kembang here), #EXO(insert emoji kembang-kembang here), dan #TheWar(insert emoji kembang-kembang here).

Ah tapi SM telat banget kerja sama bareng Twitter-nya.

Kalah sama Bangtan Sonyondan.

#LAAAAAAAAAAAAAAAAAAAARRRRRRRRRRRRRRRRIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII

Follow Me/KaosKakiBau in everywhere!
Watch my #vlog on YouTube: KaosKakiBauTV (#vron #vlognyaron)
Twitter: ronzzykevin
Facebook: fb.com/kaoskakibau
Instagram: ronzstagram
LIVE SETIAP SENIN JAM 8 MALAM 'GLOOMY MONDAY!'
Instagram lain: kaoskakibaudotcom
Line@: @kaoskakibau (di search pake @ jangan lupa)

EXO 'Ko Ko Bop' Teaser #2 [Suho, Chen, Xiumin, D.O]

$
0
0
Mau sotoy dikit. Pasti kalian pernah deh merasakan susahnya beradaptasi di lingkungan baru. Ya kan? Atau kalian semua adalah manusia-manusia yang diberkahi dan dianugerahkan kemampuan menyesuaikan diri dengan sangat mudah oleh Tuhan YME?

Dalam hidup paling nggak kita merasakan yang namanya adaptasi di tempat baru sebanyak enam kali. Waktu masuk TK, masuk SD, masuk SMP, masuk SMA, masuk Universitas dan masuk kerja. Beberapa di antara pengalaman itu mungkin menyenangkan banget. Beberapa yang lain mungkin jadi momok mengerikan yang nggak mau lo ingat sepanjang hidup lo. Mungkin ada juga justru yang menyenangkan dan nggak terlupakan. Tapi bagaimanapun akhirnya, pasti semua diawali dengan sebuah proses adaptasi dan penyesuaian diri yang disertai dengan berbagai macam kegundahan dan ketakutan.

“Gimana kalau gue nggak punya temen?”

“Gimana kalau mereka nggak mau jadi temen gue?”

“Gimana kalau gue yang paling bego di antara mereka?”

“Gimana kalau gue dikerjain karena gue dari daerah?”

“Rambut gue lagi jelek banget ih. Gimana kalau malah gue dijauhin?”

“Ih gue kan suka KPop, gimana kalau mereka semua muggle?”


Dari keenam fase itu, gue pribadi paling takut ketika masuk SMP, SMA dan Universitas. Masing-masing tentu saja ada alasannya.



Kenapa TK dan SD bukan masa-masa penuh ketakutan untuk beradaptasi? Soalnya ya kan masih anak-anak. Masih polos. Temenan sama siapa aja hayuklah. Nggak pernah milih-milih temen. Lagian, pas TK juga gue selalu ditemenin ke sekolah. Bahkan ditungguin sampai pulang selama beberapa waktu juga. Kalau ada apa-apa tinggal ngadu. Hidup tuh rasanya gampang banget. Tinggal bangun, makan, berak, tidur, bangun. Mana ada kepikiran cicilan kartu kredit atau gimana caranya bisa dapat uang untuk nonton konser.

SD juga termasuk masa-masa menyenangkan. Walaupun ada beberapa anak nakal di kelas gue, tapi ah elah, mental kampung. Mereka berani cuma ngomong doang. Toh otak kosong. Dan lagian kalau ada apa-apa juga gue bisa pulang langsung karena sekolah gue di belakang rumah persis. Lebih santai.

Masa-masa rada sulit dimulai dari SMP. Di sini baru berasa susahnya nyari temen. Kondisinya serba salah, men. Lo bego, lo dimanfaatin orang. Lo pinter juga dimanfaatin orang. Perasaan aman ditemenin pas TK dan rumah di belakang sekolah itu nggak ada lagi pas SMP. Gue bener-bener ngerasa sendiri. Gue harus mulai dari nol. Gue harus cari temen. Gue harus punya temen. Tapi masalahnya gue tuh orangnya pemalu banget zaman itu. Apalagi suara gue separo cempreng separo nge-bass tipikal anak baru puber. Untungnya sih nggak jerawatan parah, tapi ya tetep aja namanya ABG kan insecure mulu bawaannya. Dengan modal “re-branding” nama akhirnya gue berani buka omongan sama orang-orang. Dengan memperkenalkan diri gue sebagai Ron.

Yeah, selama ini gue selalu dipanggil Yusron. Because that is my last name. But Ron is my new name. New identity. The new me.

Pas SMP itulah gue mulai mengangkat kepala dan bilang “Hai, nama saya Atmi Ahsani Yusron. Tapi panggil Ron aja. Ron aja lho ya, jangan Atmi soalnya kata orang Atmi itu nama cewek. Jangan panggil Ahsani karena jarang banget orang manggil pake nama itu. Jangan pnggil Yus karena kita bukan teman sekampung. Jangan panggil Yusron karena kamu bukan temen SD saya. Panggil Ron aja, soalnya kan kita baru kenal di sini. Jadi kamu harus panggil saya Ron.”

Nggak heran kan, kenapa gue nggak punya temen?

Canda. SMP adalah masa-masa sekolah yang paling menyenangkan. Gue suka dramanya. Gue suka musuh-musuhannya. Gue suka anak-anaknya. Dan gue suka…. Dia.

Ah. Udah kawin tapi dia sekarang.

Keberanian gue untuk kenalan sama orang-orang dengan nama Ron itu adalah salah satu cara untuk beradaptasi. Dan cara yang lain, yang secara nggak sengaja sebenarnya, adalah dengan hapal lagu Nike Ardila.

Seriously, people? Nggak ada satupun di SMP itu yang tahu dan hapal lagu Nike Ardila? APA CUMA GUE DI DUNIA INI YANG NONTON INFOTAINMENT SEJAK BALITA?!

Tapi Nike Ardila adalah penyelamat pergaulan gue. Jadi ceritanya dulu di kelas pertama Bahasa Indonesia di SMP, guru gue namanya Pak Masrun, dia orangnya sangat oldies banget dan suka nyanyi. Jadi kita kalo di kelas nggak pernah belajar Bahasa Indonesia (yang berujung pada blank di ujian nasional, thanks!). Pak Masrun punya metode mengajar yang lain. Yang beda. Yang menatap ke masa depan, tapi tidak diimplementasikan dengan tepat.

APA PULAK GUE MENULIS KATA IMPLEMENTASI DI BLOG INI. WTF(bukan grup cover dance).

Dan di kelas pertama itu tiba-tiba Pak Masrun nanya gini, “Ada yang tahu lagu ‘Panggung Sandiwara’?”

Seisi kelas diem. Nggak ada yang jawab.

Pak Masrun mulai nyanyi sebait dua bait. Berharap yang lain melanjutkan tapi nggak ada yang ikutan nyanyi. Entah gue kerasukan setan apa hari itu tapi gue angkat tangan tinggi-tinggi dan bilang “Pak saya hapal.”

Terus gue disuruh maju ke depan kelas nulis lirik lagunya di papan tulis dan kita nyanyi bareng sekelas.

Oke gue tahu ini absurd, tapi ini sangat membantu gue dalam hal pergaulan. Karena setelah itu semua orang kenal sama gue di kelas itu sebagai “anaknya Pak Masrun”. Bahkan kabar kalau gue hapal lagu Nike Ardila ini menyebar ke semua kelas yang diajar Pak Masrun sampai-sampai cewek yang dinobatkan sebagai ‘Queen’ di ospek sekolah waktu itu aka cewek paling populer di sekolah nyamperin gue ke kelas minta ditulisin lirik ‘Panggung Sandiwara’.

Gue nggak tahu anak-anak ini hidup di era apa ya kenapa mereka bisa nggak tahu lagu yang begitu populer pada masanya itu. Atau… seharusnya kalimatnya jadi “gue nggak ngerti kenapa ada anak yang dengerin Nike Ardila ketika semua orang sudah mulai beralih ke Rossa dan Agnes Monica”.

Itu hanya sebagian kecil dari cerita masa-masa SMP yang banyak drama. Lalu SMA gimana? OMG…. My high school is suck. SUCK. SUPERSUCK!



Gue nyesel banget tidak melakukan apa-apa ketika this particular male student menjatuhkan gue di depan 3 kelas IPS. Gue nyesel banget nggak, at least, keluar dari ruangan itu ketika dia mulai ngoceh-ngoceh soal gue. GILAK. RON. LO. BEGO. BANGET. Dan gue nyesel banget tidak mengkritisi betapa tidak bergunanya guru Bimbingan Konseling di sekolah pada masa itu. LIKE KEMANA AJA LO KETIKA ADA ANAK MURID LO YANG MENGALAMI KESULITAN BERADAPTASI DI SEKOLAH?! KEMANA AJA LO KETIKA ADA ANAK MURID LO YANG BAHKAN NGAK BERANI KE KANTIN KARENA TAKUT DI-BULLY SAMA TEMEN SEKELASNYA?!

Ehem. Maaf kak, keceplosan. Emosi lama bersemi kembali.

Gue menghabiskan setidaknya dua tahun kayak tahi di sekolah itu dan nggak ada satu gurupun yang peka. Buat sebagian orang—apalagi Abang gue—ini mungkin nggak penting. Kalau gue cerita sama dia pasti komentarnya akan “Ah kamu yang terlalu sensitif.”

Wah gila sih. GILAAAA GILAAAAAAAAAAA. Orang lagi susah beradaptasi sama lingkungan dan merasa tertindas dibilang terlalu sensitif itu lho? Untung aja gue nggak pernah kepikiran buat bunuh diri. Untung gue masih punya mimpi buat jadi diplomat dan duta besar saat itu jadi gue bisa berjuang untuk lulus SMA dan masuk universitas.

Yah… walaupun ujung-ujungnya jadi budak KPop juga… sih… TAPI YA TETEP AJA BUKAN BUDAK KPOP ITU FOKUS KITA KALI INI!

Gue nggak punya banyak kenangan manis di SMA kecuali sama anak-anak segeng. Yang bikin gue survive di sana dan bisa beradaptasi dengan baik dan lebih percaya diri adalah karena di tahun kedua SMA gue jadi penyiar radio swasta yang paling hits di Mataram waktu itu. Orang-orang di sekolah mulai kenal gue walaupun hanya sekedar “Oh itu…” “Oh dia…” doang, tapi setidaknya itu yang bikin gue nggak perlu lagi nunduk pas jalan di koridor sekolah atau takut makan di kantin. 

Lalu bagaimana dengan Universitas?

Ada banyak sekali hal yang harus diproses pada saat yang sama ketika masuk UI. Tapi soal pergaulan nggak lagi jadi sebuah masalah yang terlalu gue pikirkan. Banyak banget pelajaran dari apa yang terjadi pas SMP dan SMA yang bisa diterapkan dalam mencari teman di Universitas. Masalah yang paling penting saat itu adalah menyesuaikan diri karena tinggal jauh dari orangtua untuk pertama kalinya dan harus melakukan semua hal sendirian. Kesulitan untuk beradaptasi bukan lagi soal pergaulan, tapi sama kesendirian dan status sebagai perantau.

Gue nggak lagi punya masalah dalam hal berteman. Waktu kuliah prinsip gue “kalau mereka mau jadi temen gue ya mereka akan datang ke gue, kalau mereka nggak mau jadi temen gue yaudah nggak apa-apa juga”.

Gue bukan tipe mahasiswa yang pinter banget, jadi nggak akan ada banyak orang yang mau berteman dengan gue untuk mendapatkan benefit itu, gue sadar, gue ikhlas. Bukan juga mahasiswa yang mau diajak repot-repot ngerjain tugas ospek. In fact, gue quit ospek jurusan di minggu kedua karena gue nggak mau repot ngurusin hal-hal ekstrakurikuler kayak gitu. Jadi nggak akan ada yang mau ngajak gue buat masuk kelompok mereka, gue sadar, gue ikhlas. Itu sudah menghilangkan 50% kesempatan gue untuk dapat teman.

Mereka yang mau jadi temen lo akan datang ke lo tanpa lo sadari. Dan kalau jodoh, lo akan temenan sama mereka bahkan bertahun-tahun setelah lo melepas toga. Kunci untuk beradaptasi dalam pergaulan di universitas cuma satu: jadi orang baik dan ikhlas.

No. Ini adalah kunci untuk beradaptasi dimanapun lo berada. Kalau lo udah jadi orang baik, lo udah ikhlas, lo nggak akan merasa dibodohi dan lo akan merasakan kedamaian dalam hati. #SabdaKakSuho


Lo mungkin akan bertanya-tanya apa hubungannya judul posting-an kali ini dengan intro yang sangat panjang lebar di atas. Kenapa gue mengawali tulisan kali ini dengan membicarakan soal beradaptasi dengan lingkungan baru karena setahun belakangan ada banyak banget urusan fandom EXO yang mau nggak mau bikin gue harus beradaptasi juga.

Kondisi di mana gue nggak bisa lagi keep up dengan segala hal tentang EXO yang berseliweran di Twitter bikin gue perlu menyesuaikan diri dengan keadaan. Tapi yang paling penting sebenarnya selama setahun terakhir ini gue harus beradaptasi dengan hal yang paling basic dari EXO: musiknya.

Ya, proses adaptasi semua fase kehidupan yang gue tulis di atas sebenarnya nggak jauh beda sama beradaptasi dengan genre musik yang dibawakan EXO yang selalu beda dan selalu ganti setiap comeback. Dan gue pun butuh waktu untuk benar-benar terbiasa dengan semua itu. Sama seperti adaptasi dengan cucian-cucian yang numpuk di bulan-bulan pertama ngekost, gue juga harus beradaptasi dengan serangan EDM yang memuakkan dari SM Entertainment buat EXO di album sebelumnya.

SM memang dari dulu selalu berusaha untuk bikin tren. Bikin sesuatu yang orang pikir jelek pada akhirnya jadi bagus (kayak ‘Sorry Sorry’ dan ‘Gee’ awalnya dianggap jelek oleh penyanyinya sendiri lho. Padahal dua lagu itu yang bikin mereka jadi terkenal). Tapi apa yang berusaha dilakukan SM itu efeknya nggak kena ke semua orang. Karena kadang-kadang ke gue malah tetap jadi jelek. WKWKWKWKWKKW

Ada banyak banget lagu EXO yang gue nggak terlalu suka dan kebanyakan itu dari album ‘EX’ACT’. Gue seneng karena SM selalu inovatif, kekinian, selalu berusaha untuk menampilkan hal baru. Berusaha untuk bikin EXO punya lagu yang “more out there”. Tapi kan penilaian apakah yang baru itu oke atau tidak dan diterima atau tidak balik lagi ke individu yang mendengarkan. Mungkin lo suka sama ‘EX’ACT’ tapi gue nggak. Lo mungkin menikmati ‘Artificial Love’ dan dance-nya yang sensual itu tapi menurut gue musiknya sangat repetitif dan membosankan.

Terlalu naif kalau misalnya gue pengen EXO tetap membawakan lagu-lagu kayak di album ‘XOXO’ atau ‘EXODUS’. Pengen banget sih sealbum nuansanya kayak ‘Don’t Go’ atau ‘El Dorado’ semua. Tapi pasti ujung-ujugnya bakalan boring juga kalau mereka muncul dengan style yang gitu lagi gitu lagi. Mana sekarang persaingan di industri makin kuat. Mainannya udah nggak seantero Korea dan Asia lagi. Sekarang sasarannya jadi lebih luas: AMERIKA. Anjir…. Nggak heran sih kalau genre lagu-lagu KPop sekarang diarahkan supaya lebih ngena ke “masyarakat dunia”. Kiblatnya udah berubah dari sesuatu yang masih terasa original KPop-nya ke sesuatu yang bisa “dimakan” semua orang di belahan dunia manapun. Jangan kaget kalo repackaged nanti ada lagu ala-ala ‘Despacito’.

Inti dari paragraf di atas sebenarnya satu kok: supaya bisa bersaing dengan BTS.

Clear.

#KABOOOOOOORRRRRR

Ini nggak becanda. BTS itu contoh grup yang berhasil lho jadi topik pembahasan di banyak portal berita online di Amerika bahkan yang sebelumnya mungkin nggak pernah nulis soal mereka. Musik mereka yang “so out there” dibantu oleh link yang tepat di sana. Makanya jadi viral banget. Peran fans juga sih. Hehe.

Bukan berarti SM harus meniru mereka dan menjadikan EXO seperti mereka. Bukan berarti juga lo EXO-L harus 24/7 cuma ngepoin EXO doang. Kayak nggak punya kehidupan aja. Hell no. Kenapa EXO harus ngikutin grup yang debutnya belakangan? EXO bahkan lebih dulu terkenal di Korea daripada mereka. Tapi memang BTS ini jagoan banget bisa ngejer dengan cepat. Makanya EXO pun mau nggak mau harus berusaha juga mengejar “ketertinggalannya”. Kalau aja EXO nggak ada masalah sama drama-drama member keluar, kepentok THAAD, berita pacaran dan segala macem, mungkin SM bisa lebih cepat untuk bikin gebrakan. Karena jujur aja kecewa sih kenapa baru sekarang EXO punya emoji dan itu setelah BTS. Jadi kan kesannya kayak ngekor wkwkwkkww.



Dulu gue susah banget buat membiasakan telinga dengan ‘Wolf’ setelah nyaman dengan ‘Mama’. Menyesuaikan kuping mendengar lagu-lagu gloomy emo misterius di ‘XOXO’ itu berat banget karena sudah enak mendengar lagu-lagu kayak ‘History’ dan ‘Angel’. Eh tapi lama-lama semua lagu di ‘XOXO’ malah identik banget sama EXO. Malah jadi EXO banget. Kemudian nyaman deh dengernya. Eh tapi kenyamanan itu nggak berlangsung lama karena muncul lagi mereka dengan sesuatu yang beda di ‘Overdose’.

Kuping dan otak harus dipaksa lagi beradaptasi dengan feel yang baru itu. Dengan tepokan tangan di awal dan suara nyamuk mabok di sepanjang lagu. Buat gue fase ‘Overdose’ itu adalah masa-masa terberat sih. Paling berat tapi paling berperan penting. Karena dari ‘Overdose’ ke ‘Call Me Baby’ dan ‘Love Me Right’ rasanya jadi ngalir aja. Nggak lagi dibawa beban. Entah apakah memang karena efek dua lagu itu yang sangat ringan atau memang karena “oh yaudah, inilah EXO dengan semua kejutannya.” Jadi proses adaptasi dengan style lagu baru EXO pun jadi sesuatu yang sudah biasa.

Ibarat cerita gue di awal, ‘Mama’ itu adalah fase TK, ‘Wolf’ dan ‘Overdose’ itu fase SMP ke SMA banget. ‘Call Me Baby’ dan ‘Love Me Right’ adalah fase Universitas. Lalu ‘Lucky One’, ‘Monster’ dan ‘Lotto’ adalah fase waktu masuk kerja.

Di fase masuk kerja ini, mau nggak mau lo harus suka sama apapun kondisinya. Fase terima aja kenyataan bahwa ini sudah terjadi dan you can do nothing about it gitu lho. WKWKWKW Kan di dunia kerja seringkali gitu, bisa aja Sabtu lo harus masuk, bisa aja ketika lo rencanain mau cuti tapi disuruh piket, bisa aja pas lo lagi nggak mood buat bikin sesuatu tapi dipaksa. Apapun yang terjadi di fase ini, lo akan tetap berusaha survive karena lo butuh uang. HIHIHIHIHI

Ibarat seenggak suka itu gue sama EDM, ‘Lucky One’ gue telen juga akhirnya. In the end, it doesn’t really matter. Gue tetap cinta EXO. Gue toh tetap beli CD-nya dua versi walaupun jelek banget packaging-nya najis. Benci bats gua.



Buat comeback‘Ko Ko Bop’ ini, seperti yang sudah gue tulis di Part 1, gue menaruh ekspektasi yang sangat tinggi buat lagunya, buat albumnya, buat video musik-nya. Dan gue juga mau menambahkan kalau gue akan mengurangi komplain di comeback ini. Sekali aja dalam riwayat EXO-L gue, gue mau kalem dan nrimo aja. Lapang dada selapang jidat gue. Mungkin itu yang akan membuat gue bisa lebih cepat menyesuaikan diri dengan semuanya. Beradaptasi dengan konsepnya, dengan musiknya, dengan semua lagu yang ada di album ‘THE WAR’ ini.

And guess what, it works! Will talk more about this on the next part.

Mungkin kalian udah ngeh kalau tiga comeback artis SM di tahun ini nggak ada highlight medley-nya di YouTube. NCT, RV dan EXO udah nggak pakai highlight medley lagi. Entah sejak kapan tapi gue baru sadar beberapa hari yang lalu. Ada sebuah perubahan yang dilakukan SM di bagian itu dan lagi-lagi lo harus beradaptasi lagi dengan hal baru ini. Untuk EXO di ‘Ko Ko Bop’ mereka (EXO-L) terbilang beruntung karena member punya individual teaser video. Jadi bocoran track bisa diselipin di situ alih-alih dibuatkan satu video highlight medley.

Seru juga ternyata melihat EXO berkamuflase jadi dedaunan. Kaget juga ngeliat daun singkong ternyata menyimpan rahasia besar bahwa selama ini mereka bisa membentuk logo EXO. Gue kalau lagi bengong gitu ya di kosan suka kepikiran sama apa yang terjadi di meeting setiap comeback artis SM. Apakah terjadi perdebatan seru atau alot. Apakah Lee Sooman marah-marah sambil tepok-tepok tangan dan bilang “MANA KREATIVITASNYA KATANYA KALIAN KREATIF!”. Apakah dipojok ruangan ada seorang laki-laki pendek berambut biru memegang kamera yang berusaha motret CEO Kim Young Min secara candid buat di-upload ke Instagram.

(EH) (HAHAHHA) (MASA LALU GUE) (CURCOL)

Seru aja gitu ngebayangin pembahasan antara tim kreatif NCT, RV sama EXO nyambung-nyambungin konsep Mother Nature ini dari cherry-nya NCT ke buah-buahan segar-nya RV bergeser ke dedaunan bermanfaat untuk lalapan seperti daun singkong-nya EXO. Gimana sih mereka memutuskan semua itu? Nggak mungkin kan kebetulan doang? Sekali lagi gue bukan orang yang percaya sama kebetulan. Karena kalau kebetulan, nggak mungkin kan ini terjadi:




Ok, let’s talk about something serious here. Very serious.

Can we, please, give Suho a comb and alat catok so he can get rid that belah tengah and kriting hair? Can? Kalo can please someone do it. PLEASE TELL HIM TO CHANGE HIS HAIRSTYLE. Kenapa sih. KENAPA SIH?! Kesel. Padahal summer tuh nggak selalu harus gimbal kok. Summer nggak selalu harus dikeriting kok. Atau dikepang kayak bli-bli di Kuta kok. Summer dengan rambut kasual juga kan sebenarnya bisa. Bahkan jauh lebih baik gue rasa kalau untuk Suho. Gak perlulah dikeriting dan terbelah kayak abis ditancap tongkat Nabi Musa begitu. Apalagi itu, siapa sih yang jambangnya dicukur dan rambutnya dibuat semu-semu merah sampai alisnya juga merah. Gausahlah kayak gitu. Biasa ajalah jadi kan bisa dinikmati dan terhindar dari celaan.

(PADAHAL TADI GUE BILANG NGGAK AKAN KOMPLAIN).



Lo mungkin boleh sebal sama ekspresi birahi Kai dalam setiap video teaser-nya. Tapi semenyebalkan apapun ekspresi itu, dia tetap kelihatan sangat natural. It’s Kai. I’m not complained. Suit him well. Anehnya, Suho selalu terlihat awkward. Dari awal debut sampai sekarang pasti deh ada paling nggak satu momen yang dia terlihat awkward. Di shot cut dance di teaser ini juga keliatan kok awkward-nya. Kenapa ya? Mau terlihat asik tapi malah jadi sok asik. Mau tertangkap kamera dengan kesan candid tapi tetap terasa dibuat-buat. Apa cuma gue yang ngerasa kayak gini? Apa cuma gue yang memperhatikan dia? Apa kalian selama ini hanya memperhatikan Baekhyun, Sehun dan Chanyeol doang? AH! KATANYA EXO-L! TAPI MALAH PERHATIANNYA BIAS DOANG! GAK PURE KALIAN!

(lha trus gue apa)

Kalau dipikir-pikir, menurut gue yang paling nggak kelihatan awkward buat gue tuh cuma pas part “She got me going crazy”-nya dia di ‘Monster’. Kalau difoto, gue paling suka dia di teaser ‘Mama’ sama ‘Wolf’. Yang foto sedang pake baju sama monyongin pensil itu terlihat sangat candid dan bagus. Nggak perlu berusaha keras untuk terlihat cool tapi jadinya malah cool. Entah kenapa di teaser ini gue merasa banyak hal awkward sama dia. Nggak tahu deh nanti kalo di MV gimana.

(Sampai gue menulis review teaser ini, gue belom nonton MV-nya sama sekali walaupun udah berhari-hari lalu dirilis. Ini demi dapat feel pas review-nya nanti)



Di EXO nggak cuma Suho kok sebenarnya yang gue lihat awkward. Tapi Chen dan Xiumin juga. Banyak part-part mereka di video yang bikin angkat sebelah alis (walaupun itu susah untuk dilakukan bro). Tonton deh ‘Hey Mama’ berkali-kali. Lo pasti ngerti apa maksud gue. Di situ yang paling menikmati setiap adegan cuma Baekhyun. But good news for Chen, di teaser ‘Ko Ko Bop’ ini dia melesat jauh ke ujung galaxy fanfan bimasakti. Buat gue feel summer mabuk-mabuknya Chen dapet banget. Terlihat seperti mabuk beneran dan tidak dibuat-buat. Chen pun nampaknya sudah beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya dan jadi lebih santai sekarang. Lebih enjoy the stage. Enjoying life. Meninggalkan kehidupan relijiusnya sebagai ustad. Ya begitulah memang kalau sering bergaul dengan cabe-cabean seperti Baekhyun. Tinggal tunggu aja CBX bonceng tiga di motor matic dalam comeback selanjutnya.

Xiumin juga sekarang menurut gue way better than Suho dalam mengeluarkan ekspresi. Ada pendalaman karakter (halah) yang luar biasa (halah halah) yang terasa di teaser ‘Ko Ko Bop’ ini. Paling nggak, penampilan Minseok nggak awkward parah kayak di MV ‘yahagosipo’ sama Jimin itu. Di sepanjang teaser ini ada sih yang kelihatannya sedikit kaku. Tapi itu terbantu dan ketutupan sama adegan-adegan lain yang terasa natural. Jadi bikin gue yang nonton pun bisa menikmati.

Maaf, maaf nih, Suho.



Salah satu adegan di teaser Xiumin yang gue suka adalah ketika dia lari-larian di pinggir hutan sama member yang lain. Sama waktu dia merhatiin permen di adegan terakhir seolah-olah permen itu ada bolongannya. Padahal kan udah jelas nggak bolong. Tapi kenapa tetep dikeker gitu deh kak? Jadi siapa yang salah di sini tolong jelaskan. Oh iya, belahan rambut disayang Nabi-nya Xiumin dengan rasio 70:30 ini juga ttak nae style banget.



Setelah ‘EXODUS’, SM mengulang lagi pola yang sama: membuka teaser dengan Kai kemudian menutupnya dengan D.O. Buat para KaiSoo shipper ini sih pasti sesuatu pembahasan yang nggak akan habis sampai kiamat menjelang. Tapi buat gue, jelas ini punya makna sendiri. Ini sebenarnya simbol bahwa di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung.

Iya memang nggak nyambung.

Maksudnya, ini adalah simbol dari kekuatan Kai dan D.O dalam universe-nya EXO. Bahwa kemanapun Kai berteleportasi, tetap saja akan kembali ke bumi juga.

Bumi = Earth = D.O’s power.

Dan D.O menutup semua teaser video ini dengan sempurna. Jujur aja dari semua teaser video ‘Ko Ko Bop’ ini, gue paling suka sama teaser-nya D.O. Soalnya dia di situ effortlessly awesome banget. Nggak perlu pamer-pamer dada berlebihan. Nggak perlu pake baju yang nggak dikancing dan bikin masuk angin. Nggak perlu punya rambut gimbal atau keriting. Nggak perlu juga punya alis merah dan cukur jambang. Apalagi joget-joget sok asik kayak Suho ataupun menggerak-gerakan badan seolah mendengar suara musik dangdut dari kejauhan seperti Kim Jongin.

D.O cukup berdiri (atau duduk), pasang ekspresi dikit, kamera melakukan tugasnya dengan bergerak ke kiri atau ke kanan, dia melirik ke kamera, senyum, udah.

Kelar.

Hasilnya bagus. Paling bagus dari semuanya malah. Fix sih D.O akan jadi bias gue di comeback kali ini. Siapa itu Suho. Siapa itu Baekhyun. Apalagi Park Chanyeol. D.O is our king!



Gue tidak mau mengakhiri posting-an ini dengan kesedihan sebenarnya. Tapi entah kenapa setelah teaser D.O keluar kemaren gue berharap akan ada teaser video Lay. Ya walaupun dia nggak bisa balik ke Korea karena dia sesibuk itu, tapi apa kek, gitu kasih video greeting kek gitu. Setidaknya bikin hati ini lega sedikit gitu.

Ngomong-ngomong dia apa kabar sih? 24 jam sehari skejulnya bisa di 24 tempat berbeda ya jangan-jangan?

Hufft. Kita semua pasti punya ketakutan yang sama. Tapi yang jadi concern gue sih sebenarnya rasa terbiasa gue sendiri melihat EXO dengan delapan member, bukan sembilan member. Ketidakhadiran Lay di sebuah comeback besar ini bisa bikin kita terbiasa tanpa dia dan itu sangat bahaya. Nanti pelan-pelan tanpa kita sadari dia beneran keluar dan jeng jeng jeng jeng sejarah terulang kembali.

Ketok ketok jidat.

I don’t know what happen between Korea and China right know and I’m too lazy to find out kenapa Lay punya terlalu banyak kegiatan sampai-sampai nggak bisa comeback sama EXO kayak gini. THAAD? Again? I’m tired. I need Lay. We need Lay. ‘Ko Ko Bop’ is not complete without Koko Lay.

*Koko Crunch*


Follow Me/KaosKakiBau in everywhere!
Watch my #vlog on YouTube: KaosKakiBauTV (#vron #vlognyaron)
Twitter: ronzzykevin
Facebook: fb.com/kaoskakibau
Instagram: ronzstagram
LIVE SETIAP SENIN JAM 9 MALAM 'GLOOMY MONDAY!'
Instagram lain: kaoskakibaudotcom
Line@: @kaoskakibau (di search pake @ jangan lupa)

We’re Going Ko Ko Bop!

$
0
0

Kalau lo sekarang lagi dalam kondisi sehat wal afiat, segar bugar, enak makan dan enak tidur, gengs, maka bersyukurlah. Soalnya nyaris seminggu ini gue nggak enak tidur dan nggak enak ngapa-ngapain banget. Mendadak gue terserang flu. Tumben-tumbenan banget deh ini badan gue nge-drop dan mendadak melemah gini. Kayaknya sih efek kurang tidur, tapi gue juga curiga ini adalah efek dari kurang kasih sayang dan pelukan hangat sosok yang dikasihi.

Ahem. Siapa.

Gue curiga ini sakitnya karena kebanyakan minum es teh manis di Mekdi pas pulang konser CNBlue Sabtu pekan lalu. Karena sejak itu kepala gue juga mendadak jadi pusing-pusing, terus berlanjut ke radang tenggorokan sebentar, lalu demam, dan kemudian batuk nggak kelar-kelar sampai hari ini. Bersyukur gue bisa kalem dikit batuknya karena Panadol. Bersyukur juga gue tipe orang yang kalo sakit tinggal dikasih obat dari Alfamart langsung sembuh. Tanpa perlu resep dokter berlebihan. Terima kasih banget untuk Panadol karena berkat dia gue jadi bisa betah duduk di Mekdi dengan tenang tanpa mengganggu masyarakat sekitar dengan suara batuk gue. Gue pun bisa nulis sisaan blog soal ‘Ko Ko Bop’ ini dengan kalem.


Tapi mendadak pengen Coke. Apakah boleh….

HAHAHAHAHAHHA

Sekarang gue kalo nulis blog jadi manja. Udah nggak bisa lagi cuma nulis di kamar doang. Nulis di kamar selalu mentok. Kebanyakan drama sama kasur. Makanya sekarang kalau mau nulis musti cari tempat duduk yang enak. Nggak harus sepi sih yang penting enak dan ada Wi-Fi. Hihihihi…. Makanya jadi rajin banget deh gue ke Mekdi Kemang. Di sinilah gue menyelesaikan review teaser ‘Ko Ko Bop’ Part 2 Jumat malam.

Setelah selesai nulis itu, gue jadi bingung gimana harus memulai review MV ‘Ko Ko Bop’ ini. Seharian gue cuma ngomong sendiri doang “Gimana ya awalnya?” Keluar dari kamar mandi “Enaknya gimana ya?” Abis makan siang “Hmm… harus mulai dari bagian apa nih ya?” Sampai sekarang kebiasaan ngomong sendiri gue makin parah sih. Akhirnya gue mikir kayaknya memang butuh refreshing sejenak. Akhirnya gue memilih untuk tidur. Tapi nggak sejenak. Jatohnya jadi berjam-jam. Dan malamnya temen gue, Krishna, ngajak ke rumahnya karena dia ulang tahun. Demi makan gratis dan refreshing dikit gue pun berangkat ke sana.

Balik dari rumah Krishna udah gue niatin bakalan duduk lagi di Mekdi Kemang buat nyari ide. Tapi beruntung pas lagi di atas ojek yang sedang melaju perlahan tapi pasti di jalanan Kemang yang ramai, gue pun menemukan ide untuk prolog posting-an ini. Yang lo baca sampe sini sebenarnya belom masuk ke prolog. Ini masih nyampahnya aja. Prolog ini gue rasa klop sama genre lagu comeback EXO kali ini. Pas banget. Something new.

Dengan aroma parfum murah yang disemprotkan abang-abang ojek ke dalam helmnya secara berlebihan sehingga wanginya menempel di rambut gue, gue pun mulai duduk di Mekdi ditemani secangkir Flat White, french fries dingin, Jeno (nama handphone gue) dan Junmin (nama laptop gue). Mulailah gue mengingat-ingat kejadian hari Selasa kemarin. Pengalaman pertama yang menyenangkan. Semenyenangkan lagu ‘Ko Ko Bop’ ini.

Sejak Senin sebenarnya badan gue udah drop. Selasa pagi ternyata makin parah demamnya. Panik dong gue. Karena seharusnya hari itu gue berangkat pagi-pagi ke kantor. Kantor gue yang sekarang lebih enak soal jam kerja. Makin pagi lo dateng ke kantor, makin cepet lo bisa pulang. Makanya gue sekarang jadi gandrung dateng pagi. Kenapa gue juta mutusin buat berangkat lebih awal, soalnya sorenya gue harus ke Korean Cultural Center Indonesia.

Selasa kemarin gue diundang buat jadi pembicara (halah) di acara ulang tahun ke-6 KCCI.


Badan gue sayangnya nggak bisa diajak kompromi. Alhasil gue tepar di kamar sampai siang. Baru bisa ngabarin bos gue via WhatsApp kalau gue nggak bisa masuk setelah bangun tidur dengan keringat yang berlebihan banget. Gue berharap sorenya udah agak baikan walaupun itu belum minum obat. Gue memang kalau demam jarang langsung minum obat. Biasanya stok parasetamol tapi yang ada di kosan kayaknya udah kadaluarsa. Saking lamanya gue nggak pernah sakit lagi. Gue pun bukan orang yang biasa minum obat kalau demam-demam dikit. Karena biasanya tidur dengan jaket dibalut selimut tebal dan sarung juga akan sembuh. Terinspirasi dari kepompong. Tapi kemaren gagal total. Mau nggak mau harus ke Alfamart beli obat. Sambil sempoyongan gue jalan juga beli Panadol. Alhamdulillah sore jelang malamnya udah membaik. Demam gue turun tapi batuknya nggak ilang dan suara gue seseksi Pinkan Mambo waktu awal debut.

Khawatir banget nggak bisa nepatin janji dateng ke KCCI karena kondisi gue hari itu. Tapi setelah merasa better, gue pun akhirnya bisa sampai ke sana dua jam sebelum acara dimulai. Oh iya, kok gue bisa sih diundang ke Korean Cultural Center Indonesia?

Baca dulu posting-an gue yang judulnya ‘Kejutan dari Adhan’ supaya nyambung. Gue diundang untuk sharing pengalaman di Asian Cultural Young Leaders’ Camp 2017 di Korea kemaren sama beberapa anggota KCCI yang datang. Kan memang tujuan acara itu adalah menyebarkan kabar baik dari Korea kepada komunitas setelah kembali ke negara masing-masing kan. Ya awalnya gue juga mikir gue cuma harus nulis blog aja dan posting di sosmed aja. Eh nggak nyangka kalau proses menyebarkan pengalamannya juga termasuk ngomong ala ala presentasi di depan anggota KCCI.

Sebagai newbie di dunia seperti ini tentu saja gue deg-degan. Tapi nggak separah waktu pertama kali gue presentasi di Universitas Budi Luhur bulan Mei kemaren. Ini adalah pengalaman pertama banget gue jadi pembicara di KCCI. Gue nggak pernah familiar dengan lokasi ini sebelumnya karena selalu gagal setiap mau daftar kelas Bahasa Korea. Dan kunjungan gue sebelum ini cuma ke ruang meeting untuk ketemu Pak Director-nya sebelum berangkat ke Seoul dan juga jadi peserta kuliah umum.

“Ya intinya cuma cerita soal blog kamu sama perjalanan ke Korea aja,” kata Mbak Kimberly dari KCCI.

Kalau ini gue jagoanlah. Mana lagi cerita dalam Bahasa Indonesia kan? Nggak harus mikir ngomong dalam Bahasa Inggris kayak pas di Korea kemaren. Hihihi…

Dengan suara Pinkan Mambo baru debut itu gue pun mulai memperkenalkan diri dan sharing cerita sama semuanya. Alhamdulillah lancar. Seneng juga melihat mereka yang datang hari itu mau mendengarkan dengan serius. Padahal kan gue nggak sedang ngasih kuliah. Ada juga yang sesekali ketawa pas gue sedang berusaha melucu padahal nggak lucu-lucu banget. Karena sambutannya positif, gue juga jadi lebih santai untuk mengelaborasi cerita. Thank you all! Luv banget pokoknya.

Gue sendiri sempat amazed sama kemampuan ngomong gue di depan umum. Dikit-dikit jadi lebih oke dan makin bagus daripada sebelumnya. Walaupun mata gue tetep nggak bisa fokus dan jelalatan karena nervous, tapi I’m getting better. Memang benar kata buku yang pernah gue baca zaman dulu, ala bisa karena biasa.

A post shared by RON (@ronzstagram) on


Ngomong-ngomong soal hari Selasa, di hari itu juga MV ‘Ko Ko Bop’ dirilis. Dan gue sudah sangat menunggu-nunggu MV ini. Kalau aja itu gue lagi di kantor atau di kosan, pasti deh reaksinya akan sangat berlebihan. Pasti deh gue akan mencak-mencak nggak karuan. Nggak akan bisa kontrol. Pasti akan menggila. Gue juga pasti bakalan ribut di Twitter, nge-tweet panjang lebar dari satu adegan ke adegan lain seperti kebanyakan chingu-chingu tlist. Tapi karena pas MV dirilis gue lagi di KCCI, duduk di ruang tunggu sambil ngerjain artikel freelance, gue sok-sok kalem aja. Gue nonton MV itu sekitar setengah jam setelah perilisan. Dan efek setelah itu gue terdiam agak lama.

Nggak jauh dari gue, ada dua tamu ulang tahun KCCI yang sedang ngobrolin promotor konser KPop dan event konser mereka bulan November. Juga ngomongin soal rencana menginap di hitel deket ICE.

“Iya, promotor ini tuh sekarang udah tahu banget gimana buat dapet uang. Mereka jual tiket duduk jadi mahal banget lho. Terus katanya mau ada fansigning kan. Pasti deh itu buat member!”

Gue tahu persis siapa yang mereka bicarakan. Kalau gue kenal mereka pasti gue akan nimbrung. Tapi saat itu gue lagi nggak pengen diganggu dengan pikiran-pikiran lain. Gue pengen khusyuk dengerin lagu baru EXO ini. Gue sedang berusaha konsentrasi.

Lama-lama kok gue merasakan ada yang aneh sama kaki dan bahu gue. Kok kaki gue gerak-gerak sendiri. Kok bahu gue goyang-goyang sendiri. Kok mendengarkan lagu ini sensasinya seperti pertama kali dengerin lagu-lagu di film ‘Mujhse Dosti Karoge’. Makin lama gerakannya makin intens. Untung gue masih punya self-control dan sedikit rasa malu yang tertinggal. Kalau semuanya sudah 100% hilang mungkin saat itu gue udah naik ke atas meja, buka kancing baju sampai ke puser, kemudian melakukan gerakan tidak senonoh meliuk seperti Nagini. Meniru Kim Jongin, sang Nagini sunbaenim.

Gue mendadak senyum-senyum sendiri juga. Meskipun gue tadi bilang gue berusaha konsentrasi sama MV-nya, itu semua gagal gue lakukan. Gue nggak memperhatikan MV-nya secara detail. Gue lebih fokus sama musiknya. Sama lagunya.

Dan untuk pertama kalinya gue mengaku kalah sama EXO. Gue suka lagu ini sejak pertama kali mendengarkannya.

Proses adaptasi gue rupanya sukses, eh?



Kalau fans yang lain mungkin di saat yang sama langsung dengerin lagunya sealbum. Langsung ngulang-ngulang MV-nya di YouTube. Gue juga dulu gitu. Waktu kehidupan masih ramah padaku. Tapi setahun terakhir ini jarang bisa spazzing to the max lagi. Makanya gue baru bisa dengerin semua lagu di album ‘THE WAR’ sehari setelah itu. Seharian di kantor gue puter ulang lagu-lagunya. Tapi lalu gue setop di tengah jalan dan ngomong sendiri.

“Jangan nikmati dulu. Biar feel-nya nanti kayak pertama mendengarkan lagi pas di-review.” Lalu gue cuma repeat one‘Ko Ko Bop’ di Winamp (iya gue masih pake Winamp, thanks). Dan baru Sabtu pagi kemaren gue bener-bener nonton MV-nya dengan serius setelah berhari-hari berlalu.

Sebut gue freak, nggak apa-apa. Sebut gue bukan fans pure, nggak apa-apa. Sebut gue nggak berusaha untuk bikin view YouTube-nya makin nambah, nggak apa-apa. Memang demikian adanya kok.

Hidup gue bukan cuma buat streaming MV dan memastikan EXO jadi nomor satu. Dan kalau mereka nggak jadi nomor satu itu bukan berarti juga salah gue. Hey, hey, hey. Masih banyak hal lain yang harus gue lakukan sehari-hari demi mencapai kehidupan yang layak bagi kemanusiaan. Gue harus bikin artikel kerjaan, laporan buat bos gue, artikel freelance, gue harus makan pagi, makan siang, minum obat, balas chat di LINE/WhatsApp kalau ada, nge-troll orang di LINE@KaosKakiBau dengan ngirim foto Annabelle, upload foto ke Instagram dengan filter berlebihan supaya terlihat gantengan dikit, update status Facebook dengan background ganti-ganti supaya kekinian, bacain tweet berantem ARMY vs EXO-L di timeline, kepoin Lambe Turah, wah banyak deh pokoknya aktivitas gue selama sehari tuh. Sibuk banget.

Jadi wajar kalau gue nggak bisa streaming MV buat nambahin view YouTube. Orang MV-nya aja gue download. Nonton di YouTube butuh kuota men. Kita kan nggak hidup di Korea Selatan yang internet ada di mana-mana. Provider ukuran baju yang gue pake aja belakangan ini lagi ngehek banget.

Tapi ada hikmahnya juga gue nggak nontonin MV-nya berulang-ulang setelah perilisan. Soalnya makin ditonton, makin gatel tangan gue buat ngetik review-nya. Meanwhile gue masih ada utang review teaser yang belom kelar kan kemaren. Makanya pas Sabtu gue nonton MV-nya lagi, gue puas-puasin deh tuh, nonton ulang ada kali sampai 50 kali. Sudah termasuk slow motion dan frame per frame (videonya nggak di play tapi digerakin pake tanda panah ke kanan keyboard sambil teken CTRL. WKWKWKWKKW)


Gue musti bilang ke lo semua kalau dilihat sekilas MV ‘Ko Ko Bop’ ini not as great as the song. Tapi nggak juga berarti MV ini jelek.

Kalau mau main banding-bandingan sama MV artis SM yang lain dan MV EXO terdahulu, ‘Ko Ko Bop’ ini jauh lebih bagus daripada ‘Bonamana’ atau ‘Mr. Simple’-nya Super Junior (bawa-bawa sunbaenim dikit karena mau comeback). Lebih bagus dari ‘Danger’ atau ‘Electric Shock’-nya f(x) juga (bawa-bawa sunbaenim soalnya ada mantannya Kai). Dan kalau mau dibandingkan sama ‘History’, ‘Overdose’ dan ‘Call Me Baby’ yang iyuh-so-murahan-why-sih-apakah-SM-sudah-mico-bikin-MV-kayak-gitu itu, ‘Ko Ko Bop’ ini jauhlah di atas mereka.

Cuma lo nggak bisa samain MV ini dengan trilogi ‘EXACT’/’LOTTO’. Ibarat kalau ada 10 anak tangga, ‘Lucky One’, ‘Monster’ sama ‘Lotto’ ada di anak tangga ke-8, ke-9 dan ke-10. ‘Ko Ko Bop’ ada di anak tangga ke-7. Sisanya kayak ‘History’ sama ‘Overdose’ di anak tangga -1 dan ‘Call Me Baby’ ada di anak tangga 0 (soalnya ‘EXODUS’ teaser-nya bagus-bagus jadi masih syukur nggak minus).

Secara keseluruhan MV-nya, ‘Ko Ko Bop’ enggak menampilkan sebuah cerita secara terang-terangan. Beda banget sama ‘Lucky One’ yang oh may gad gue suka banget MV itu walaupun lagunya ngebosenin (klik di sini untuk baca review-nya tahun lalu). Atau misalnya MV ‘Monster’ yang pas kita tonton, langsung deh berspekulasi macem-macem (klik di sini untuk baca review tahun lalu). Langsung berimajinasi berlebihan. Menebak-nebak apa yang terjadi sama ceritanya.

“Oh si Kyungsu ini disuntik mandul nih.” – Ron saat nonton ‘Lucky One’.

“Oh ini si Baekhyun jadi bandar arisan berondong nih.” – Ron saat nonton ‘Monster’.

‘Ko Ko Bop’ style MV-nya kerasa banget kayak ‘Love Me Right’. Ngerasa nggak sih gengs? Bahkan banyak adegan di MV ini yang juga ada di ‘Love Me Right’. Dan kalau dilihat sekilas, memang kesannya kayak nggak ada apa-apa sama MV ini. Nggak ada cerita yang ingin disampaikan. Ya simple-nya cuma bocah-bocah lagi menikmati musim panas di hutan tengah kota. Alih-alih ke pantai. Walaupun outfit-nya udah anak pantai banget sih. Longgar dan tampak tetek. Sekilas MV ini cuma kayak gabungan dari potongan-potongan gambar muka member A yang di cut to ke muka member B. Tapi gue bisa bilang kalau MV ini nggak cuma sekedar itu.

Ada “dream like situation” yang membalut realita dalam video ini. Kalau lo nggak ngerti sama kalimat gue sebelumnya, udah jangan dipikirin karena sesungguhnya akupun tidak 100% selalu paham dengan apa yang aku tulis. Gampangnya gini deh, yang ditampilkan di MV ini ada 2: (1) Realita, (2) Entah mimpi entah kejadian masa lalu.

But first, let’s talk about their title track's genre.


Bicara soal track summer artis SM, dalam pikiran gue pasti lagu-lagunya yang pop-ish dan ceria. Yang penting happy, beat-nya cepat, easy listening, tipikal lagu yang kalau lo dengerin lo akan merasa sangat bahagia. Beberapa poin memang ‘Ko Ko Bop’ ini masuk. Tapi SM berani keluar dari lagu yang terdengar pop banget dan beralih ke reggae. Dude! DUDE! EXO BENERAN MENJADI BOB MARLEY!!!

Agak ketebak memang sih kalau melihat rambut gimbal Kai. Tapi ini di luar dugaan banget. Queen, salah satu temen gue dari Asian Cultural Young Leaders’ Camp 2017 asal Filipina, juga fans EXO. Belakangan kita sering LINE-an dan ngebahas soal EXO. Dia sempat nyeletuk soal Bob Marley dan reggae ini tapi gue nggak sampai meyakini kalau EXO akan menjajal genre itu. Dan ketika sudah keluar, komentar kita sama: “GOD! THIS IS SURPRISINGLY GOOD!!!!” Bahkan dengerin versi Mandarin-nya sama enaknya kayak versi Korea lho!

Mereka bukan grup pertama yang tampil bawain genre ini. 2NE1 sudah berkali-kali bawain lagu dengan genre reggae dan beberapa di antara lagu itu gue juga suka. Tapi karena ini EXO…. I am blown away! Sounds bias but bodo amat. This song is my kinda song! Seperti dangdut.

Tapi jelas SM nggak mungkin nyari lagu yang pure reggae karena itu bakalan bikin lagunya jadi kayak… yah… biasa aja. Karena sekarang konsep lagu-lagu KPop lagi mengarah ke Amerika banget dan they are trying to produce a song which more “out there”, reggae-nya pun dikemas jadi lebih kekinian. Makanya ada suara-suara elektroniknya, ada sedikit elemen trap-nya juga. Jujur aja nih ya, ini pertama kalinya gue nggak komplain soal beat drop di lagu KPop. Mostly terlalu jomplang dan gue sama sekali nggak begitu suka (kayak misalnya tiba-tiba ada part dubstep di ‘Swing’ atau ‘Face’ dan ‘Action’-nya NU’EST gituloh kayak “WHAAAAAAAAAT?!?!?!?!?!?!??!”). Tapi ‘Ko Ko Bop’ ini, balik lagi ke statement gue dan Queen di LINE itu: SURPRISINGLY GOOD.

Mungkin nggak banyak yang tahu kalau “Shimmy shimmy ko ko bop” ini sebenarnya judul lagu jadul yang populer di tahun 1959 yang dinyanyikan oleh Little Anthony. Gue coba untuk mendengarkan lagu ini tapi nggak gue banget. Komposer lagu ini dan penulis liriknya mungkin menjadikan judul lagu itu sebagai referensi. Dan part itu dinyanyikan Baekhyun dan Xiumin terdengar nyaman dikuping.

Bagian favorit gue adalah setiap kali “Ah woo~” keluar. Di sini yang paling berasa reggae-nya sih dan paling bikin goyang. Aduh kenapa ini terkesan seperti gue sedang membahas lagu dangdut pantura. Tapi bagian ini enak banget. Kalau ada tlist chingu yang iseng bikin part “Ah woo~” on loop gue akan mendengarkannya sampai mimpi indah. Part ini juga semacem easter egg untuk lagu ‘Wolf’. Kreatif! Suka!



Komplain gue untuk lagu ini cuma satu sih dan ini serius bukan karena gue punya dendam kesumat atau apa ya tapi kebetulan aja ini terjadi: rap-nya Chanyeol sebelum refrain.

Di banyak lagu EXO, gue harus memberikan apresiasi lebih ke Chanyeol karena rap-nya bagus. Gue nonton ‘EXO’luxion’ dan ‘EXO’rdium’ di mana dia juga ada sesi menguasai panggung sendiri dengan lagu yang mostly nge-rap, itu dia bagus. Gue akui itu. Tapi in that particular part on this‘Ko Ko Bop’ song, rap dia terdengar sangat aneh. Malah gue merasa part itu seharusnya ditiadakan aja dan kasih dia part nyanyi karena suara dia kan lumayan oke juga. Nah, Sehun justru rap-nya terdengar lebih oke. Makanya gue agak kaget kenapa di sini Chanyeol kedengerannya kayak rapper baru debut kemaren.

Gue dari kemaren pengen banget nge-tweet soal itu tapi kalau di Twitter kan semua orang pasti akan langsung nanggepin “HALAH LO HATERS YA!” “DASAR LO KAYAK LO BISA NGE-RAP AJA!” “RENDAHAN LO MIN!” hufft. Akhirnya gue cuma bisa ngetik di grup WhatsApp ke temen gue dan mengutarakan perasaan gue soal part rap-nya Chanyeol itu. Salah satu dari mereka setuju dengan itu dan dia juga merasa part itu memang terdengar agak gimana gitu. But Sehun did a very good job di part rap-nya dia!

Chen cocok banget nih sama lagu-lagu bernada manja kayak gini. Makin mendayu-dayu suaranya. Suho juga di beberapa part kedengeran ngepas dangdutnya. Berbakat dia menggantikan Saipul Jamil di dunia perdangdutan Nasional. Tapi di lagu ini part Kai nggak terlalu kedengeran ya. Mungkin dia sudah cukup tampil menyolok dengan rambut gimbal dan otot perutnya yang pasti capek banget itu nahan napas supaya sepanjang MV kelihatan terus, jadi gausah banyak nyanyi deh.

Bonus: suara anak kecil (atau siapalah itu mungkin orang dewasa yang terdengar seperti anak kecil) ‘LISTEN!’ sebelum beat drop di belakang lagu lucu banget. Selalu senyum gue setiap denger itu. Beda feel-nya sama ‘Listen’-nya Sehun di ‘Don’t Go’. WKWKWKWKWKWKW


MV ini dibuka oleh Suho yang sedang membuka sebuah kotak mirip kotak korek tapi isinya permen dengan logo hexagonal EXO. Dari awal sudah mau diingatkan bahwa meski berubah-ubah logonya dari bentuk hati, bintang di puncak pohon natal, tulang belulang, daun semanggi, sampai daun singkong. Meski EXO yang dulu bukanlah yang sekarang. Tetap logo itu adalah awal mula grup ini. Tetap ingat masa-masa susah pas debut dulu. Jangan besar kepala. Gitu. #apasih


Suho pakai satu cincin di jari tengah tangan kanan, dan dua cincin di tangan kiri masing-masing di jari tengah dan jari manis. Coba fokus dulu ke cincin di tangan kanannya yang kelihatannya kok kayak kepala Iblis bertanduk gitu. Apakah ini berarti Suho sudah jadi pindah dari Atheis ke pemuja setan? Kita doakan dia tetap berada di jalan kebenaran. 


Salah satu cincin di tangan Suho warnanya biru. Kenapa biru? Karena Suho kan kekuatannya air. Warna biru sering diasosiasikan (apalah bahasa gue ih!) dengan laut. Lihat kan hubungannya? Air – laut. Biru juga bisa melambangkan kepercayaan, kesetiaan, bijaksana, percaya diri, dan kecerdasan. Yang mana semua itu Suho banget as a leader dan Kim Junmyeon as an individual.

Elemen air Suho dan warna biru ini juga nyambung ke warna air dalam gelas (even warna gelasnya pun!). Semuanya merujuk pada sosok Suho sebagai leader dengan elemen air itu.


Tapi pertanyaan gue, kalau di meja itu ada banyak banget permen, kenapa Suho harus ngambil permen dari dalam kotak untuk dicelupin ke dalam gelas? Apa bedanya sama semua permen yang ada di meja itu? IH! Dan just in case you wondering soal warna permen:


Warna-warna pelangi kan hasil dari pembiasan cahaya putih. Nah kalau semua cahaya itu menyatu, kembali lagi ke putih. Makanya warna pelanginya ada di luar membungkus warna putih (sebagai hasil dari penyatuan warna) terus ada logo EXO di dalamnya. Sebuah simbol sederhana untuk ‘We Are One’. 

Kai punya tato Angel di lehernya dan tato ini dengan sengaja banget di-shot. Mungkin ini masih nyambung sama devil yang kemungkinan ada di cincinnya Suho di atas. Mungkin juga ini adalah sebuah clue untuk next concept atau next comeback di repackaged. Atau ini.... ah nanti lo juga akan tahu jawabannya kalau baca sampai habis.


Shot dance di MV ini berasa banget ‘Monster’ sama ‘Lotto’-nya. Pas awal gue liat teaser MV gue malah ngira gue nonton video yang salah. Butuh beberapa detik baru gue sadar kalau gue memang sedang nonton ‘Ko Ko Bop’. Dan refrain ‘Ko Ko Bop’ juga awalnya gue dengernya kayak ‘Monster’. Coba deh nyanyiin “it goes down-down baby”-nya diganti jadi “I’m creeping in your heart babe”.

Di atas gue bilang kalau ada adegan di ‘Love Me Right’ yang muncul lagi di MV ini. Salah satunya adalah adegan berbaring. Perhatikan di detik 00:10 dan ini agak cepet sih jadi mesti lo slow motion. Ada shot Sehun, Kai sama Chanyeol tiduran di halaman parkir. Tangan Sehun berubah-ubah posisinya di detik yang sama. Awalnya di samping kiri dan kanan, terus pindah ke perut, terus balik lagi ke kiri dan kanan.


Dan gue tadi juga nulis soal cerita tentang “realita” dan “mimpi” dalam video ini. Mari berimajinasi kalau sebenarnya dunia yang sedang terjadi dalam MV ini adalah setting-an si pemilik maze. We call him“the maze maker”. Masih ingat kan bagaimana Baekhyun berperan ganda di ‘Monster’? Dia pura-pura jadi jahat tapi ending-nya malah nolongin yang lain? Nah di ‘Ko Ko Bop’ si muka dua itu diperankan oleh Suho. Dia megang rahasia besar.


Ya anggaplah ada sesuatu yang terjadi di belakang layar dan akhirnya Suho dipercaya oleh “the maze maker” untuk melakukan hal jahat ke anak-anak ini. Karena Suho di sini leader, pasti mereka nurut kan sama dia. Jadi Suho adalah perantara “the maze maker” untuk merusak anak-anak yang lain. Tugas pertamanya adalah memanipulasi memori anak-anak ini. Dia ngelakuin sesuatu semacem hipnotis yang bikin anak-anak ini terjebak dalam dunia mimpi. Bukan dunia yang sebenarnya

Kapan dia menghipnotisnya? Ketika dia mengaduk-aduk gelas berisi cairan biru itu.

Di adegan sebelumnya Kai, Chanyeol, Sehun juga mendadak berbaring dan warna MV-nya jadi oranye-oranye kan. Nah sepanjang MV ini ada beberapa kali muncul adegan yang warna oranye. Dan setiap adegan yang warna oranye itu melambangkan “realita palsu” alias alam mimpi yang diciptakan oleh “the maze maker” lewat perantara Suho. Makanya di adegan ini, Suho kelihatan santai sementara Kai dan Xiumin udah teler.

Di saat yang sama, sebenarnya Suho—lewat cara hipnotis yang sama—sedang membantu para member untuk tahu jati diri mereka. Pelan-pelan Suho juga berusaha bikin mereka sadar. Itu menjelaskan kenapa Baekhyun dan Chanyeol kelihatan kebingungan di adegan oranye ini seolah-olah mereka ditunjukkan sesuatu yang sebenarnya mereka pernah alami tapi mereka lupa dan sedang berusaha mengingat-ingat. Pasti ingat dong intro ‘MAMA’ yang bilang kalau mereka bisa melihat langit yang sama tapi berdiri di tanah yang berbeda? Dari awal selalu ada dua dunia kan.
 

Petunjuk tentang Suho sebagai pahlawan di ‘Ko Ko Bop’ ditunjukkan lewat salah satu shot dance, Suho pake baju Che Guevara. Guevara adalah simbol pemberontakan. Dan di sini Suho sedang berusaha untuk memberontak dari “the maze maker” untuk ngasih tahu ke member kalo mereka sebenarnya sedang terperangkap. Kalau mereka sebenarnya harus keluar dari jebakan ini.
 

Selalu ada mobil di MV artis SM dan kali ini mobilnya Mercedes Benz. Ada dua dengan warna yang berbeda. Dan ternyata MV ini nggak cuma mengulang adegan di ‘Love Me Right’ tapi juga di ‘Call Me Baby’. Ingat Sehun nggak pakai sendal pas naik ke mobil di adegan dance pertama di ‘Call Me Baby’? Sekarang Sehun sudah kaya raya. Sudah jadi tuan tanah di Inggris. Jadi sekarang bisa pakai sepatu naik-naik ke mobil. Yang masih gembel dan telanjang kaki di atas mobil ketauan lah siapa.
 


Kembali ke adegan Chanyeol di dunia oranye, perhatiin kan dia punya tato di belakang kupingnya? Tato ini mendadak hilang di detik 00:43 dan muncul lagi di 00:44. Melihat baju yang dipakai juga berbeda di dua detik itu, kemungkinan dua adegannya juga berasal dari dua momen yang berbeda di masa lalu.


Adegan D.O dan Chen berdiri di tengah hutan ini kayak Chen dan Xiumin di ‘Love Me Right’. It is a beautiful scene tho. I love this one. 


D.O kan punya kekuatan bumi. Jadi kalau ada yang salah sama dunia sekitarnya, dia pasti merasakan itu. Dia pasti tahu. Dan memang ada yang salah. Makanya ada adegan gambar terdistorsi ketika D.O membanting pintu mobil. Udah ada feeling sedang ada gonjang-ganjing nih. 


Gonjang-ganjing dunia semakin diperjelas dengan benda-benda yang melayang, gelas berisi air yang bergejolak tumpah. Dan kalau lo perhatiin, sebelum gambar mobil meletot dan benda-benda melayang, Suho terus mengaduk gelasnya dan sesekali natap ke kamera dengan tatapan misterius. Lalu muncul visual lampu hijau (yang lebih ke biru muda sih) sebagai isyarat “everything starts now!”


Yang aneh di detik 00:26 adalah ketika mobil, pot bunga, kursi dan gelas biru melayang, air yang ada di gelas biru itu mendadak kosong. Padahal dari tadi kan diaduk terus sama Suho. Idealnya kalo melayang ya airnya tumpah juga di udara berserakan. Karena sendoknya pun kelihatan ikut terbang juga.


00:31, perhatikan tangan kanan Suho yang sedang ngaduk gelas (MAU DIADUK SAMPE KAPAN DEH IH). Di awal tadi tangan Suho yang pakai dua cincin adalah tangan kiri. Tapi di 00:31 jadi tangan kanan. Cincin birunya yang pindah posisi.


Gue bertanya-tanya maksud dari mobil yang bergerak sendiri di 00:45. Apakah ini Mercedes Benz lagi mau product placement soal self-driving car atau gimana ya? DAN GUE SEARCH DI GOOGLE “MERCEDES BENZ SELF-DRIVING CAR” BENERAN AJA ADA MADAFAKA. Kirain ini cuma masalah gagal move on aja. Itu ada yang gerakin. Namanya Luhan. Dia punya kekuatan telekinesis (ehem mobil terbang, gelas terbang, pot terbang). Tapi dia sekarang lagi sibuk fitness bentuk body. Boleh cek sist Instagram-nya topless semua (gak semua juga sih) di tempat gym.

Ngomong-ngomong soal Luhan dan kekuatan telekinesisnya, seneng deh di MV ini masih tetep ada penggambaran soal kekuatan masing-masing member. Bahkan ada penggambaran kekuatan member yang udah keluar juga lho kayak awan terbang (Kris – flight) sama flashback memory (turn back time– Tao).
 

Lah trus Lay mana? Mungkin lo akan bertanya-tanya. Lay ada di akhir MV. Logo bunga yang pelan-pelan muncul satu per satu bagiannya itu adalah representasi dari Lay. Inget kan dia selalu muncul dengan bunga di video-video sebelumnya. Bunga mati dibikin hidup lagi kayak di ‘Mama’. Ya itulah Lay di akhir MV. WKWKWKKWKW.

Memperjelas bahwa Suho adalah si “biang kerok” dan tahu apa yang terjadi di dunia EXO ini: shot mesin cuci dan dan galaksi. Seolah mau ngasih tahu kalau dunia mereka sedang dimanipulasi. Mereka sedang di-brainwash. Makanya muncul lagi itu adegan Suho ngaduk-ngaduk gelas. Dan kemudian di adegan selanjutnya, dia duduk manis di dalam mesin cuci. Dia tahu semuanya! Mungkin justru dia yang bikin semua ini terjadi!


Ada sosok misterius di 01:05 yang berjalan memasuki dunia ‘Ko Ko Bop’ ini tapi kemudian nggak di-reveal siapa. Gue mikir sih ini Lay dan dia akan datang di MV selanjutnya. Tadinya gue juga mikir ini adalah “the maze maker” tapi kayaknya sosok itu nggak akan muncul dulu sampai entah kapan. Jadi berharaplah repackaged nanti Lay beneran ada. Kalau ada repackaged. Atau ini bisa juga petunjuk kalau Lay akan datang tapi gak bareng EXO, lewat album solo.

Tapi kalo melihat adegan setelahnya... ini bisa berarti malah zonk juga nih. Adegan sebelumnya kan anak-anak pada lari-lari tuh. Seolah meninggalkan Lay. Jadi.... yah.... gimana dong.... #HEH #DIAMLOMULUTSAMPAH

 
01:11 ini agak absurd sih tapi itu posisi tiduran anak-anak kayak YinYang. Atau posisi 69 aw aw aw aw aw #NC1000000JUTA


Tapi kalau Yin dan Yang, berarti ini mau bilang kalau EXO berdelapan itu udah ideal. Udah seimbang. Jadi jangan kalian berharap dia akan kembali. #EH #GIMANA #MULUTSAMPAH!

Tapi kalau kembali ke teori dan imajinasi dari tadi, mungkin ini menggambarkan ke-muka dua-an(?) Suho. Dia mungkin punya niat baik untuk menyelamatkan dan menunjukkan jalan kebenaran kepada anak-anak yang lain, tapi melakukannya mengikuti cara si jahat (the maze maker). Sumpah ya ini dari tadi mengarang bebasnya kok jadi keasyikan.

Lanjut ke next scene, Sehun dan Xiumin sama-sama minum air biru itu dan kemudian pingsan. Jadi entah bagaimana dua orang ini mendapatkan sebuah firasat tentang gonjang-ganjing yang ada di dunia itu. Kemudian menemukan “oh! Mungkin air ini bisa membantu kita menemukan jawabannya!” lalu mereka minum dan tertidurlah mereka. Lalu beralih ke alam mimpi. The other universe.


Ada berapa banyak burger melayang yang ada di 01:28? Jawabannya ada 13. Tadinya gue kira 12 udah mulai aja kan baper. Pas diliat lagi eh ternyata ada 13. Batal deh nyambung-nyambungin sama masa lalu.


Eh tapi pas liat menit 01:31 mendadak baper lagi. “LHO KOK ITU ADA SATU TEMPAT KOSONG?! PASTI BUAT LAY YA?!” #EA #MAULO


Coba lo perhatiin semua adegan pas anak-anak ini pada berbaring deh. Nggak ada yang kakinya selonjoran full. Persis seperti flamingo kalau lagi tidur. Googling deh gimana flamingo tidur. Mereka selalu mengangkat sebelah kakinya. 

Lah trus hubungannya apa sama anak-anak ini? Bukan bagian kaki sebenarnya, tapi bagian flamingo-nya. Flamingo kan warnanya pink. Pink itu selain feminin juga simbol ke-innocent-an(???????BAHASAGUEUDAHGAKJELAS). Jadi bisa disimpulkan kalau nggak ada orang jahat di sini (dan Suho memang korban manipulasi “the maze maker”).


Ingat di awal kita ngebahas soal cincin Suho yang ada kepala setan-nya? Ya kan dia melakukan hal jahat di sini berarti dia setannya. Meski tujuannya baik. Lalu Kai dengan tato Angel-nya? Itu ternyata isyarat kalau dia memang innocent juga.

Ok now lets talk more about “the maze maker”. Lo pasti inget ada adegan di ‘Sing For You’ ketika Kai menerima bola basket yang jatuh dari langit kan? Terus lo pasti inget adegan terakhir di ‘Lucky One’ yang ternyata ada pihak yang menyaksikan EXO lari-larian di dalam maze.

Nah, orang yang melempar bola ke Kai itu adalah “the maze maker” atau salah satu dari boneka mereka. Sama halnya dengan orang yang melempar bola ke Chanyeol di ‘Ko Ko Bop’ ini. Lalu kenapa Chanyeol memantulkan bolanya dengan keras ke bumi lalu meledak di langit? Lembaran bola ke bumi adalah penyaluran amarahnya setelah tahu bahwa dia sedang terjebak (dalam maze, walaupun di sini maze-nya belum ketahuan). Sementara kembang api adalah gambaran dari emosi seneng karena dia akhirnya terbangun dari mimpi.


Makanya ekspresi dia (dan Baekhyun) juga akhirnya kusut banget pas lempar bola itu, bahkan sampai ketika bola itu meledak di langit sebagai kembang api. Harusnya ngeliat kembang api bahagia dong ya. Kan lagi summer. Tapi anak-anak ini malah kusut mukanya. Soalnya mereka akhirnya sadar kalau mereka tuh sedang terjebak. Dan usaha Suho untuk menyadarkan mereka berhasil. Sekarang mereka sudah terbangun dari mimpi “dunia oranye” itu. Walaupun akhirnya mereka harus menerima kenyataan bahwa mereka menjalani kehidupan fana di bawah aturan “the maze maker”.

Ini menjelaskan kenapa lampu merah menyala sebelum Chanyeol menerima bola di menit ke 02:20. Lampu merah ini berarti tanda bahaya buat EXO. Dan juga buat “the maze maker” karena anak-anak ini siap memberontak.


Yang aneh sih sebenarnya setelah bola dilempar terus meledak jadi kembang api, itu Baekhyun dapat bola dari siapa? Kenapa bolanya bisa turun lagi kan tadi dah meledak. Terus yang aneh juga waktu Chanyeol mantulin bola, nggak ada siapa-siapa di sekitarnya. Pas bola udah meledak jadi kembang api tiba-tiba rame. Lah yang punya kekuatan teleportasi kan cuma Kai. Kenapa tiba-tiba yang lain jadi mendadak muncul gitu.


Another fun fact, di MV ini muncul dua kali angka 8 dan satu kali angka 9. Angka delapan yang pertama muncul di dinding parkiran di belakang Chanyeol. Angka delapan selanjutnya dan angka 9 muncul dari efek countdown in the background (oranye). Tapi anehnya, nggak ada angka 7 sampai 2. Cuma ada 8 dan 9.

Satu angka 8 dan angka 9-nya nyaris nggak akan bisa lo lihat kalau misalnya lo nggak nontonnya pelan-pelan dan nge-pause di waktu yang tepat. Penempatan angka 8-nya pas lagi waktu shot Kai. Nomor punggung Kai kan 88 (ini disambung-sambungin sih anjir bisaan gue doang wkwkwkkw)


Apakah ada maksudnya? Apakah ini berarti EXO akan comeback ber-8 sebanyak dua kali (which is sudah di ‘Lotto’ dan di ‘Ko Ko Bop’) lalu akan kembali ber-9 di comeback selanjutnya? Hihihihi…. Kita lihat saja nanti, Gan! AMINKAN, GAN!

Dan kesel deh, gue dari kemaren ngomongin mabuk-mabukan di pantai eh ternyata bukan pun mereka lokasinya di pantai. Kirain! Tapi ada sih adegan nyebur di dalam kolam seperti yang gue tulis di Part 1. Kolam lokal tapi. Buat Suho doang.


Apa yang kalian temukan di MV ini? Bagaimana pendapat kalian gengs? Tulis di kolom komentar dan diskusiin bareng-bareng yuk! Tentu saja apa yang gue tulis di atas cuma karangan bebas doang. Nggak ada yang serius. But anyway, I hope you guys enjoy posting-an kali ini yang bikin gue sendiri kembali merasa seperti berada di tahun 2011 – 2013 ketika gue getol-getolnya review MV.

Hihihi… I’ll see you again on the next post!

Follow Me/KaosKakiBau in everywhere!
Watch my #vlog on YouTube: KaosKakiBauTV (#vron #vlognyaron)
Twitter: ronzzykevin
Facebook: fb.com/kaoskakibau
Instagram: ronzstagram
LIVE SETIAP SENIN JAM 9 MALAM 'GLOOMY MONDAY!'
Instagram lain: kaoskakibaudotcom
Line@: @kaoskakibau (di search pake @ jangan lupa)

Insecure, Insecurity, Insecurities

$
0
0



“Sori, tadi kesasar makanya lama. Sebel banget padahal cuma dari Blok M doang ke sini tuh kayak tinggal belok kanan. Tapi maps-nya kok jadi kayak muter-muter!”

Nggak ada kesan kesal dalam keluhan gue itu. Lebih ke malu sebenarnya. Gue baru beberapa hari naik motor di Jakarta dan sedang senang mengeksplor tujuan-tujuan baru selain kosan ke kantor dan kantor ke kosan. Makanya ketika temen gue, sebut saja namanya Dewa, ngajak gue ke Masjid Agung Al Azhar untuk menghadiri sebuah kajian di suatu hari Rabu beberapa waktu lalu langsung gue iyakan. Bukan hanya karena gue pengen sekali-sekali berkendara dari kantor ke tempat lain untuk memperluas wawasan gue soal jalanan Jakarta, tapi juga karena gue tertarik dengan pembahasan kajiannya hari itu. Dan kebetulan gue butuh ke Blok M untuk beli bubble wrap untuk kirim hadiah giveaway sekaligus mampir ke Gramedia buat beli buku titipan temen. Wah banyak ya alasannya. Dan ketika kita berdua mutusin buat keluar dari masjid di akhir acara lalu melipir untuk makan nasi goreng di pinggiran kampus Al Azhar, gue langsung cerita pengalaman gue naik motor ke daerah ini untuk pertama kalinya.

Sebenarnya acara kajian di masjidnya belum selesai ketika kami keluar. Karena Dewa bilang dia kelaperan, jadi gue juga nggak enak kalau harus menunggu sampai acaranya kelar. Beruntung kita sedang ada di areal kampus jadi pasti ada makanan sampai malam juga. Tadinya gue pengen ngajakin Dewa ngopi-ngopi di daerah Kemang. Karena dia tinggal di sekitaran Cilandak sana dan searah jalan pulang jadi biar sekalian gitu. Tapi rupanya rencana itu gagal karena kita keasyikan ngobrol di meja abang nasi goreng.

“Iya sama, aku juga tadi kesasar. Terus muter-muter karena takut kena ganjil-genap,” jawab Dewa.

“Lho kamu sekarang bawa mobil?” gue agak shock sedikit. Nggak banyak teman sepergaulan gue yang ke mana-mana bawa mobil. Kebanyakan dari kami adalah fakir Gojek dan Uber.

“Nggak mobil. Motor,” kata Dewa.

Ingin rasanya mukul meja keras-keras.

“MANA ADA MOTOR KENA GANJIL-GENAP!” kata gue agak kenceng. “KESEL!”

Gue kenal Dewa dari temen gue. Kita pertama kali ketemu bulan Agustus lalu walaupun gue sendiri sudah sering mendengar nama Dewa dari lingkaran permainan gue yang adalah teman-teman sekolahnya Dewa dulu. Kita sama-sama suka Kpop (obviously; karena selain itu kayaknya gue jarang ketemu orang baru lagi. Apalagi temenan karena kita sama-sama main futsal bareng. Gue main futsal aja nggak bisa. Paling banter main bola ya bekel) dan sama-sama suka SNSD. Mendengar cerita teman-teman tentang Dewa dan ketemu dengan orangnya langsung sangat beda banget. Dewa aslinya sangat pemalu. SANGAT PEMALU. Sampai-sampai gue gemes sendiri. Dan menurut dia, dia sendiri bukan tipe orang yang terbuka soal kehidupannya. Apalagi ke orang-orang baru. Dari beberapa pertemuan gue dengan Dewa, kesan pemalu itu memang ada.

Satu hal lagi soal Dewa: he’s supercool. Cenderung dingin. Yang. Kalau lo cerita sesuatu yang heboh dia akan diem aja. Flat.

Ekspresi flat itu juga yang muncul ketika gue teriak soal ganjil-genap itu.

“Aku kira motor juga lho?”

Gue menghela napas.

“Bodo amat Wa.”

Friendly reminder, gue biasanya ngomong Aku/Saya ke orang yang baru gue kenal. Di rumah sejak kecil sampai SMA, gue biasa berkomunikasi dengan Saya-Kamu. Baru ketika di Jakarta gue menggunakan Gue-Lo supaya kayak orang-orang. Tapi ke beberapa orang, beberapa yang dekat dan beberapa yang memang terlalu jarang gue temui, gue lebih suka menggunakan Aku-Kamu.

“Ngomong-ngomong sejak kapan bawa motor? Bukannya kemaren terakhir kita ketemu masih naik TransJakarta?” tanya gue.

“Ih. Nggak liat Insta-Story aku sih!” kata Dewa yang bikin gue langsung melotot yang bermakna ‘halo!!! Memangnya gue harus banget melihat semua update-an Instagram manusia di dunia ini?’. “Oh iya, kak Ron nggak follow Instagram aku sih ya,” katanya dengan nada sedikit mengejek.

Gue sudah mendengar sindiran seperti itu dari puluhan orang. Dari mereka yang dekat sama gue sampai mereka yang baru ketemu gue dua hari yang lalu dan memaksa minta di-follow. It’s ok. Memang kenyataannya begitu. Gue memang tidak mem-follow banyak orang di Instagram. Sorry not sorry. Gue punya alasan untuk itu. Go on and judge me.

Dan buat Dewa, gue tahu jawaban yang paling pas untuk sindiran itu.

“Kalau mau di-follow, update dulu posting-an Instagram-nya. Nih lihat,” gue nunjukin foto terakhir yang dia upload ke akunnya. “Masa update-an terakhir bulan April? Ngapain aku follow kalau nggak pernah nge-post? Malu sama akun kucing populer di Instagram, Wa!”

Dewa tertawa dan malu. Tapi itu memang kenyataannya.

“Kenapa sih nggak pernah update foto? Selfie atau apa gitu? Kan sering jalan, makan, nongkrong. Masa nggak ada yang bisa di-upload ke IG?”

Oke, gue merasa sudah terlalu jauh dan saat gue mengajukan pertanyaan itu gue merasa sangat bersalah. Ya suka-suka Dewa deh, Ron, mau nggak update Instagram berapa bulan. Bukan urusan lo juga buat tahu alasannya kenapa. Nggak usah sok deket (karena pada kenyataannya kita nggak deket-deket banget).

Gue nggak berharap dapat jawaban dari Dewa. Tapi dia menjawabnya juga.

“Aku malu, kak.”

Dan jawaban itu seperti tonjokan keras ke ulu hati gue.

Kalau boleh jujur, Dewa lebih punya tampang yang Instagram-able dibanding gue. Gue merasa sangat hina ketika mendengar pernyataan Dewa itu. Gue yang tampangnya superbiasa kayak gini aja nggak punya malu buat nampilin foto sendiri ke Instagram. Because, hey, that’s my account. Why can’t I post my own picture in my own account? Pernyataan Dewa itu bikin gue kepo banget. Kok bisa ada orang good looking malu mem-posting fotonya sendiri?

“Kenapa malu deh, Wa? I don’t see anything wrong lho. Secara tampang kamu jauh lebih enak dilihat dibanding aku, and that's obvious,” tanya gue. Perut gue mulai kruyukan karena nasi gorengnya belum juga datang.

“Malu aja kalau dikomentarin sama temen-temenku. Aku itu orangnya bener-bener pemalu. Jalan di depan orang banyak aku nggak berani, walaupun itu di deket rumah misalnya. Aku pernah nih ya, jalan di gang deket rumah terus lagi ada orang-orang ngumpul gitu, suka dipanggilin. Suka disiul-siulin. Orang-orang kalau ngeliat aku kayaknya ada aja yang bikin mereka komentar. Ngejelekin. Kayak misalnya pas aku cukur kumis kemarin, aku dipanggil ‘Neng’ sama tetangga. Kan kesel. Makanya jadi suka malu gitu kalau mau pajang-pajang foto di medsos. Malu aja sama komentarnya.”

Again, that hit me so hard. Because hey, I know how it feels. I’ve been there before.

“Bahkan aku mau ganti profile picture aja mikir-mikir dulu tahu, kak. Saking malunya.”

Gue menghela napas. WHAT IS WRONG WITH THOSE PEOPLE?!




Gue nggak punya banyak teman cowok waktu kecil. Kalau ditanya kenapa, jawabannya sederhana aja, gue nggak bisa main bola. Anak laki-laki di SD kan kalau nggak berantem ya main bola. Sementara gue nggak suka berantem dan nggak suka main bola. Jagonya nangis sama hapalin dialog telenovela. Masa-masa SD gue dihabiskan dengan membaca majalah Bobo dan Aku Anak Soleh. Komik Doraemon, Dragon Ball, Sailor Moon, sampai akhirnya gue masuk ke dunia Harry Potter pas kelas empat SD. I’m not into sports. And that’s the beginning of every humiliating moment in my life.

Gue tinggal dan dibesarkan di lingkungan orang-orang yang kalau lo melakukan hal yang berbeda dari apa yang kebanyakan orang lakukan, maka lo akan diberi label. Entah positif, entah negatif. Ketika gue jadi satu-satunya orang yang pakai kaca mata di SD, orang-orang memberi label “mata empat” atau “profesor” atau membuat gestur jari tangan menirukan bentuk kaca mata dan dengan jempol dan telunjuk lalu meletakkannya di depan mata. Ketika tinggi badan gue nggak seperti anak laki-laki kebanyakan, orang-orang memberi label “kocet” (yang secara harfiah dalam slang Bahasa Sasak berarti kecil tapi terkadang juga berarti pendek) atau “cebol”. Ketika gue nggak punya banyak teman laki-laki dan kebanyakan yang main sama gue adalah teman-teman perempuan, orang-orang memberi label ... ah ... yang satu ini agak mengungkit luka lama. But you got the idea, right?

Bagus kalau misalnya ada orang yang nggak terlalu mikirin perkataan orang dan nganggep itu sebagai sebuah lelucon yang yah besok juga akan dilupain. Tapi bagaimana kalau parahnya justru itu malah jadi sesuatu yang buruk yang bikin mereka malah melihat diri mereka seperti apa yang orang lain katakan? Karena, hey, ada lho orang yang benar-benar mempermasalahkan ini dan memikirkannya sampai pusing. Sampai stres. Ada orang yang sampai nggak berani keluar rumah untuk bergaul hanya karena dia takut orang-orang akan memanggilnya dengan nama-nama itu. Dan gue adalah salah satunya. Itulah kenapa gue berharap cepat-cepat lulus SD waktu itu dan pindah ke SMP. Berharap semua akan beda dan gue akan memasuki sebuah dunia yang baru.

But you know what, that new world didn’t really happened. I faced the exact same shit again in middle-school. They got even more label for me.

Dalam masa-masa puber, gue mulai mengalami perubahan suara. I was that boy with sonorous voice when in elementary school. Sebagai gambaran, gue bisa nyanyi ‘Laksmana Raja di Laut’ dengan nada tinggi yang tinggi banget itu atau niruin nada tinggi lagu-lagu Krisdayanti. FCK. HAHAHAHAHANJERRRRRRR. But then puberty strike and my voice become so weird in middle-school. Karena ketika suara gue pecah, pitch-nya nggak berubah jadi berat banget. Tapi nanggung. Jadinya kalau ngomong terdengar seperti apa yang orang-orang sebut dengan cempreng (walaupun gue rasa ini sebutannya agak gak pas sih). I don’t know how and why but some of these b*st*r*s keep saying that my voice sounds like a girl.

Dude. THAT’S MY PUBERTY, WHAT’S YOUR F***** PROBLEM?!

I wish I could say that back then but I can’t.

Gue cuma anak cupu yang bahkan kalau gerak sedikit aja pasti deh ada orang yang ngatain. Persis seperti apa yang Dewa bilang di ceritanya. Pasti deh ada orang yang ngejek. Pasti deh salah di mata anak-anak SMP yang paling gaul sejagat raya Kota Mataram ini. I don’t even know why was I applied to that school back then. Is it because “Oh! I want to be in this popular school!”? Shit. Besok-besok gue nggak akan encourage orang-orang untuk masuk ke sekolah favorit. Mending masuk ke sekolah yang biasa-biasa aja tapi manusia-manusiaya beradab daripada masuk sekolah favorit tapi jadi bahan caci maki.

#drama

Things became more complicated in high school. Tapi gue terbilang beruntung karena ketika SMA, gue bisa membalas semua label yang orang-orang (mostly mereka yang badung sih dan yaelah, kalau dipikir-pikir, lo dulu pas SMA tuh bisanya apa sih selain bikin rusuh; yagitu jadi suuzon dan sok gini kedengerannya) berikan dengan—sesuatu yang yah bisa dibilang—prestasi. Obviously I was smarter than them and more talented in some ways. FCK. THIS SOUNDS WRONG. HAHAHAHA BUT I WAS A SMART STUDENT BACK THEN!

Di situlah gue mendapat kepercayaan diri lebih untuk nggak mendengarkan apapun yang mereka katakan ke gue. Untuk nggak peduli semua label yang mereka tempel di belakang seragam sekolah gue. Di situlah gue semakin yakin bahwa mereka yang ngatain gue itu sebenarnya nggak lebih keren kok dari gue. Dan itu kelihatan jelas banget. This might sounds like I’m bragging about my high-school year, but this is important and related for the rest of this post. Gue membalas semua label dan ejekan yang mereka berikan dulu dengan jadi penyiar radio swasta paling hits se-pulau Lombok, jadi nomor satu di sekolah (JUARA UMUM SATU SELAMA 4 SEMESTERS IN A ROW BABY! EAT THAT SHIT, YOU A*************!!!!!!!) Nggak berhenti sampai di situ, ketika kita bahkan belum ujian nasional gue sudah diterima di Universitas Indonesia. That’s it. That’s the end of my misery. You can say anything about me.You can say cebol sampai bebusa. You can say I’m a f*cking f** sesuka lo. But guess what, I already win this high school war. Good luck to you all, as*h*l*-deul!

Orang-orang itu, yang memberikan label ke gue, adalah mereka yang berperan besar dalam menumbuhkan rasa nggak aman (atau mungkin lo lebih akrab dengan kata ‘insecurity’) dalam diri gue. Semakin dewasa lo akan semakin belajar untuk nggak memikirkan insecurity lo lagi tapi ketika anak-anak, terlebih ketika nggak ada orang yang menjelaskan ke lo soal apa itu insecurity itu dan bagaimana cara mengatasinya, siapa yang bisa menjamin lo nggak akan kepikiran?

Ada yang disebut critical inner voices buat orang-orang yang merasakan insecurity. Penyebabnya nggak cuma karena orang-orang yang memberikan label ke lo itu, tapi di tingkat yang lebih basic lagi bisa dari bagaimana cara lo dibesarkan. Kalau lo sering mendengarkan kata-kata kayak “Dasar pesek!” atau “Gendut, makan terus ya kerjanya!” atau “Ini lagi si pendek nangis terus!” ya bisa jadi lo akan lebih mudah memikirkan kritik-kritik terhadap diri lo sendiri, oleh diri lo sendiri. Critical inner voices inilah yang kemudian memunculkan rasa nggak aman itu. Lo akan mulai merasakan ada aja yang salah terhadap diri lo. Sesimpel Dewa yang mau upload foto aja.

“Gimana kalo nanti dikomentari kurus? Gimana kalau rambutnya nanti dibilang lepek? Gimana kalau senyumnya dibilang kayak psikopat?”

Bla

Bla

Bla



Gue misalnya, dulu takut berdiri di barisan paling depan ketika upacara bendera (karena bangsa ini entah gimana ceritanya membuat peraturan “yang pendek di depan”) karena itu akan membuat gue terlihat “cebol” seperti yang orang-orang bilang. Gue hanya pakai kaca mata ketika belajar di kelas doang karena gue nggak mau disebut “mata empat” kalau gue pakai kaca mata ketika main-main (walaupun nggak bisa karena ngeliat jalan jadi burem huhuhuhu). Gue nggak mau ngomong sama siapapun di luar kelas pas SMP karena gue takut mengeluarkan suara gue yang cempreng dan dibilang kayak cewek. Bahkan takut keluar kelas untuk makan di kantin ketika SMA (ini sering gue tulis) karena nggak berani ketemu orang banyak. Takut bakalan jadi sasaran tembak. Takut diejek. Karena mereka bisa menemukan 1001 bahan ejeken dari ujung rambut sampai ujung kaki.

Sederet insecurity itu bikin gue jadi nggak bisa ngapa-ngapain. Takut berbuat sesuatu. Takut bergaul. Takut kalau orang-orang akan bilang gini, kalau orang-orang akan bilang gitu. Di satu titik pasti akan membuat gue jadi nggak berkembang sama sekali. Belakangan gue baru ngerti kenapa orang-orang tuh suka banget menjatuhkan orang lain: ya itu sudah tugas mereka. Sudah tugas mereka untuk ngomongin orang. Sudah tugas mereka untuk nge-judge orang. Parahnya, sudah jadi habbit manusia melakukan itu. Orang yang sudah berusaha menjaga diri dan sikapnya pun akan tetap di-judge kok. Karena begitulah mereka dibesarkan. Whatever you’re doing, even if it’s good, people will judge and say something bad about you anyway. Apalagi di media sosial.

Gue nggak munafik juga kadang-kadang ngomongin atau nyindir orang di media sosial. Everyone did. I am that everyone. Well, harus diperbaiki sih dan jangan sampai jadi kebiasaan. Gue bahkan pernah di-bash waktu ngomentarin soal perubahan tubuh bentuk tubuh Kyungsoo.

Soal di-judge dan dikatain jelek sama orang itu yang gue pelajari selama beberapa tahun merantau di Depok/Jakarta. Itu juga yang gue bilang ke Dewa ketika obrolan kita soal malu posting foto diri sendiri di Instagram berujung ke curhat mendalam soal insecurity.

“Accepting is reliefing, Wa. Itu kuncinya.” Kata gue sok bijak.

Tapi sepengalaman gue itu benar.

Ketika gue merasa insecure dengan tinggi badan gue, gue melihat ada banyak sekali orang-orang sukses yang punya tinggi badan di bawah rata-rata. Sebutlah Daniel Radcliffe dan Elijah Wood. Dan hey, bodo amat gue pendek, nggak ada ruginya juga buat lo. Badan gue yang pendek, bukan titit lo. #YAGITU Ketika gue merasa insecure dengan rambut gue yang keritingnya aneh dan terlihat seperti jembut gini, banyak juga orang-orang yang nggak punya rambut tapi pede aja. Bahkan ada orang yang rambutnya kribo maksimal juga justru jadi modal penting untuk identitas mereka. Beberapa temen gue pun bahkan sering ngeluh soal rambut mereka yang padahal udah lurus dan rapi dan lebih bagus daripada gue (even Dewa pun sempat mengeluhkan soal rambutnya yang selalu terlihat lepek yang padahal menurut gue nggak sama sekali dan looks supersupergood sampai gue iri). Ketika gue merasa insecure dengan hidung gue yang bagian bawahnya agak ngembang gitu, gue selalu ingat bahwa Voldemort bahkan nggak punya hidung.

Siapa sih yang nggak mau jadi sempurna? Tapi apakah ada orang yang sempurna selain Muhammad SAW? Dan ketika lo sudah menerima ketidaksempurnaan yang ada dalam diri lo itu, tidak menjadikannya sebuah masalah, tidak menyalahkan perkataan orang lain tentang diri lo, maka lo akan baik-baik saja.

Ketakutan Dewa akan komentar-komentar tentang dirinya di media sosial sebenarnya wajar. Tapi sekali lagi, ya begitulah manusia. Begitulah orang-orang. Mereka akan bilang rambut lo nggak bagus, hidung lo gede banget, mata lo berkantung kayak Kanguru, kenapa gigi lo nggak rata, itu kumis lo kenapa tebel sebelah, bibir lo kenapa miring, dan bla bla bla. Dan tugas lo bukan menanggapi semua itu kok. Lo cuma harus bilang “Iya. Memang begitu adanya. Ada masalah?” itu aja. Boleh lah ditambah dengan “Ya kayak rambut lo paling bagus di dunia aja, anjing. Gausah sok-sok nilai rambut gue deh.” kalau lo adalah Awkarin atau kebetulan menjadikan dia sebagai role model. Kalau secara moral lo merasa balasan itu terlalu kasar (dan tidak ada bedanya dengan komentar orang yang kamu balas, anyway) ya jangan. Mending diem aja. Di sini ungkapan “diam itu emas” sangat pas sekali. Bayangkan kalau emasnya emas beneran. Sudah kaya raya kamu sekarang.

Tapi kalau nggak kaya raya sekarang, nanti aja kaya raya di surga ya. Aamiin.

Kalau masuk.

Kita semua punya rasa insecurity. Bahkan kalau gue pikir-pikir, mereka yang dulu sering ngatain gue pas SMA itu sebenarnya juga punya insecurity yang lebih besar dari gue. Masalah hidup mereka mungkin lebih menantang dari gue. Dan saat itu mereka memang butuh pelampiasan instan. Dan sialnya aja gue selalu ada ketika mereka butuh pelampiasan itu. Hidup kadang-kadang selucu itu. Tapi in the end of the day itu memberikan banyak pelajaran kok. Kan sekarang jadi lebih wise dan jadi lebih mengerti gimana menghadapi permasalahan macem ini. Semoga juga jadi bisa membantu mereka yang masih berkutat dengan segala insecurities-nya.

Ketika lo mulai merasa "gue kok jelek banget sih dibandingkan dengan orang lain", cepat-cepat sadar bahwa lo nggak boleh berada dalam kondisi kayak gitu terus-terusan. Dan lo juga nggak bisa membandingkan diri lo sama siapapun. Karena lo bukan orang lain. Lo ya lo. Inget juga kalau mereka yang ngatain lo belum tentu lebih baik dari lo. Mereka cuma orang yang justru memiliki rasa insecure lebih besar dari lo. Yakin!

“As weird as this sounds, Wa, but you’re good looking. Nothing to worry about your face or appearance. You’re better than me, kok. Bedanya mungkin aku lebih nggak peduli aja sama omongan orang. Karena aku sudah terlalu banyak mendengarkan pendapat dan omongan orang sampai-sampai aku jadi nggak mendengarkan dan menghargai pendapatku sendiri. Jangan biarin apa yang orang bilang tentang kamu mendefinisikan diri kamu. Dan ini kenapa perkara foto Instagram aja jadi serius gini ya omongannya?”

Kita berdua tertawa.



Gue sebenarnya ngerasa nggak enak sama Dewa hari itu. Karena kok kesannya gue kayak sok-sok nguliahin dia banget sih? Sok dewasa banget sih? Sok paling iye banget sih? Gue juga tanya ke dia apakah obrolan ini sebenarnya penting atau nggak, soalnya kalau nggak penting mending jangan dilanjutkan daripada panjang. Juga apakah dia merasa diceramahi atau nggak. Dan menurut dia, obrolan ini terbilang oke dan bisa memberikan insight. Jadi gue merasa tenang.

Nggak kerasa nasi goreng kita udah abis dan sudah jam 10 malam juga. Akhirnya kita mutusin buat pulang karena besok masih hari Kamis dan masih harus kerja.

Sepanjang jalan gue mengutuk diri gue karena kayaknya terlalu banyak omong ke Dewa hari itu. Kebiasaan gue kalau lagi ngobrol sama orang tuh memang suka gitu. Suka terlalu jauh dan merembet ke mana-mana. Terus ujung-ujungnya jadi kayak menasihati. Padahal kan sebenarnya mungkin mereka nggak perlu nasihat cuma perlu didengarkan. Dewa pun sempat bilang sebelum kita bertolak ke motor masing-masing kalau dia sebenarnya nggak pernah seterbuka itu ke orang lain. “Aku juga bingung kenapa aku jadi banyak omong gini ya ke kak Ron? Aku sebelumnya nggak pernah cerita ini sama siapapun.” Tapi sebelum kita berpisah jalan di sebuah persimpangan di Ampera, Dewa berterima kasih atas obrolan tadi “Membantu banget, kak.” katanya.

Itu bikin gue sedkit lebih ringan untuk tidur malam ini.

Ketika gue bangun keesokan harinya dan ngecek Instagram, perhatian gue langsung tertuju ke deretan lingkaran di bagian atas aplikasi itu. Lingkaran kedua dari kiri, di sebelah lingkaran avatar gue, ada satu avatar yang belum pernah gue lihat selama beberapa bulan terakhir.

Gue tersenyum lebar.

Dewa mengganti avatar Instagram-nya.


Follow Me/KaosKakiBau in everywhere!
Watch my #vlog on YouTube: KaosKakiBauTV (#vron #vlognyaron)
Twitter: ronzzykevin
Facebook: fb.com/kaoskakibau
Instagram: ronzstagram
LIVE SETIAP SENIN JAM 8 MALAM 'GLOOMY MONDAY!'
Instagram lain: kaoskakibaudotcom
Line@: @kaoskakibau (di search pake @ jangan lupa)
photos on this post is from pexels.com


Pertemuan, Posesif, Perpisahan

$
0
0

Ada berapa perpisahan dan selamat tinggal yang kalian alami selama setahun terakhir?

Mungkin ada dari kalian yang akan menjawab satu atau dua, ada juga yang mungkin menjawab pertanyaan di atas dengan “nggak ada”. Ya, bisa dimaklumi banget sih karena kan kehidupan masing-masing individu di universe dan di alternate universe ini beda-beda. Ketika lo sedang duduk-duduk menikmati susu pisang sambil mikirin mau nulis apa di blog lo akhir pekan ini mungkin di saat yang sama ada orang yang sedang bergelut dengan perasaannya karena mereka akan ditinggal pergi oleh orang terdekat. Tapi pertanyaan gue di awal posting-an ini adalah pertanyaan yang serius. Jadi silakan dijawab dalam hati atau kalau memang kalian mau berbaik hati dan repot-repot silakan meninggalkan komentar di disqus di bawah posting-an ini. Kalau kalian mau melakukan itu gue akan sangat berbahagia.

Pertanyaan gue selanjutnya, apakah setelah mengalami perpisahan itu kalian jadi beneran sedih parah yang sesedih itu? Yang sampai gloomy banget sepanjang hari ketika mengalaminya?

Kehilangan banget kah sosok itu ketika dia pergi? Atau mungkin di kepala kalian mendadak malah muncul pikiran-pikran tentang kesendirian, kesepian, dan semacem “wah gue akan sama siapa nih kalau dia nggak ada? Apakah masih ada yang lain yang bisa sedeket itu sama gue selain dia?” setelah itu?

Ataukah mungkin sampai kalian merasa dada kalian sesak dan sampai mau nangis? Atau bahkan mungkin kalian sama sekali nggak terlalu mikirin banget karena kalian tipe orang yang “ah yaudah namanya juga hidup kan ada pertemuan ada perpisahan”?

Gue nggak mau terus-terusan bertanya sebenarnya tapi gue beneran penasaran. Kalau kalian memang penganut statement terakhir gue di paragraf sebelumnya dan termasuk orang yang “yaudah yang pergi memang udah waktunya pergi”, gimana sih cara kalian membuat diri kalian baik-baik aja setelah itu? Gimana sih kalian bisa tetap kalem dan tenang dan seolah tidak terjadi apa-apa dalam hidup kalian dan tidak ada perpisahan sama sekali? Baaimana kalian menghadapi situasi itu dan me-maintain hati kalian untuk nggak terlalu merasakan kesedihan berlebih? Apakah memang semudah itu ya? Apa cuma gue yang terlalu drama dan merasa kalau apapun yang sudah menyangkut perpisahan dan mengucapkan selamat tinggal pasti akan jadi sesuatu yang berat?

Gue mau jujur sama kalian karena kalian adalah pembaca setia blog ini dan gue merasa punya kedekatan dengan kalian semua: gue ini orang aneh.

Eh... itu sih nggak bukan rahasia ya? Ahahahaha

Aneh kayak gimana sih maksudnya? Dalam konteks ini yang gue deskripsikan sebagai aneh adalah gue bisa merasakan dua hal yang berlawanan dalam satu waktu. Gue orang yang pendiam, introvert, dan punya trust issue banget ke orang. Yang terakhir berarti gue nggak akan semudah itu percaya sama siapapun yang gue temui di internet atau di dunia nyata dengan menceritakan ke mereka cerita-cerita kehidupan gue atau masalah-masalah yang sedang gue rasain. Tapi di saat yang sama gue juga orangnya nggak bisa menahan perasaan. Kalau gue sudah merasa sesak dan butuh cerita, dan kalau nggak ada temen yang mendengarkan, maka gue bisa cerita sama siapa aja meski dia orang asing. Selain itu gue juga orangnya baperan dan drama.

Sounds weird enough, right?


Sebelum melanjutkan membaca posting-an ini sampai habis, tolong jawab semua pertanyaan gue di paragraf sebelumnya karena gue butuh masukan dan saran dari kalian soal perpisahan itu.

Ada tiga hal yang paling nggak suka gue ucapkan sepanjang gue hidup di dunia ini:

  1. Umpatan dalam Bahasa Sasak,
  2. Mengutarakan isi hati dan perasaan gue ke orang yang gue udah tahu dari lama nggak suka sama gue tapi toh tetep harus gue ungkapkan juga karena ya kalau nggak dicoba kan siapa yang tahu,
  3. Kata-kata perpisahan dan selamat tinggal.
Poin ketiga ini parah sih. Entah itu perpisahan yang kayak cuma sebentar aja semisal nih gue abis jalan ke Bandung dan ketemu beberapa temen terus kita jalan-jalan, ketawa dan tiba waktunya untuk gue pulang ke Jakarta, gue pasti baper. Sesimpel itu. Dan tentu saja perpisahan untuk selamanya. Buat gue pribadi perpisahan itu sangat menakutkan. Bahkan mungkin di beberapa kasus tertentu sampai di titik traumatis.

Gue bukan orang yang pandai mengucapkan kata-kata pisah. Apalagi move on dari perpisahannya.

#EA

Gue punya pengalaman pas SMA. Gue inget banget, sejak kelas 2 SMA (gue anak IPS, by the way, just in case you guys wondering) gue punya empat orang temen baik. Mereka bisa dibilang the only reason why I canceled my plan to move to another school. Sempat ada wacana gue mau pindah sekolah karena kelas Bahasa nggak dibuka di SMA gue saat itu dan gue ragu-ragu untuk pindah dari IPA ke IPS karena anak-anak IPS terkenal sebagai tukang bully, nakal, begajulan, dst dst dst. Masuk ke kelas IPS tuh kayak masuk ke lobang neraka. Tapi berkat empat orang ini, hidup gue tetap ada di neraka sih tapi kesurga-surgaan dikit. Selama dua tahun sejak kelas 2 SMA sampai lulus kita berempat nggak pernah duduk jauh-jauhan di kelas. Posisinya selalu di pojok kanan belakang dan gue duduk di kursi paling belakang.

Kita selalu belajar bareng dan berusaha untuk menyelesaikan PR (OMG UDAH BERAPA TAHUN GUE GAK PERNAH MENDENGAR SINGKATAN INI LAGI) bareng-bareng. Pokoknya semua kegiatan kita di sekolah selalu bareng. Bahkan ranking gue sama dua anak yang lain di geng ini selalu urut-urutan. Posisinya selalu gue di ranking 1 kemudian diikuti oleh kalau enggak si A ya si B.

Kita berlima sama-sama tahu kalau ketika SMA ini sudah selesai kita akan pisah. Karena gue sendiri sudah diterima di Universitas Indonesia bahkan sebelum Ujian Nasional. Tiket gue buat ke UI sudah digenggaman dan nggak mungkin gue lepasin. Ini adalah chance gue buat keluar kota dan kuliah di salah satu Universitas terbaik di Indonesia. Kita semua sama-sama tahu kalau perpisahan akan datang tapi kita semua nggak benar-benar memikirkannya sampai dia benar-benar datang. Terutama gue.

Makanya nggak heran kalau beberapa minggu sebelum acara perpisahan sekolah digelar di salah satu hotel langganan tempat perpisahan SMA di Mataram, gue sesumbar bilang ke mereka kalau gue nggak akan nangis.

“Sesedih apapun nanti suasana di acara perpisahan ini, sumpah gue nggak akan nangis,” dengan percaya diri dan congkak.

Ketika hari perpisahan datang, kita berlima duduk di kursi paling belakang dengan seragam biru-hitam yang selalu kita pakai setiap hari Rabu dan Kamis di sekolah (yang mirip dengan seragam petugas Bandara dan sopir Blue Bird), acara sudah mau selesai dan lihat siapa yang nangis duluan: RON.

Apakah gue pernah cerita ke kalian kalau gue juga adalah anak yang cengeng?

Hehe

Sorry not sorry.

Di antara kami berlima, gue yang pertama kali nangis dan kenceng banget anjir kayak anak kecil yang mainan mobil-mobilannya diambil karena sudah waktunya buat tidur siang dan nggak boleh main lagi. Gue nangis sejadi-jadinya dan on the back of my head, semua kejadian-kejadian di masa SMA keputer kayak slide show PowerPoint. Karena gue nangis semua jadi ikutan nangis. WWKWKKWKWKWKWK. Gue rasa yang bikin momen itu jadi sangat mengharukan buat kami berlima adalah fakta bahwa abis itu kita akan jarang banget ketemu. Gue akan pindah ke Depok dan the rest of them akan stay di Mataram. Tapi kan nggak ada yang bisa menjamin siapa yang akan stay di mana dan buat berapa lama? Nggak ada yang bisa menebak kan kalau tiba-tiba bisa aja salah satu dari mereka pindah dan nggak menetap lagi di Lombok? Dan itu kejadian. Salah satu dari mereka menikah dan ikut suaminya ke Surabaya. Sampai sekarang gue nggak pernah ketemu dia lagi.

Kita lulus SMA di 2009 dan sekarang sudah 2017. Tiga dari kami berlima sudah punya anak dan semuanya anak laki-laki. Sementara yang satu lagi sibuk mencari jati diri. Dan gue masih sibuk ngurusin akun anonim di Twitter yang sedang menggiring massa untuk nge-block akun gue karena gue dinilai dangkal dan sudah menghina boyband favorit mereka.

My life...

Ketika bokap gue mendadak pergi dan nggak pernah muncul lagi sejak 2011, gue percaya bahwa perpisahan dan kejutan-kejutan yang hidup berikan ke kita terkait dengan ucapan “selamat tinggal” itu adalah sesuatu yang undeniable. You can’t do anything about it. Ok maybe you can, but in some situations, like in my personal experiences, and in this particular situation on this paragraph, there is nothing you can do about it. Selain menerima kenyataan bahwa lo harus membiarkan seseorang yang penting dalam hidup lo untuk pergi. Bahkan tanpa mengucapkan selamat tinggal.

It’s not only hurt and make you suffocate. It feels like there are these hands, poisoned, squeezing your heart until you die.


Itu mungkin beberapa pengalaman soal selamat tinggal yang gue hadapi ketika gue masih berusia belasan. Dan karena itu gue mulai lebih wise dalam menghadapi mereka yang datang dan pergi dalam hidup. Makanya ketika lulus kuliah gue sama sekali nggak merasakan kebaperan berlebih. Karena tingkat kesedihannya nggak mengalahkan kesedihan dua cerita yang gue tulis di atas. Mungkin juga karena gue nggak terlalu punya rasa memiliki yang berlebihan sama dunia kampus. Atau mungkin karena gue tahu kalau one way or another kita pasti akan ketemu lagi. Mungkin karena kehidupan mahasiswa itu cukup bikin muak sampai-sampai nggak ada satupun hal yang gue rindukan secara berlebih kecuali internet perpus pusat yang kenceng banget itu dan masa-masa ketika gue bisa bangun siang dan tidur subuh di akhir semester tujuh.

Yang jelas sih masa-masa jadi mahasiswa adalah masa-masa pendewasaan. Mulai tahu dan ngerti kejamnya dunia tuh seperti apa dan bisa sampai ke taraf semenyakitkan apa. Mulai mengerti kalau kita nggak boleh take something for granted. Bahkan orang yang lo pikir nggak akan pernah pergi dari hidup lo dengan cara yang nggak pernah lo bayangkan sekalipun bisa ngilang gitu aja dan merusak kepercayaan yang sudah lo kasih ke dia. Karena hidup dan dunia ini memang kadang selucu itu.

Gue jadi lebih wise. Gue mulai melihat perpisahan sebagai sebuah awal yang baru. Sebagai sesuatu yang seharusnya nggak ditangisi, tapi justru disambut supaya lo jadi punya semangat untuk melanjutkan hidup dan nggak terjebak dalam pikiran-pikiran yang berhubungan dengan masa lalu dan hal-hal sebelum perpisahan itu terjadi. Gue nggak lagi menangisi perpisahan. Hanya saja sayangnya roda kehidupan yang berputar bikin pola pikir gue dan perasaan gue pun berubah.

Kedekatan-kedekatan emosi yang terjalin dengan beberapa inidvidu dalam proses perputaran roda itu bikin kekuatan gue yang sebelumnya 100% total dan berani dalam menghadapi perpisahan terkikis sedikti demi sedikit. Pelan-pelan gue mulai baper lagi. Gue mulai takut lagi. Gue mulai merasa insecure lagi.

Gue nangis kejer lagi ketika gue harus mengucapkan selamat tinggal ke temen-temen gue di detikHOT waktu gue memilih untuk resign di tahun 2016. Di situ gue seperti balik lagi ke masa-masa SMA dan harus mengucapkan selamat tinggal ke masing-masing orang yang ada di tim. Rasanya sama sekali nggak nyaman. Banyak banget orang yang gue respect di kantor itu dan harus gue pamitin satu-satu. Itu bikin gue jadi merasa makin tertekan. Gue nggak mau banget nangis di kantor karena gue harus bawa pulang barang-barang ke kosan dan nggak lucu kalo gue gotong tas dan kardus ke kosan dengan bercucuran air mata. Bisa jadi orang sepanjang jalan nyangka gue abis diusir dan diperlakukan tidak senonoh kemudian menangis drama.

Karena nggak mau nangis di kantor, malam terakhir itu gue memutuskan untuk buru-buru balik ke kosan dan bikin video perpisahan buat sekitar 15 orang yang deket sama gue di kantor. Dalam posisi tangan terjulur sambil megang handphone, gue mengenang masa-masa bekerja di sana dan nangis. Parah sih. Gue masih ingat sesenggukkannya.

“Gue paling nggak suka nih ngucapin perpisahan kayak gini,” kata gue dalam video itu.

Momen yang bikin gue langsung meneteskan air mata adalah ketika mengingat-ingat betapa semua orang yang ada di sana sudah berbuat banyak untuk gue. Sekecil apapun itu. Mereka sudah membantu gue untuk bisa berdiri di atas kaki sendiri selama tiga tahun gue kerja di sana. Terlalu banyak kenangan. Terlalu banyak hal-hal manis yang mungkin nggak akan bisa gue gapai kalau gue nggak diterima kerja di situ. Terlalu banyak cerita yang kalau ditulis bisa jadi tebel banget. Dan video perpisahan itu selesai gue rekam dengan isakan dan mata sembab.

Gue secengeng itu anjir.

Memang.

Kejutan-kejutan dalam hidup yang kita nggak pernah tahu justru bikin perpisahan jadi semakin terasa menusuk. Ketika teman sekamar gue memutuskan untuk bilang ke gue kalau dia mau pindah kosan danmemilih untuk nggak lagi tinggal sama gue, 24 jam sebelum dia benar-benar cabut, misalnya, menyakitkan. Ada momen di mana gue nggak bisa mencerna kata-kata yang keluar dari mulut dia setelah dia bilang “Gue mau pindah kosan”. Gue juga nggak bisa berpikir jernih dan nggak bisa bilang apa-apa karena shock. Sebenarnya gue sudah tahu kalau dia akan pindah cepat atau lambat. Tapi kenyamanan melihat ada orang lain di dalam ruangan yang biasanya gue huni sendiri itu nggak terbayarkan oleh apapun. Jadi aja gue denial sama kenyataan kalau orang ini bisa pindah kapan saja. Dan saat itu gue drama banget deh yang kayak “Hah? Secepat ini?!” Dan karena gue terlalu emosional dan baper dan cengeng dan semua sudah numpuk di dada rasanya ya gue langsung nangis.

Di Kota Kasablanka.

Hahahahha BANGS************T!!!! GUE TUH MAU LIPUTAN VIXX MALAH DIKASIH BERITA KAYAK GITU YA GIMANA GUE BISA ENJOY VIXX MALAM ITU?! BAGUS BANGET EMANG TIMING LO YA. JUARA! EEK!

Sekali lagi lo mungkin akan bilang kalau gue cengeng. Nggak apa-apa kok. Gue menerima cibiran itu dengan lapang dada. Gue juga mengakui hal itu. Kan accepting is relieving. Karena gue sudah tahu gue ini orang cengeng jadi ketika lo ngejek gue cengeng yaudah gue biasa aja. Gue nggak menyangkal apapun jadi silakan kata-katai gue sesuka hati. Yang gue bisa bilang adalah bahwa sejak 2016 itu, gue nggak pernah suka sama perpisahan dan mengucapkan selamat tinggal.

Dalam konteks teman kosan yang pindah ini, dia bilang ke gue “Ya kan tapi kita tetap bisa ketemu lagi abis ini!” Tapi ya tentu saja pada akhirnya semua akan jadi beda.

Beberapa bulan yang lalu gue sama beberapa teman dekat di kampus liburan ke Lembang dan gue curhat sama temen gue ini, namanya Deasy. Dari cerita gue tentang perpisahan-perpisahan ini dia langsung bilang kalau gue adalah orang yang posesif. Tuduhan itu masuk akal sih karena mungkin kalau gue nggak posesif akan mudah buat gue mengucapkan selamat tinggal ke siapapun. Ke apapun. Karena percaya atau nggak, gue juga pernah nangis semaleman pas SMA cuma karena handphone gue rusak dan harus diganti. Saking sayangnya gue sama si handphone Nokia 5200 itu gue nangis. Memang hidupku sangat najis mugaladoh.

Selama setahun terakhir ini, perpisahan paling membekas buat gue mungkin adalah ketika temen kosan gue cabut dari kamar gue sekarang. Kalau gue inget-inget lagi itu hari di mana gue harusnya happy-happy nonton fanmeeting VIXX di Kokas tapi malah berujung nangis kayak bocah. Di tempat makan di tengah-tengah mall rame. Kayak orang yang baru nerima kabar kalau dia dipecat dari perusahaan tempatnya bekerja karena terlalu banyak download drama Korea dan ngabisin bandwidth kantor. Dada gue masih suka sesek kalau memikirkan perpisahan hari itu. Setelah sekian tahun gue jadi anak kosan dan akhirnya punya teman sekamar tapi nggak bertahan lama. Nyesel sih. Nyesek juga. Tapi ya mau gimana.

Dalam kondisi seperti ini biasanya gue akan menyalahkan diri sendiri. Mungkin gue bukan teman sekamar yang baik dan semacamnya. Ya gue bisa menerima itu. Tapi perpisahannya... rasanya kayak selama dua tahun lo dibahagiakan oleh EXO dengan comeback-comeback mereka sejak 2012 ke 2014 lalu tiba-tiba Kris bilang dia mau keluar dari grup. Nyeseknya sama kayak gitu.

Ya temen gue bener banget. Gue terlalu posesif.

Gue rasa sih perasaan memiliki ini yang jadi faktor penting kenapa kemudian gue jadi baper parah dan nangis ketika menghadapi sebuah perpisahan. Ketidaksiapan gue untuk menerima sebuah perubahan yang tiba-tiba. Kenyamanan yang mendadak direnggut. Perasaan yang seperti dipermainkan oleh dunia (WAKAKAKAKAKAKA BGST NAJIS). Mungkin gue sudah take it for granted ketika gue seharusnya nggak begitu.

Gue sedang berusaha untuk me-maintain ulang hati gue. Mengubah pola pikir gue tentang pertemuan, perpisahan, dan posesif. Karena kan sangat bijak tuh katanya kalau kita belajar dari pengalaman dan jadi orang yang lebih baik daripada diri kita yang kemarin. Dan dalam perjalanan menuju perubahan itu gue menyadari bahwa gue seharusnya nggak takut dengan perpisahan. Sedih memang. Pasti. Tapi harus dihadapi. Karena kalau kita takut dengan perpisahan, kita mungkin juga akan enggan untuk memulai sebuah pertemuan. Enggan memulai menjalin hubungan baru dengan yang lain. Kita akan terperangkap dalam pikiran-pikiran tentang sepi dan kesepian.

Dan bicara tentang perpisahan, satu perpisahan lain menutup tahun 2017.

Kabar baiknya: tanpa air mata.



Follow Me/KaosKakiBau in everywhere!
Watch my #vlog on YouTube: KaosKakiBauTV (#vron #vlognyaron)
Twitter: ronzzykevin
Facebook: fb.com/kaoskakibau
Instagram: ronzstagram
LIVE SETIAP SENIN JAM 8 MALAM 'GLOOMY MONDAY!'
Instagram lain: kaoskakibaudotcom
Line@: @kaoskakibau (di search pake @ jangan lupa)
photos on this post is from pexels.com


Dear Jonghyun...

$
0
0

Hai... Kau baik-baik saja?

Ah... pertanyaan bodoh. Pasti kau tidak baik-baik saja. Tentu saja tidak baik-baik saja. Kalau kau baik-baik saja, aku tidak akan mendengar apapun yang aku dengar dari teman-temanku petang ini. Kalau kau baik-baik saja aku tidak mungkin membaca semua yang aku baca di internet jelang malam ini.

Jadi, bagaimana kabarmu? Hidup belakangan ini terlalu berat ya?
Pasti canggung rasanya "menerima" tulisan seperti ini dari orang yang sebelumnya bahkan tidak pernah kau temui secara langsung. Dari orang yang bahkan tidak kau kenal. Tapi hey, Kim Jonghyun, aku mengenalmu! Setidaknya sedikit. Tidak seperti para SHINee World di luar sana yang sudah tahu kau luar dalam. Yang tahu kebiasaanmu setiap hari setelah bangun tidur. Yang tahu apa makanan kesukaanmu dan sebagainya dan sebagainya. Aku tidak mengenalmu sedalam itu tapi aku sudah mengenalmu sejak kau menari dengan celana panjang, blazer hitam dan t-shirt putih itu. Kau dan SHINee yang membawaku masuk ke dunia menyenangkan bernama Kpop ini, ngomong-ngomong. Kalau bukan karena kau dan SHINee (dan tentu saja orangtua dan keluargaku dan teman-teman dan semua orang yang ada di sekelilingku termasuk mereka yang membaca blog ini sejak lama), aku mungkin tidak akan bisa berada di titik ini sekarang.

Aku berterima kasih untuk itu. Kau sudah jadi bagian dari kehidupan fanboying yang fana ini.

Aku masih ingat ketika pertama kalinya aku menulis soal SHINee di blog ini. Kalau tidak salah itu ketika kalian merilis lagu ‘Sherlock’. Aku membahas panjang lebar soal video musik kalian saat itu. Aku juga masih ingat bagaimana bahagianya waktu IU mengumumkan kolaborasi denganmu lewat lagu ‘Gloomy Clock’ empat tahun lalu. Ketika kalian berpromosi bersama di acara musik dan tertangkap kamera merayakan kemenangan IU setelah acara musik selesai. Aku juga masih ingat ketika akhirnya aku memutuskan untuk menulis tentang album solo pertamamu ‘Base’ di blog ini juga.

(Menghela nafas) Rasanya seperti baru kemarin... dan hari ini semua itu mendadak berkumpul di belakang kepalaku. Menyeruak ke permukaan memori dan membuat dadaku semakin sesak.

Aku sempat terdiam beberapa saat ketika mendengar kabar tentangmu sore tadi. Tidak percaya sama sekali. Sempat berdebat dengan beberapa teman soal apa yang terjadi. Kepalaku dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan yang aku sendiri tidak tahu jawabannya (dan bukan hak ku juga untuk tahu jawabannya).

Apa sebenarnya yang terjadi padamu? Kau terlihat baik-baik saja setelah konser solomu beberapa minggu lalu. Apakah belakangan ini kau sedang menjauh dari teman-teman dekatmu? Apakah kau sedang merasa sangat kesepian belakangan ini? Ke mana member yang lain? Apa yang membuatmu memutuskan untuk melakukan hal ini?

(Menghela nafas lagi)

Hidup memang sangat berat ya? Semua orang mungkin akan setuju dengan itu. Aku pun setuju dengan itu.

Aku menulis ini sambil mendengarkan lagumu, ngomong-ngomong. Apakah kau tahu bagaimana lagu ‘End of A Day’ ini sangat memberikanku semangat setiap kali aku mendengarkannya? Memberikanku alasan untuk terus mencoba dan mencoba lagi meski hari ini aku sudah gagal. Membuatku yang mostly menghabiskan waktu sendirian ini tidak lagi merasa kesepian. Karena setiap kali mendengarkannya aku merasa ada orang yang menepuk punggungku dari belakang dan bilang bahwa semuanya akan baik-baik saja. Bahwa aku sudah bekerja keras hari ini. Bahwa aku hanya perlu bersemangat dan bekerja lebih keras lagi besok. Lalu setelah hari ini, bagaimana aku akan melewati hariku mendengarkan lagu ini tanpa mengingat apa yang terjadi pada Senin, 18 Desember 2017 ini?



Semua orang pasti punya momen mereka ingin sendiri. Menyendiri. Pasti pernah merasa terasing atau punya keinginan untuk mengasingkan diri. Kesepian dan menyepi. Semua orang pasti pernah merasa diabaikan dan tidak punya teman bicara. Dianggap tidak pernah berusaha. Dipandang sebelah mata. Tidak dihargai. Merasa sedih.

Aku yakin mungkin kau yang paling mengerti itu jadi tidak berhak rasanya aku untuk menghakimi dirimu atas apa yang kau lakukan.

Aku tidak tahu seberat apa masalah yang kau alami. Separah apa depresi yang (kata orang) mungkin kau rasakan. Tidak ada yang tahu kecuali dirimu. Bahkan mungkin kau tidak memberitahu siapapun di manajemen besar itu. Di grup yang sudah membesarkan namamu itu. Tidak ada yang tahu kecuali dirimu dan itu hakmu untuk tidak memberitahu siapapun. Hakmu untuk tidak membicarakannya dengan siapapun. Hakmu untuk tetap terlihat tersenyum walaupun di dalam hati sebenarnya sedang remuk. Kami tidak berhak tahu. Apalagi aku.

Hey, Kim Jonghyun! Kau mungkin tidak pernah tahu aku ada. Lagipula aku bukanlah SHINee World. Aku hanya seseorang yang mendengarkan karya-karyamu sejak ‘Reply’, menyukai setiap lagu ballad yang kau bawakan di album-album berikutnya, mendapatkan semangat dari setiap beat di lagu ‘Dream Girl’.

Sebelum aku mengakhiri tulisanku ini, aku ingin berterima kasih kepadamu.

Sekali lagi meskipun kau tidak tahu aku ada, tapi kau sudah begitu banyak memberikan keceriaan dalam kehidupan seorang perantau yang sudah terlalu lama tidak tinggal bersama keluarganya ini. Aku selalu punya alasan untuk bernyanyi setiap kali mendengar ‘Breath’. Aku selalu punya alasan untuk gemas sekaligus merinding setiap kali mendengarkan ‘Y Si Fuera Ella’. Dan aku selalu punya alasan untuk meniru high note di ‘Lucifer’.

Aku merasa beruntung pernah melihatmu tampil di atas panggung Music Bank di tahun 2013. Di panggung SMTOWN di tahun 2012. Di panggung SHINee World III di tahun 2014. Dan beruntung sekali aku bisa melihatmu tampil lagi di panggung SHINee World V di Jakarta tahun lalu. Yang sayang sekali untuk terakhir kalinya.

Momen-momen itu adalah momen terdekatku, seseorang yang bukan SHINee World ini, melihatmu di atas panggung. Semoga energiku dan teriakanku dari kejauhan di konser-konser itu bisa sampai ke atas panggung dan membuatmu setidaknya sedikit mendapat semangat. Untuk setidaknya keluar dari semua masalah-masalah yang mungkin sudah kau rasakan sejak lama.

Terima kasih, Kim Jonghyun.


Kau sudah bekerja keras hari ini. Kau sudah bekerja keras selama ini.


Ron
Yang sudah mendengarkan lagu-lagumu sejak 2008.

...tentang 2017

$
0
0
Happy new year! 



Boleh nggak sih kalau gue bilang waktu berganti so damn fast like crazy karena mendadak 2017 udah lewat gini aja? Kemudian 2018 datang dengan semua tantangan dan kemungkinan-kemungkinan yang pasti nggak akan pernah kita sangka-sangka. Bagaimana kabar kalian? Masih bahagia? Atau masih memikirkan dia yang sudah lama pergi tapi masih melekat di pikiran dan hati?

Ah. Lemah! Sama saja kalian kayak gue!


Jadi apakah perayaan tahun baru kalian seru? Atau malah biasa aja?

Gue sebenarnya bukan orang yang selalu punya perayaan pergantian tahun. Tradisi menyambut pergantian tahun nggak pernah ada di keluarga gue. Mau itu tahu baru masehi ataupun tahun baru Islam. Semuanya yaudah biasa aja. Paling dulu pas SMP gue inget pernah merayakan pergantian tahun baru Islam dengan acara pengajian sekabupaten di perempatan jalan depan pendopo Walikota. Jalan dari sekolah ke lokasi dan duduk sender-senderan bertiga sama Aank sama Ipunk baca surat Yasin. Selebihnya nggak ada yang istimewa. Hanya nontonin orang bakar kembang api di Taman Kota dan pulang dini hari dalam kondisi badan yang sudah remuk dan mata mengantuk. Ketika kuliah malah lebih parah lagi. Gue hanya diem di kosan aja sambil nontonin drama Korea atau cuma nge-tweet sepanjang malam. Mungkin perayaan yang paling berkesan adalah waktu diajakin sama Teh Yani aka Mami Luhan ke vilanya di Bogor beberapa tahun yang lalu. Dan di dalam bus menuju Itaewon di Seoul kemaren.

Pergantian tahun 2017 ke 2018 kemarin gue lewatkan di dalam bus. Persis di jam 11:59 PM di 31 Desember 2017 menuju ke 00:00 AM di 1 Januari 2018, gue merekam momen pergantian tahun itu dari dalam bus yang hangatnya bikin nyaman di Seoul. Udara di luar dingin minta ampun. Malam itu kalau gue nggak salah inget suhunya tiga derajat celcius. Enggan rasanya keluar dari dalam bus itu walaupun sudah masuk ke area Itaewon dan sudah dekat halte tempat seharusnya kita turun. Terselip sedikit harapan akan ada kemeriahan di Itaewon malam itu. Setidaknya letusan-letusan kembang api yang seru gitu. Tapi ketika bus sudah berhasil melewati macetnya jalanan kawasan multikultural di Seoul itu, kita nggak menemukan apa-apa. Nggak ada gemerlap tahun baru di langin. Nggak ada kembang api. Nggak ada suara petasan. Nggak ada apa-apa.

WTF?!

Berbeda dengan kita di Indonesia yang selalu hangat (dan kadang-kadang panas na’udzubillah terutama di Margonda, Depok) sepanjang tahun, Seoul di bulan Desember dinginnya luar biasa. Mungkin itu alasan sederhana kenapa orang-orang nggak mau repot-repot keluar dan bakar kembang api di udara dingin. Mereka lebih memilih untuk antre masuk ke bar dan menikmati kehangatan di ruangan berpenerangan remang-remang, mendengarkan musik dengan volume yang bikin budeg, dan minum bir supaya badan makin nyaman. Yah... anak muda di sana memang mungkin sudah bodo amat sama kembang api. “Yang penting gue sama pacar gue bisa berduaan di kelab!”

Life is good. Indeed.

Kalau punya pacar.



Gue, Rizka, Ais dan Ambar sebenarnya berniat untuk merayakan pergantian tahun baru dengan meriah di salah satu tempat berkembang api. Sebenarnya malam pergantian tahun itu ada kembang api luar biasa di gedung Lotte yang paling tinggi di Seoul. Tapi malam itu mungkin karena terlalu dingin (dan sedikit harapan bisa nonton MBC Gayo Daejun di Ilsan) pikiran kita nggak ada yang beres. Kami menghabiskan sore yang dingin di Goyang City, Ilsan. Menggerutu tertahan mencari ATM yang secara aneh susah sekali ditemukan di kota ini tapi tetap harus dicar karena kami sudah nggak ada uang cash lagi. Enggak jauh berbeda dengan Seoul, anak-anak muda di Goyang juga kelihatan mesra sekali dengan pacar-pacar mereka. Adegan-adegan yang sudah jadi makanan sehari-hari sejak Day 1 di Korea Selatan. Sebal juga kadang-kadang. Karena kami berempat jomblo dan nggak mungkin bisa beradegan seperti itu sepanjang perjalanan liburan ini. Bikin makan hati.



Sepanjang jalan menuju ATM yang kita lewati malam itu cukup sepi. Sepertinya orang-orang sudah berkumpul di satu titik untuk menghabiskan malam tahun baru. Toko-toko sudah tutup padahal baru jam tujuh atau jam tujuh tiga puluh malam. Kalau enggak kepikiran buat nyoba masuk MBC Gayo Daejun sebenarnya gue lebih memilih duduk-duduk aja di tempat yang hangat.

Sesampainya di lokasi MBC Gayo Daejun, dinginnya malam makin menyebalkan. Karena kami juga nggak ada yang punya tiket dan berusaha untuk nyari di calo, waktu yang kami habiskan di luar jadi lebih lama. Calo di mana-mana pasti nyari untung. Waktu denger harga tiketnya (yang seharusnya kalau buat Korean Citizen itu gratis) gue udah mundur ajalah. Nggak usah berharap masuk. Gue sudah cukup puas tahu di mana lokasi acara yang paling ramai akhir tahun ini. Cukup puas ngeliatin antrean fans BTS dan Wanna One yang mengular sampai ke seberang jalan.

Di seberang sebenarnya ada light festival yang seharusnya bisa kami nikmati. Sempat lihat juga member BTS update foto dari lokasi itu. Tapi malam itu dinginnya bener-bener bikin pengen ngumpat. Memang cuma minus tiga, tapi menusuknya luar biasa banget. Aneh juga karena sebelumnya kami sudah menjajal minus tujuh bahkan sebelas dan kami baik-baik saja lho. Kenapa minus tiga malam itu kesannya kayak udah luar biasa banget?!



Memang mungkin badan kami nggak diciptakan untuk negara empat musim. Kami butuh beradaptasi lebih lama lagi untuk bisa terbiasa dengan angin dan dinginnya udara membeku. Padahal sudah berhari-hari kami di sana dan itu sudah hari-hari terakhir. Dan malam itu gue harus mengakui kalau gue sangat merindukan panasnya Jakarta.

“Sebelum balik, kita ngopi dulu aja di kafe deket sini. Lumayan buat menghangatkan diri dulu ini udah nggak sanggup lagi,” gue mencoba memberi ide dan semua mengiyakan. Di dekat lokasi itu ada sebuah kafe bernama Audrey Hepburn. Ya, kafe dengan nama aktris terkenal pada zamannya itu. Sempat memesan kopi dan dessert untuk dimakan bersama-sama.


Sempat juga video call sama Dimas yang ada di Medan. Sekitar jam 10 malam kami cabut dari kafe itu dan naik subway menuju Sinchon. Niatnya untuk nyari tempat rame tapi berujung makan di Lotteria. Karena masih ada pesanan kalender Wanna One yang harus didapatkan sebelum tahun 2017 berakhir. Setelah kenyang barulah kami memutuskan untuk kembali ke Itaewon saja (karena hostel kami di Itaewon). Dan dalam perjalanan dari Sinchon ke Itaewon itulah kami melewatkan malam tahun baru. Dalam bus dan dalam kesunyian.

Untungnya Itaewon makin malam makin hidup. Dengan aroma alkohol yang menguar di udara dingin bercampur aroma muntahan anak-anak muda yang tidak sadarkan diri dan sudah mabuk, kami berjalan memecah dingin. Mengucapkan selamat tahun baru pada diri sendiri dan pada langit tanpa bintang di Seoul.

Ah... andai kamu ada di sini...

Lha jadi drama.

Kami berempat bingung mau ke mana akhirnya memutuskan untuk duduk di coffee shop lagi. Ada Hollys Coffee yang gede banget di Itaewon dan nggak terlalu ramai malam itu. Lumayan buat kembali menghangatkan diri sebelum balik ke hostel untuk tidur dan istirahat sebelum besok jalan-jalan lagi. Sejak beberapa hari terakhir gue sempat mikir kalau next time gue ke Seoul lagi, gue akan datengin semua coffee shop yang ada di sana karena tempatnya lucu-lucu. Kami dapat duduk di lantai dua, di sebuah di tengah-tengah ruangan. Di sebelah kami ada dua bule yang sedang mengobrol. Yang satu Afro-American yang satu kayaknya orang Eropa. Sementara di depan dan belakang kami ada dua meja yang masing-masing diisi oleh satu orang Korea yang sendirian dan yang satu lagi couple.

Aku terlihat gendut di foto ini apakah karena membengkak oleh udara dingin.

Gue nggak tahu apakah gue harus kesal atau bangga dengan hal ini tapi gue adalah orang yang kadang nggak bisa ditebak. Bahkan gue sendiri nggak bisa menebak kapan otak dan hati gue berseteru tentang banyak hal. Perseteruan yang bikin gue kadang jadi mendadak bengong terus berkontemplasi. I MEAN COME ON! WE’RE AT A COFFEE SHOP IN SEOUL AND THIS IS NEW YEAR’S EVE! KENAPA SIH HARUS MUNCUL MOMEN KONTEMPLASI DI SAAT SEPERTI INI?!

Tapi hati gue menang dan otak gue harus mengalah. Gue dipaksa berkontemplasi dan mengingat-ingat kejadian di 2017. Yang pahit. Yang manis. Yang seru. Yang menyebalkan. Yang ada kamunya...

(tarik nafas, hembuskan)

Gue yakin masing-masing dari kalian pasti memaknai tahun 2017 secara berbeda. Buat gue pribadi, 2017 itu adalah tahun pendewasaan. Banget. Dewasa di sini dalam berbagai macam hal. Nggak cuma secara... yah... anu, tapi juga secara emosi. Dewasa dalam menangani perasaan dan menyikapi segala kejutan yang diberikan hidup. Terbuka untuk segala kemungkinan yang akan datang dan mencoba untuk menyikapinya dengan lebih bijaksana. 2017 buat gue adalah tahun gue akhirnya bisa lebih terbuka dan jujur soal perasaan. Tegas tentang apa yang gue suka. Tegas juga soal apa yang gue nggak suka. Gue sadar selama ini gue memang terlalu sulit untuk mengambil keputusan. Kadang dibutakan oleh kenyamanan dan hal-hal yang gue pikir nggak akan bikin gue bahagia kalau gue lepas. Terkekang sesuatu yang sebenarnya nggak membuat gue berkembang dan perasaan-perasaan “aduh nggak enak gue sama dia” yang nggak menyehatkan sama sekali. 2017 seperti pintu yang baru saja terbuka untuk banyak hal-hal baru.

2017 gue sebenarnya dibuka dengan kekhawatiran tentang nasib gue di kantor yang lama. Apakah gue harus stay? Apakah gue harus berhenti? Ada banyak banget hal yang mengganggu pikiran gue saat itu. Nggak melulu soal dia yang nggak peka, tapi soal pekerjaan juga. Dan menyangkut hal itu, gue mungkin nggak bisa memberitahu secara detail apa yang gue rasakan. But I keep telling myself that I will learn something new on this field everyday. Karena semenyebalkan apapun pekerjaannya, pasti akan ada pelajaran yang bisa diambil dari sana. Di situlah gue kembali dihadapkan dengan dilema antara realita dan zona nyaman. Realitanya gue butuh penghasilan bulanan yang setidaknya bisa membuat gue stabil secara finansial. Tapi di saat yang sama gue nggak menemukan kenyamanan dalam melakukan apa yang gue kerjakan. Sementara untuk kembali ke zona nyaman yang lalu mungkin nggak akan bisa. Lalu apakah gue harus mencari zona nyaman yang baru? Jawaban dari pertanyaan itu nggak datang secepat yang gue inginkan. Jadi gue mencoba untuk bertahan. Berusaha melakukan semuanya sebaik mungkin. Karena, hey, bisa jadi ini sebenarnya akan jadi zona nyaman itu tapi masih belum sampai sana aja.


Sayangnya hari demi hari berlalu. Ada yang mengganjal di setiap langkah kaki gue. Ada sesuatu yang nggak beres dengan otak dan hati gue setiap kali gue bangun. Ambang batas gue dalam menangani hidup rasanya semakin hari semakin rendah. Meskipun gue mencoba untuk bertahan dan melakukan semuanya sebaik mungkin, rasanya tetap aja ada yang salah. Sampai akhirnya gue mengambil keputusan buat berhenti dan bilang ke diri sendiri “Ron, if you’re not 100% sure about this, if you’re heart is not 100% at it, let’s stop here and find another job. Find your happiness and be yourself. Don’t follow people but follow your heart. I know you need money, but you also need a life. Happiness. And I think this is not where you can find it.” Ya. Gue memang punya kebiasaan bicara sendiri. Dan dalam bahasa Inggris. Kadang-kadang bahasa Korea yang gue buat-buat karena gue nggak jago bahasa Korea. Dan ya, itu sangat membantu. Gue pun akhirnya memutuskan untuk berhenti dan pindah ke tempat baru dengan harapan gue akan dapat lebih banyak pelajaran lagi dan bisa membuat gue lebih bahagia. Nyaman itu soal nanti. Bahagia dulu aja.

So I left.

 

Seperti yang sudah gue ceritakan sedikit di vlog beberapa waktu lalu, banyak yang nanya “Kenapa?” selain itu juga “Kok bisa?” dan “Bagaimana lo bisa memutuskan secepat itu?”

Kalau pertanyaan “Kenapa?” dan “Kok bisa?” mungkin bisa lo dapatkan jawabannya di paragraf panjang sebelumnya. Tapi kalau jawaban soal “Bagaimana lo bisa memutuskan secepat itu?” gue rasa jawabannya simpel aja: gue lebih mendengarkan hati dan mengikuti apa yang dia katakan. Gue paham hati terkadang membutakan. Karena hati seringkali bias banget dalam menilai sesuatu. Tapi dalam kondisi seperti itu, genting dan penting, gue yakin dia juga akan menyesuaikan. Perasaan-perasaan takut untuk memulai kembali juga ada. Apalagi yang kali ini gue ada di lingkungan yang 100% berbeda dengan dua tempat kerja gue sebelumnya. Dengan orang-orang yang benar-benar baru. Perasaannya persis seperti ketika gue masuk ke kantor berita besar itu di 2013. Di situ gue tahu bahwa ini benar-benar the new beginning.

Ada sih penyesalan yang muncul karena meninggalkan pekerjaan yang lama. Menyesal kenapa gue nggak mau lebih banyak eksplor dan belajar. Kenapa gue terlalu cuek dengan kondisi sekitar gue dan hanya sibuk memandangi Microsoft Excel dan naik turun lift untuk memotret. Padahal kalau aja gue mau sedikit care mungkin ilmu gue akan lebih lagi. Ada juga penyesalan soal kenapa gue nggak bisa melakukan ini dan itu dengan lebih baik. Kenapa dulu nggak kayak gini aja. Kenapa waktu itu nggak kayak gitu aja. Kenapa gue harus mengiyakan apa yang gue nggak suka atau membiarkan diri gue di-judge sebagai orang “pundung” oleh orang yang bahkan nggak pernah tahu siapa gue. Dan orang yang tahu kok ya nggak ngebelain HAHAHAHAHAHAHAHA. Penyesalan terbesarkan mungkin adalah karena dalam perjalanan mencari kebahagiaan itu gue sudah membuat beberapa orang kecewa. Mungkin. Gue kan nggak bisa membaca pikiran. Gue nggak tahu gimana perasaan orang.



Hidup gue nggak akan tenang kalau kepikiran soal ini terus. Makanya gue memutuskan untuk udahan aja. Dan ketika gue sudah memutuskan untuk berhenti di tempat kerja gue yang lama, sebuah kesempatan yang sebelumnya nggak pernah datang ke gue malah menghampiri. Memang deh, jalan Allah itu yang paling baik. Itu pertama kalinya gue merasa mengambil keputusan yang benar. Juga semakin meyakinkan diri gue bahwa mendengarkan kata hati itu adalah keputusan yang terbaik. Nggak lama setelah gue resign, gue diundang untuk berangkat ke Seoul oleh Ministry of Foreign Affairs (Kementerian Luar Negeri)-nya Korea Selatan sebagai satu-satunya peserta dari Indonesia untuk Asian Cultural Young Leaders’ Camp 2017. SEBAGAI BLOGGER KPOP! GILAAAAAAKKKKKKK!!!!!!! Kalau saat itu gue masih ada di tempat yang lama mungkin hari-hari gue selama seminggu di Seoul nggak akan terlalu tenang. Karena cuti berarti membebankan pekerjaan ke orang lain dan itu berarti nggak enak ke orang lain yang dimaksud. Gue terkadang nggak suka kalau selalu dimaklumi. Nggak enak aja. Yang jelas, itulah pertama kalinya gue merasa bahwa keputusan gue untuk resign di bulan Mei 2017 itu tepat sekali. Perjalanan ke Seoul di Summer 2017 kemarin benar-benar istimewa banget.

A post shared by RON (@ronzstagram) on

Banyak dapet teman baru dari berbagai negara. Di saat yang sama gue juga dapat pengalaman baru untuk berkomunikasi dengan lebih banyak lagi orang Korea. Lebih banyak lagi orang-orang hebat dan passionate dalam bidang mereka. Bisa masuk TV Arirang tiga kali dalam tiga acara yang berbeda. Dan merasakan kedekatan emosional yang aneh dengan para peserta walaupun kami hanya menghabiskan waktu selama beberapa hari saja bersama-sama. Sampai saat gue menulis posting-an ini kami masih sering chat di grup Facebook. Salah satu peserta dari Filipina namanya Queen yang adalah fans EXO juga mendadak nge-chat gue sore tadi dan tanya “Siapa itu SehunFangirls? Apakah dia orang Indonesia?” dan gue cuma bisa ngakak sendiri ketika menjelaskan pelan-pelan dalam Bahasa Inggris. Kita satu frekuensi. Sama-sama suka pakai huruf besar kalau udah ngebahas EXO. Dan gue sempat pamer momen fanboying gue di 2014 dan 2016 ke dia dan dia juga heboh ngebales chat pakai huruf besar.

“Kesel banget deh kenapa dulu pas di Seoul kita nggak banyak ngobrol sih?!” kata gue. Karena kenyataannya gue sama dia baru intens ngomongin Kpop di dua hari terakhir. Sebel!

Ah... itulah sedikit hikmah dari resign gue tahun lalu. Moral of the story: jangan pernah sepelekan kata hati. Dalam hal apapun!


Selain itu, 2017 bisa dibilang adalah tahun kreatif gue. Memang gue agak jarang nge-blog sepanjang tahun kemaren. Tapi di sisi lain gue jadi sering nulis di KASKUS. Entah terkait dengan pekerjaan ataupun juga kesenangan-kesenangan pribadi. Gue juga semakin rajin upload video di YouTube dan pelan-pelan kalian pun datang untuk memberikan dukungan sebagai subscriber di sana. Makasih! Gue senang banget ini kejadian karena gue inget pas zaman kuliah gue sama temen gue sering sesumbar kalau kita ingin jadi artis YouTube. Eh dia duluan jadi pembawa acara berita TV sementara gue masih jadi alayers Kpop. Keinginan-keinginan untuk bikin konten video makin banyak dan kemauan untuk invest waktu buat editing dan begadang ngeberisin vlog juga jadi lebih besar di 2017. Bersyukur karena kalau keinginan sudah bulat pasti ada jalannya. Di-approve-nya akun AdSense gue juga jadi cambukan semangat yang lain meskipun nggak banyak juga penghasilan dari situ karena gue juga masih baru. But still, ngasih semangat. Dan gue nggak akan ada di sini dan di Korea saat summer tahun lalu kalau bukan karena kalian semua yang selalu mau baca blog gue selama ini. Yang sudah mau datang ke KaosKakiBau.com dan nontonin KaosKakiBauTV selama ini. Karena kalian, gue jadi ada bahan presentasi waktu di Korea.

Keinginan gue untuk punya Instagram yang isinya foto-foto sepatu dan foto-foto hitam-putih juga kejadian di 2017. Walaupun di akun KaosKakiBauDotCom awalnya agak labil sih. Niatnya akun itu jadi alter-ego gue, tempat gue bisa upload foto-foto yang nggak bisa gue upload di ronzstagram karena masalah “kerapihan feeds”. Lama-lama akun itu isinya cuma sepatu Converse merah gue yang keliling dari satu lokasi ke lokasi lain. Awalnya agak canggung juga memulainya tapi lama-lama kok jadi bagus dan jadi enak dilihat? Akhirnya gue lanjutkan sampai sekarang sepatunya sudah buluk karena sudah terlalu lelah diajak jalan. Tapi gue akan melanjutkan akun ini sampai selamanya karena gue sudah berniat untuk membeli sepatu merah yang sama ketika sepatu merah yang ini sudah rusak.

dari posting-an di @KaosKakiBauDotCom di Instagram

Dua akun alter-ego Instagram itu adalah hal yang baru juga di 2017. Selain itu, gue juga mengalami pindah ke kantor yang baru dan punya kesempatan untuk sharing ke banyak orang lewat berbagai event di mana gue jadi pembicara (WOW GUE BAHKAN NGGAK PERNAH KEPIKIRAN SAMA SEKALI SOAL INI!). Gue yang selalu bertanya “Lo yakin milih gue?” dipaksa untuk makin percaya diri di 2017 bahwa gue bisa dan “Ya, mereka milih gue karena gue bisa.” Sepanjang tahun kemaren, gue sudah jadi pembicara di empat event yang berbeda. WOW WOW WOW WOW. Ini rasanya kayak bukan gue banget karena memang ini benar-benar baru buat gue. Event Korea yang digelar Radio Mahasiswa Budi Luhur adalah awal dari semuanya. Berkat panitia acara itu gue jadi percaya diri untuk bisa bicara di depan publik dan sharing sedikit soal bagaimana gue memulai nulis di blog sampai nulis hal-hal yang berhubungan dengan Korea. Tentang how I followed my passion and become a (almost) well known Kpop blogger (enggak deng yang ini berlebihan karena gue masih nugu) (tapi kalimat setelah ini beneran agak pede dikit). Or should I say the only fanboy who blog about Kpop? AHAHAHAHAH. Sebuah pengalaman baru berdiri di depan orang-orang dan bicara tentang blog sendiri. Dan berkat Budi Luhur juga gue jadi punya bahan untuk dipresentasikan di Seoul waktu event Asian Cultural Young Leaders’ Camp 2017.

Pengalaman jadi pembicara berlanjut ke KCC (Korean Cultural Center) di acara ulang tahun mereka di tahun 2017 kemarin. Gue diundang untuk cerita-cerita soal pengalaman gue di Asian Cultural Young Leaders’ Camp 2017 dan seneng banget karena sambutannya meriah sekali. Lumayan bikin orang-orang ketawa. Kemudian diundang lagi ke event Cooperation Week-nya FIB UI untuk ngomongin soal media sosial dan blog juga. Pengalaman lain yang mungkin nggak akan terulang dan mungkin nggak akan bisa lagi gue dapatkan di 2018. Dan sesi sharing soal media sosial dan blog ini ditutup di Kopikoe, komunitas pecinta kopi, sebagai tugas kuliah si Bagus, temen gue waktu di kantor sebelumnya.

Wah nggak tahu nih gimana saya mendeskripsikan hari ini. Tapi pengalamannya luar biasa. Hanya 1 jam tapi luar biasa. Ini pertama kalinya saya diundang sebagai pembicara di sebuah talkshow event KPop. Jadi saya agak deg-degan. Ya... tapi saya sih selalu deg-degan mau ngapain juga. Orang ngomong sama temen sekamar aja masih takut-takut kok. Dan hari ini Alhamdulillah lancar. Terlepas dari segala kekurangan dari "materi" yang saya berikan. WKWKWKWKKW INI SEBENARNYA TALKSHOW ATAU KULIAH UMUM?! Itu juga yang jadi pertanyaan saya. Tapi panitia bilang saya santai aja karena obrolannya toh soal KPop dan mostly soal kaoskakibau.com. And yes, it was an awesome #experience! My first experience! Bisa sharing soal gimana saya memulai #blog "sampah" ini dan jadi #blogger dengan segala drama di dalamnya ke temen-temen (beberapa) pembaca blog yang nggak pernah saya temui sebelumnya. Awesome! Saya selalu iri sama orang yang bisa tampil percaya diri di panggung. Entah itu nyanyi atau dance. Dan selama tiga tahun terakhir saya sangat menunjukkan loyalitas dengan memberikan dukungan kepada beberapa di antara mereka. Saya pun kepikiran untuk tampil juga di panggung. Jadi suatu hari orang-orang yang saya tonton ini bisa giliran nonton saya. Eh tapi saya mau nampilin apa ya. Saya kan bukan dancer atau penyanyi pun. Tapi terima kasih @radiobudiluhur karena sudah membangkitkan kepercayaan diri saya untuk mau sharing soal blog. Yah nggak jago-jago amat sebenarnya nulis tapi suka aja. Dan kalau ndak dipaksa sama Anisa (salah satu panitia #KZONE HALLYUWOOD) mungkin masih ndak pede. But everything goes well. Dan terima kasih Ann, karena sudah jauh-jauh dari Gambir ke Ciledug buat ngasih support! You're the best! Bagian paling saya inget hari ini adalah, ketika "bintang tamu" yang lain heboh pake make up saya cuma bengong karena ndak ngapa-ngapain. Ndak ada yang make up-in. Tau gitu kan saya bawa tim Nature Republic. Trims. See you on the next event! Photo by @mi.aul
A post shared by RON (@ronzstagram) on

Dari pengalaman sebagai pembicara ini meskipun levelnya masih beginner banget gue banyak belajar bagaimana berkomunikasi di depan umum. Pelajaran yang dulu pas kuliah gue dapet sebenarnya (Public Speaking) tapi nggak pernah benar-benar diaplikasikan. Gue masih kebayang gimana gemeterannya gue ketika menunggu giliran naik panggung di Budi Luhur waktu itu. Gue bukan performer, gue nggak akan nyanyi, gue nggak akan cover dance di panggung, tapi deg-degannya kayak gue bakalan show my talent gitu di depan orang-orang. Padahal mah cuma cerita soal blog aja yang harusnya sudah jadi materi di luar kepala. Tapi tetap aja gue deg-degan. Dan kalau gue udah deg-degan, kaki gue akan gemetar dan dingin. Perut gue akan terasa aneh seperti laper tapi nggak mau makan. Mules tapi nggak ingin ke toilet. Sekarang harusnya gue sih sudah terbiasa. It was fun, tho! More fun to come in 2018, I guess?

Di antara pergulatan batin dan happy-happy itu terselip juga cerita-cerita sedih soal perpisahan di 2017. Gue nggak pernah merasa perpisahan itu hal yang sepele. Bukan hanya dengan siapapun, tapi dengan apapun. Gue masih inget gimana stresnya gue waktu laptop Acer gue rusak pas kuliah dulu. Dua kali punya Acer dan dua kali rusak. Yang pertama namanya Eci dan yang kedua namanya Ciera. Berpisah dengan mereka adalah pengalaman paling menyebalkan sepanjang hidup gue dengan gadget. Lebih menyebalkan ketika gue harus nangis karena Nokia 5200 gue juga harus dijual karena sudah tidak layak lagi digunakan. Kalau benda aja gue tangisi, gimana manusia?

Berjam-jam nangis setelah temen kosan gue mengabarkan kalau dia mau pindah (iya memang Ron ini cengengnya najis banget). Dimas akhirnya sampai di titik dia harus mengucapkan selamat tinggal dengan kehidupan lamanya dan menjalani his new life di kota baru karena penempatan kerja (dia lulusan STAN). Dua orang ini gue kenal di saat yang hampir bersamaan dan juga datang dari circle yang sama, meninggalkan gue dengan iming-iming “for good”. Hmm well... Bisa diterima tapi nggak bisa dicerna. Sedih sih. Tapi karena “for good” jadi yaudah nggak usah dipikirin lagi. Nangis berjam-jam sebelum dan setelah fanmeeting VIXX di Jakarta tahun lalu cukuplah sudah. Tapi beruntung nggak ada air mata yang menemani kepergian Dimas. Ya mungkin karena gue sudah mulai terbiasa dengan perpisahan. Ada rasa cekit-cekit sedikit dalam hati tapi nggak parah.


Perpisahan dengan para benda mati dan mereka yang hidup disusul oleh kepergian Jonghyun untuk selamanya. Kehilangan kata-kata banget. Membeku seketika. Hari itu rasanya aneh banget. Gue nggak kenal dia secara personal tapi rasanya udah kenal lama banget. Kepala gue pusing mendengar kabar dia meninggal. Ada banyak sekali yang ingin gue ucapkan tapi nggak akan bisa keluar dari mulut langsung. Akhirnya gue bisa menuliskan semua yang gue rasakan malam itu lewat sebuah posting-an blog. Sempat juga “ziarah” ke memorial wall-nya yang dibuat SM Entertainment di COEX bulan Desember kemarin. Entahlah apakah itu termasuk “beruntung” dan apakah kata “beruntung” tepat untuk momen itu. Tentu saja karena kehilangan seseorang bukanlah sebuah keberuntungan. I pray for you, Kim Jonghyun. You’ve worked hard for all these years.

Setiap kali gue ngajak salah satu temen gue buat ketemuan, seringkali dia selalu nggak bisa. Setiap kali gue mencoba untuk membuka pembicaraan dengan orang yang gue suka, balasannya selalu ketus karena mungkin pikirannya lagi enggak fokus. Beberapa pengalaman pribadi kayak gini bikin gue sering nyeletuk, "God. Timing is such a bitch." Selalu nggak pernah pas. Seringkali enggak sesuai harapan entah karena terlambat atau bahkan terlalu cepat. Ketika kita merencanakan #WinterTrip ke Korea ini di 2015, mana pernah terlintas di pikiran kalau ternyata salah satu dari sederet idola KPop yang kita suka di SM harus meninggalkan kita duluan. Di situlah gue tersentil sedikit. "Kok timing-nya bisa pas gini?" Setelah ratusan kejadian yang rasanya selalu enggak pas, kenapa Desember 2017 itu bisa mendadak oke gitu? Kedatangan kami ke Seoul berselang beberapa hari setelah Jonghyun wafat. Dan di sanalah kami, mengunjungi dan memberikan penghormatan terakhir buat Jonghyun lewat secarik kertas yang ditempel di dinding. What a timing. Rest in Peace, KJH.
A post shared by RON (@ronzstagram) on


Lalu 2017 ditutup dengan sebuah perjalanan yang sudah lama direncanakan. Dari Jakarta ke Busan dan Seoul. SUPERB! Untuk yang satu ini cuplikan ceritanya sudah ada di paragraf pertama tapi selengkapnya akan gue tulis di blog dan juga vlog. Beberapa fotonya sudah banyak juga di Instagram gue kalau memang lo berminat untuk mengikuti ceritanya sedikit-sedikit. Jadi jangan lupa untuk bookmark kaoskakibau.com dan subscribe ke YouTube KaosKakiBauTV yang link-nya ada di bagian paling bawah posting-an ini.

Merangkum semuanya, 2017 adalah tahun di mana gue merasa bisa jadi diri gue sendiri banget. Tahun yang bikin gue sadar dan yakin kalau mendengarkan kata hati dan mengikuti bisikan-bisikan dari dalam sana bukanlah hal yang berat untuk dilakukan. Selama kita siap dengan risikonya, jalani aja. Hajar aja! Karena risiko pasti akan selalu ada dan mengikuti setiap keputusan yang kita ambil. Hadapi aja. Yakin aja. Terus berdoa juga agar semua berjalan sesuai rencana. Gue bersyukur atas semua yang terjadi di tahun 2017 karena gue akhirnya bisa lebih lepas soal perasaan. Semacem embracing semua kegalauan-kegalauan yang mungkin dirasakan (atau yang tidak dirasakan tapi kok berasa???) lalu mengubahnya menjadi sebuah karya yang meski kecil namun terlihat. Jadi jangan heran kalau ke depannya gue jadi banyak posting-an yang bernuansa sendu (padahal sebenarnya gue nggak sedang galau) di InstaStory. It might be related to real life events, but most of those are just words that came out in my mind at that moment. Jadi bisa berarti hanya random saja.

dan kalau kamu suka kutipan-kutipan seperti ini, tunggu saja dia muncul di @ronzstagram
 
Dan yang terpenting dari semuanya, 2017 adalah tahun di mana gue dapat jawaban dari semua pertanyaan yang sudah mengganggu gue sejak gue berusia 17 tahun. Gue akhirnya menemukan apa yang selama ini gue cari dan keluar dari fase mencari. Gue akhirnya bisa diyakinkan bahwa gue harus menerima apapun yang saat ini gue miliki, kekurangan/kelebihan, yang ada di diri gue, sekecil apapun itu, sesepele apapun itu. Dan menerima bahwa apa yang tidak ditakdirkan untuk gue miliki nggak akan pernah bisa jadi milik gue. Ada tiga kutipan yang jadi penyemangat gue di 2017 dan akan tetap relevan di 2018:

“Menerima itu melegakan.”

“Kamu nggak akan bisa merasa kehilangan sesuatu yang nggak pernah kamu miliki.”

“Berhenti bertanya pada Tuhan tentang kenapa Dia menempatkanmu dalam kondisi yang selalu kau keluhkan. Itu hak Tuhan.”

Berangkat dari situ, semoga 2018 akan jadi tahun yang paling bahagia untuk kalian semua.

Resolusi gue tahun ini:


Happy new year, everyone.

Good luck! 


Follow Me/KaosKakiBau in everywhere!
Watch my #vlog on YouTube: KaosKakiBauTV (#vron #vlognyaron)
Twitter: ronzzykevin
Facebook: fb.com/kaoskakibau
Instagram: ronzstagram / KaosKakiBauDotCom / roningrayscale
LIVE SETIAP SENIN JAM 8 MALAM 'GLOOMY MONDAY!'
Instagram lain: kaoskakibaudotcom
Line@: @kaoskakibau (di search pake @ jangan lupa)
photos on this post is from my personal library. Credit properly when reposted.


Mencoba Jadi Pujangga

$
0
0

“Galau terus!”

Gue agak menyesal buru-buru buka DM ketika Jeno (nama handphone gue) memberitahu ada notifikasi dari Instagram. Kalau isinya cuma kayak gitu mending gue swipe kiri aja terus dibaca nanti-nanti. Gue bukan tipe orang yang suka ngebiarin notifikasi numpuk sampai puluhan baru dibaca kecuali kalau kondisinya sangat sibuk banget. Gue mungkin orang yang paling fast response di seluruh dunia bahkan ngalahin online shop kesayangan lo. Tapi ya kadang-kadang agak kesel aja kalau misalnya udah buru-buru dibuka terus isinya cuma komentar pendek yang terkesan sok tahu.

Mungkin gue terdengar agak nyolot di bagian “sok tahu” tapi memang begitu adanya. Dan mungkin lo agak bingung kenapa tiba-tiba gue kayaknya marah-marah dibilang galau di DM Instagram. Sebenarnya ini mau ngomongin apa sih? Sebenarnya siapa sih yang ngatain gue galau? Sebenarnya posting-an kali ini tentang apa sih?

Gue udah lama suka nulis. Buat lo yang juga sudah lama suka menulis pasti lo ngerti bahwa kadang-kadang ide untuk membuat sebuah cerita itu datang pada momen yang enggak terduga-duga. Justru kalau diniatin banget buat nulis kadang-kadang malah idenya nggak akan muncul. Mari kita ambil contoh kejadian beberapa tahun yang lalu ketika gue masih kerja di detik.com. Siang itu gue ngantuk banget dan kepala gue mendadak pusing karena efek mata yang kecapekan ngeliatin laptop dari pagi. Di meja gue selalu ada bantal IU yang dikasih kak Adel buat jaga-jaga kalau sedang ngantuk begini. Gue merebahkan kepala gue di atas bantal itu dengan posisi menghadap ke kanan. Dan entah bagaimana gue kepikiran untuk menulis sebuah cerita sangat pendek tentang seorang pegawai kantoran yang mendadak mendapat kunjungan kejutan dari seseorang dari masa depan.


Pernah juga gue dapet ide untuk nulis cerita pendek ketika dalam perjalanan pulang dari Depok ke Buncit pakai angkot. Cerita itu gue ketik di handphone sepanjang jalan sampai akhirnya gue tiba di daerah dekat kosan gue. Kalau enggak salah sih gue pernah cerita juga di posting-an lama soal ini. Nah, untuk cerita yang ini memang sih gue berusaha untuk mengelaborasinya sepanjang gue bisa. Tapi kebanyakan kalau idenya datang mendadak gitu ya gue tulis seadanya. Dengan twist yang juga sekepikirannya saat itu aja. Enggak yang dipanjang-panjangin atau diubah-ubah. Seperti misalnya cerita yang gue tulis bulan Januari tahun lalu waktu macet di jalan dan sedang dalam perjalanan pulang naik TransJakarta ini.


Kebanyakan cerita ini memang tentang one-sided love dan cinta diam-diam. Kalau ditanya kenapa ceritanya ada di wilayah itu ya gue nggak tahu. Apakah dari pengalaman pribadi? Bisa jadi. Apakah gue pernah merasakan one-sided love? Mungkin aja. Apakah selama ini gue pernah mencintai orang diam-diam? Bisa jadi. Tapi mostly itu ide muncul karena random atau pernah mendengarkan cerita orang lain atau karena melihat dua orang yang sedang berdiri di pinggir jalan kemudian bertengkar. Bisa juga itu muncul karena malemnya gue mimpi random cerita yang kayak gitu. Atau efek nonton drama Korea. Atau bisa karena apa saja. Bukan berarti karena memang mengalaminya secara pribadi.

Mungkin ada unsur pengalaman pribadi tapi itu pasti sedikit sekali.

Nah, terkadang, ide yang gue dapet secara random ini juga enggak selalu bisa dituliskan dalam bentuk cerita pendek. Kadang-kadang bisa jadi dalam bentuk satu atau dua dialog antara dua karakter fiktif yang tiba-tiba memenuhi kepala gue. Gue selalu memberi nama mereka Airin dan Mario karena gue punya cerita tentang Airin dan Mario yang sudah lama gue tulis dan masih stuck di karakter itu. Bisa juga idenya muncul dalam satu kutipan saja.


Buat gue, satu atau dua kalimat yang muncul secara mendadak di kepala itu harus dituliskan. Mana tahu itu akan berguna untuk disambung-sambungkan dengan ide cerita lain yang selama ini sudah ingin gue tulis tapi belum sempat (sejauh ini sudah ada 5 ide cerita yang ingin dikembangkan buat jadi novel tapi masih belum punya waktu untuk benar-benar fokus menulis). Gue nggak mau menyia-nyiakan apapun itu yang mendadak muncul di kepala gue. Sesuatu seperti ini misalnya:


Atau ini:


Atau ini:


Selama beberapa tahun terakhir gue selalu nulis di status Facebook dan everybody seems fine with that. Ada sih yang komentar kayak “Galau ya bang?” atau “Pengalaman pribadi ya bang?” atau “Lagi sedih ya bang?” tapi kalau di Facebook entah kenapa gue nggak terlalu memikirkan komentar dari banyak orang. Mungkin karena orang-orang itu juga bukan orang yang ada di lingkaran gue. Bukan significant other gue. Jadi nggak terlalu yang merasa terganggu. Tapi karena belakangan Facebook lagi nggak asik dan Instagram menawarkan sebuah fitur font baru yang klasik dan unik di InstaStory, yaudah gue jadi suka aja nulis ke-random-an kepala gue di sana.

Itulah kenapa DM berisi “Galau terus!” itu akhirnya ada di kotak masuk. DM itu dari temen baik gue ngomong-ngomong. Kadang-kadang gue tanggepin. Tapi seringkali gue cuekin. Karena yang pertama, gue nggak sedang galau. Dan yang kedua, gue nggak mau dibilang galau.

Masa sih, orang yang suka menulis kata-kata yang terdegar puitis seperti itu selalu sedang galau? Bagaimana dengan gue yang kepalanya nggak pernah bisa istirahat bahkan sedetikpun? Bagaimana dengan Chairil Anwar?!

Let me tell you what happen in one minute inside my head, ya?

Contoh sederhana ketika sedang menulis ini deh. Seharusnya kan gue hanya memikirkan kata demi kata yang seharusnya gue ketik. Ketika memulai posting-an ini gue sama sekali enggak tahu apa yang akan gue tuliskan di paragraf selanjutnya ketika paragraf ini selesai. Jadi harus dipikirin dong supaya tulisannya bisa padu dan kalian enak membacanya. Tapi di saat yang sama gue juga mikirin lirik lagu yang sedang gue putar sambil menulis posting-an ini (saat ini sedang mendengarkan ‘To Love You More’ versi Lea Michelle dari Season 4 ‘Glee’) dan menahan diri untuk tidak ikutan menyanyi karena gue suka banget lagu ini.

Jangan kira cuma itu saja. Di saat yang sama gue juga mikirin soal gajian yang masih beberapa hari lagi (tanggal 31 Januari karena perubahan sistem penggajian dan segala macam jadi gajinya telat dibayarkan. OMG MATI GUE!). Di sisi lain otak gue juga sedang mikirin kenapa gue tadi enggak bawa laundry-nya ke ibu kos sih? Di sebelah sanaan dikit dari laundry ada bagian otak gue yang mikirin soal episode baru dari vlog yang belum di-edit. Nah yang paling aktif sebenarnya sisi melankolis itu yang setiap detik kayaknya diisi dengan kata-kata yang harus diolah untuk bisa di-posting di Instagram Story untuk jadi sebuah quote yang setidaknya bisa menggambarkan apa yang terjadi di sana (di sisi otak yang itu) dan mungkin bisa related sama mereka yang baca. Sementara di pojok sana, di sudut otak gue, selalu ada dia yang selalu gue panggil 'kamu'...

Ah...

LHO JADI GINI??!!



Gue nggak heran kalau di satu momen kepala gue kelihatan sangat besar dan lebih besar dari seharusnya. Nggak heran juga kalau jidat gue makin ke sini makin lebar seiring dengan rambut gue yang semakin hari semakin rontok. Tapi gue nggak tahu, apakah kalian juga seperti ini? Apakah dalam satu menit ada banyak hal yang terjadi di kepala kalian seperti gue? Coba ceritain di kolom komentar karena gue pengen denger!

Kondisi inilah yang kemudian bikin gue tuh susah banget khusyuk pas solat. Kadang-kadang malah kepikirannya ke macem-macem dan bikin nggak fokus ke sajadah dan Allah SWT. Setan memang ya pandai mempengaruhi manusia. Coba mereka pandai bikin aku lebih pintar dalam berbisnis pasti aku sudah kaya raya sekarang.

Lho kok jadi berharap ke setan gini.

LHO ADA APA DENGAN OTAK GUE?!

Gue jadi ingat waktu masih masa orientasi di kampus dulu ada sesi dari psikolog yang meminta kami anak-anak baru untuk memejamkan mata dan berimajinasi sesuai dengan narasi yang dia baca. Gue nggak inget detailnya kayak gimana yang jelas psikolog berjilbab itu meminta kami untuk bernapas pelan, kemudian membayangkan sedang memegang sebuah balon udara yang pelan-pelan melayang. Ketika gue buka mata, gue menemukan posisi tangan kanan gue sudah terangkat seolah-olah sedang memegang balon beneran. Di akhir sesi itu, mbak psikolog-nya bilang kalau: “Kita akan mudah melakukan apapun kalau kita dalam pikiran yang tenang. Kita akan mudah mengingat apapun kalau kita dalam kondisi yang kalem. Itulah kenapa kalau waktu solat, buat temen-temen muslim, kadang-kadang suka langsung inget sama hal-hal kecil. Kayak misalnya kunci laci yang selama ini dicari keselip di mana, atau apakah tadi keran air sudah dimatikan, atau misalnya lupa membalas pesan terakhir yang masuk ke kotak masuk di handphone.”

Masuk akal. Karena kita memberikan waktu otak kita untuk tenang sejenak dan menghadap Tuhan. Walaupun kemudian hal-hal begajulan lain yang muncul itu menghalangi kita untuk khusyuk. Gue sendiri bahkan sering lupa gue sudah masuk rakaat ketiga atau masih rakaat kedua kalau lagi solat. Ya karena saking tenangnya gue jadi kelamaan mikirin kunci yang keselip daripada mikirin solatnya sendiri.

Astagfirullah. Ya Allah jangan masukkan aku ke Neraka. Masukkan aku ke SM Entertainment saja jadi admin sosmed.

Yang jelas gue nggak terima dan kadang-kadang kesal kalau apa yang gue tuliskan di Instagram Story itu selalu dianggap sebagai sebuah kegalauan. Mungkin memang kesannya seperti galau karena kata-katanya memang sangat melankolis dan—yah—galau. Tapi kan bukan berarti gue sedang galau! Gue hanya mencoba untuk menuliskan apa saja yang melintas di kepala gue.

“Ya kalaupun misalnya memang gue galau, bagus dong, gue bisa mengekspresikan kegalauan gue itu dengan mengemasnya ke dalam kata-kata yang bisa gue posting sebagai karya?” begitu jawaban gue ke beberapa orang teman termasuk dia yang mengirim DM itu. Gue juga galau nggak pernah sampai yang neror orang buat ditelpon untuk mendengarkan kegalauan gue.

Gue sih yakin sedikit banyak mungkin ada yang terganggu dengan posting-an yang terkesan galau itu. Tapi, ya kalau nggak mau dilihat kan bisa di-tap dan di-skip aja. Gue sendiri tidak dalam kondisi untuk selalu mau memajang apa yang orang lain ingin lihat di akun Instagram gue. Gue memajang apa yang ada di pikiran gue dan apa yang sedang ingin gue pajang. Ya itu foto. Ya itu tulisan. Makanya sekarang gue nulis “Mencoba Jadi Pujangga” di bio Instagram gue supaya mereka yang mungkin enggak baca posting-an klarifikasi ini (ya sepenting itu ya gue klarifikasi edan memangnya gue siapa? Awkarin?) bisa mengerti bahwa apa yang gue post di caption Instagram atau di InstaStory bukan semata-mata karena galau, tapi karena memang kepala gue sedang mau menulis begitu dan tentang itu.

Tolong mengerti.

Ya pun kalian tidak mau mengerti juga bukan masalahku. Aku tidak akan mengubah kebiasaan ini. Maaf.

(Tertawa seperti Bellatrix Lestrange)

Sebagai orang yang suka nulis, terlebih sekarang gue mau lebih banyak lagi posting di blog, setiap hari pasti ada momen gue bertanya ke diri sendiri “Mau nulis apa hari ini?” Tapi seringkali ya itu tadi, ketika lo memaksa diri lo untuk berpikir mau menulis tentang apa seringkali kepala lo juga menolak untuk berpikir keras. Tapi pas lagi tiduran dengerin playlist Melly Goeslaw di Spotify atau seringkali pas lagi di kamar mandi buang hajat, ide buat nulis itu pasti bisa datang.

Memang benar sih, ide menulis yang paling mudah itu ya dari pengalaman pribadi. Tapi kalau soal galau cinta-cintaan gitu, pengalaman pribadi gue bisa dibilang nihil. Gue enggak pernah pacaran dan bukan orang yang menganut paham harus pacaran. Gue belum punya keinginan untuk menjalin hubungan serius karena gue sedang mengejar banyak sekali mimpi yang harus gue raih sebelum umur 35. Ya gue pernah sih suka sama orang. Dan gue bilang ke dia kalau gue suka sama dia. Tapi sayangnya orang itu enggak merasa hal yang sama sama gue. Udah itu aja. Cuma sekali itu. Sisanya mungkin cuma serangkaian perasaan-perasaan yang muncul dari baca buku, nonton film, drama, atau sekedar menyaksikan sekitar. Dan kalau sekali dua kali gue menulis soal sesuatu yang terkesan seperti pengalaman pribadi (terutama soal cinta) ya masa enggak boleh sih? Gue memang enggak pernah merasakannya tapi bukan berarti gue nggak boleh menuliskan sesuatu terkait dengan hal itu, dong? Kan gue bisa berimajinasi.

Gue tidak sedang menyudutkan mereka yang ngatain gue galau. Enggak kok. Memang terkadang menyebalkan tapi gue fine-fine aja. Teh Yani aka Mami Luhan bahkan pernah ngucapin selamat ulang tahun ke gue dengan menyebut gue sebagai “That galau guy” atau “Galau boy” atau semacamnya gue lupa. Kalau itu kemudian jadi sebuah identitas, gue seneng banget. Karena, hey, Nazriel Irham nggak akan bisa nulis lirik-lirik lagu yang bagus luar biasa kayak gitu kalau dia nggak pernah merasa galau. Woozi ‘Seventeen’ nggak akan bisa related nulis lirik soal cinta dan patah hati kalau dia sendiri enggak pernah jatuh cinta dan patah hati. Taeyeon mungkin nggak akan bisa dapat feel waktu nyanyiin ‘Fine’ bagian 'Urin majimak' kemudian nangis di MV-nya (lol) kalau dia nggak mencoba related dengan lirik dan melodi dalam lagu itu. Bahan mendiang Jonghyun mungkin nggak akan nyiptain puluhan lagu dengan nuansa-nuansa melankolis dan galau kalau dia nggak pernah benar-benar berada di dalam kondisi demikian.

Galau nggak selalu identik dengan hal yang negatif. Dan gue mencoba untuk mengekspresikan kegalauan itu (kalau memang sedang galau ya, tapi tidak selalu!) lewat quote-quote yang nggak selalu kejadian kok di kehidupan nyata gue, tapi terjadi cuma di dalam kepala gue. Dan itu bukanlah sesuatu yang buruk kalau menurut gue sih. Gue bukan Ariel yang sudah pernah pacaran sama banyak cewek, bukan juga Woozi yang mungkin juga udah pernah pacaran dengan beberapa cewek, gue juga bukan Taeyeon yang pernah pacaran (entah setting-an entah beneran) sama Baekhyun, dan gue juga bukan Jonghyun yang pernah living through a sad and depressing condition. Gue cuma mau menulis apa yang muncul di kepala gue sebagai bentuk ekspresi dan kreativitas. Jadi tolong mengertilah. Kepalaku tidak bisa diam meski semenit. Otakku tidak bisa berhenti berpikir tentang sesuatu meski sesaat. Bahwa aku saat ini sedang mencoba jadi pujangga.

Itu saja.

Follow Me/KaosKakiBau in everywhere!
Watch my #vlog on YouTube: KaosKakiBauTV (#vron #vlognyaron)
Twitter: ronzzykevin
Facebook: fb.com/kaoskakibau
Instagram: ronzstagram / KaosKakiBauDotCom / roningrayscale
LIVE SETIAP SENIN JAM 8 MALAM 'GLOOMY MONDAY!'
Instagram lain: kaoskakibaudotcom
Line@: @kaoskakibau (di search pake @ jangan lupa)
photos on this post is from my personal library. Credit properly when reposted.

Film [HOAX] Cinta, Rahasia, dan Kepercayaan Jawa (Spoiler!)

$
0
0

Di sebuah petang di bulan Puasa tahun 2012 sedang turun hujan deras sekali. Seolah-olah sengaja menemani Bapak, Ragil, Adek, Raga dan pacarnya yang bernama Sukma, yang sedang buka puasa bersama di rumah tua milik Bapak. Walaupun tidak pernah diberitahukan berapa usia rumah itu tapi dari penampilannya saja bisa ketahuan kalau rumah itu sudah tua sekali. Setidaknya sudah tiga puluh atau empat puluh tahun. Tidak terlihat sosok Mama di rumah itu karena ternyata Bapak dan Mama sudah berpisah sejak lama. Mama tinggal bersama Adek di rumah yang berbeda, Raga dan Sukma tinggal bareng meski belum menikah (juga di rumah yang berbeda yang lebih modern), sementara Bapak tinggal bersama Ragil di rumah tua yang tidak mau direnovasi oleh Bapak karena katanya sudah nyaman. 

Bapak, Adek, Ragil, Raga dan Sukma sempat memainkan sebuah permainan anak-anak asal Korea Selatan sebelum akhirnya acara buka puasa selesai. Ketika mengantar Raga dan Sukma ke pintu depan, Bapak nyeletuk misterius soal nama Raga dan Sukma. "Nama kalian cocok." katanya. Sukma (perempuan ini adalah sosok yang cerdas tapi sangat 'receh' kalau sudah menyangkut hal-hal cinta dan hubungan asmaranya dengan Raga) penasaran dengan celetukan Bapak dan meminta Raga menjelaskannya. Di dalam mobil kemudian Raga mulai menceritakan apa yang dimaksud Bapak.

Dan sampai di situ, gue masih nggak ngerti sebenarnya ini film tentang apa.

WAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAAHAHAHHAHAHAHAHAH

Sebelum datang ke special screening film 'HOAX' di XXI Kemang Village, Senin (29/1/2018) kemarin (terima kasih Indy Pictures dan Four Colours Films atas undangannya!), gue nggak punya ekspektasi apapun ketika menonton film ini. Kalau biasanya orang-orang yang nonton film di bioskop akan menyaksikan trailer-nya dulu di YouTube, gue nggak kayak gitu. Buat gue trailer sudah cukup spoiler. Walaupun gue bukan orang yang anti-spoiler, tapi untuk film-film tertentu terutama yang dibintangi oleh aktor dan aktris favorit gue seperti Tara Basro, Vino G. Bastian dan Tora Sudiro, gue ingin menutup mata dan telinga dari semua bocoran yang ada di internet. Tapi di saat yang sama gue adalah orang yang sangat bocor. Maafin.



Lima orang yang tadi gue sebutkan namanya punya jalan cerita masing-masing di film yang judul aslinya 'Rumah dan Musim Hujan' ini. Sebenarnya judul aslinya lebih memberi gambaran (meski sedikit) tentang ceritanya daripada judul 'HOAX'. Soalnya masing-masing karakter punya cerita sendiri di rumah mereka masing-masing. Ragil di rumah Bapak, Adek di rumah Mama, dan Raga di rumahnya sendiri. Dan semua kejadian dalam film diselimuti oleh hujan deras. Entahlah kenapa diganti mungkin karena memang belakangan ini kita sedang darurat hoax dan berita bohong kali ya? Tapi tagline'Siapa yang Bohong?'-nya sih ngena banget. Soalnya dari awal sampai akhir film lo akan dibuat ber-"anjir!", ber-"hah gimana?!", ber-"eaaaa", ber-"WTF!" dan bertanya-tanya apakah sebenarnya yang lo tonton tadi beneran atau hoax belaka.

'Rumah dan Musim Hujan' ini sejatinya merupakan film yang dibuat untuk diikutsertakan di festival film. Ini bukan film reuni Tora Sudiro dan Vino G. Bastian setelah 'Warkop DKI'(yes, kalian semua salah!) karena film ini ternyata diproduksi pada tahun 2012. Nggak heran perut Tora Sudiro masih gendut (karena semalam di preskon keker-keker aja nampaknya) dan auranya belum se-Indro sekarang. Nggak heran kalau handphone yang dipakai masih handphone batangan. Nggak heran kalau Ragil masih chatting pakai Yahoo! Messenger sama pacar misteriusnya yang minta dikenalin ke Bapak tapi Ragil masih ragu. Kelihatan banget sepanjang adegan Ragil yang nggak banyak dialog tapi kebanyakan jadi abdi si Bapak karena sudah tua dan kayaknya sudah pikun, gerak-geriknya mencurigakan. Kalau lo teliti nontonnya lo akan tahu kenapa sebelum akhirnya misteri soal Ragil terbuka di akhir film. Walaupun itu juga cuma sedikit.

Kalau kata Vino G. Bastian kemarin habis pemutaran film, ada banyak adegan dia di film ini yang dipotong terkait sensor. Mungkin karena isunya juga sedang sensitif kali ya? Cuma menurut gue, porsi Vino-nya jadi sedikit banget dan sayang banget. Vino juga bilang semalam, film festival kan hanya ditayangkan untuk kalangan terbatas. Ketika film ini masuk bioskop dan jadi film komersil tentu saja ada banyak elemen dalam film yang dirasa nggak sesuai dengan regulasi lembaga sensor harus dihilangkan. Gue sih mau nonton lagi versi lengkapnya yang nggak disensor buat menjawab rasa penasaran gue sama penyelesaian cerita Ragil.

SPOILER AHEAD

Lo akan diingatkan kembali pada Vino G. Bastian saat debutnya sebagai aktor di film '30 Hari Mencari Cinta' lewat film ini. Sedikit adegan ngaji dan baju koko cukup menjadi kamuflase.


SPOILER END (EH TAPI MUNGKIN MASIH ADA LAGI DI BAWAH)

Teknik berceritanya loncat-loncat dari satu rumah ke rumah yang lain. Ini juga salah satu hal yang berbeda dari versi aslinya kalau menurut penjelasan Vino. Sutradara Ifa Isfansyah dan produser film sengaja mengubah cara penyajian ceritanya supaya lebih menarik, begitu tambah Vino. Gue tidak menangkap adanya keterkaitan antara cerita yang terjadi di rumah Ragil dan Bapak; Adek dan Mama; Raga dan Sukma; selain ketiganya adalah saudara kandung dari seorang Bapak dan Mama yang menganut Islam dan percaya Kejawen. 

Ketika Raga menjelaskan ke Sukma soal maksud Bapak yang bilang nama mereka itu cocok, penonton diberitahu penjelasan detail soal empat kembaran manusia ketika masih di dalam kandungan menurut kepercayaan Jawa. Kalau lo Googling soal ini coba keywordSedulur Papat Kalimo Pancer. Long story short, menurut kepercayaan ini manusia lahir dan hidup setelah "membunuh" empat saudara kembarnya tersebut. Tapi mereka tetap ikut ke dunia sebagai "saudara halus" yang bertugas membantu manusia menjalani kehidupan sehari-hari.

Raga menambahkan ini sebelum dia dan Sukma berhubungan seksual di dalam mobil (woman on top, of course, oh yang ini ada di trailer kok) (yang akhirnya menjadi masalah utama dalam cerita di Rumah Raga selain kedatangan mendadak mantan pacar Raga yang bernama Sari yang bikin Sukma cemburu bukan main): mereka biasanya muncul di hari Weton kelahiran orang yang bersangkutan.

Buat gue, semua hal tentang kepercayaan tradisional/lokal terutama terkait mitos dan hal-hal mistis adalah sesuatu yang lebih horor dari Pennywise, Valak, Annabelle, atau bahkan Ibu di 'Pengabdi Setan'. Gue bukan orang Jawa. Gue asli Lombok. Tapi Lombok juga banyak punya pengaruh dari Jawa dan Sulawesi yang membuat kepercayaan-kepercayaan lokal di Lombok jadi dua kali lipat lebih bikin merinding. Dan elemen Kejawen dalam film 'HOAX' ini maksimal banget sih membuat gue takut. Ketakutan yang sudah dibangun sejak Adek maksain diri naik sepeda dari Rumah Bapak ke Rumah Mama melewati jalan setapak yang di kiri dan kanannya banyak pohon pisang. Tapi jangan khawatir, nggak akan ada pocong atau kuntilanak yang muncul tiba-tiba di situ. Nggak ada jumpscare berlebihan. Justru yang muncul adalah sesuatu yang tidak pernah lo sangka-sangka dan sekali lagi akan bikin lo ber-"anjir!" sampai cerita di Rumah Mama selesai.

Mama diperankan oleh Jajang C. Noer. Aktris senior yang bahkan cuma dengan jilbab putih, pencahayaan minim dan ekspresi kosong aja sudah terlihat menakutkan. Maafin gue tapi memang begitu adanya. Mama di sini bukan sosok pengabdi setan. Mama orangnya alim dan rajin sholat. Tapi kepercayaan (diam-diam, mungkin?) Mama pada Kejawen yang membuat aura seram di rumah itu jadi semakin terasa maksimal. Mulai dari mati lampu, pintu yang diketuk, adegan pakai body lotion, sampai adegan pohon pisang. Adegan-adegan di Rumah Mama adalah favorit gue.


Sebagai fans drama, film dan musik Korea, gue sedikit terhibur dengan sedikit (sekali) elemen Korea yang diselipkan dalam film ini (ada banyak nama orang Korea di credit title-nya). Selain permainan di meja makan saat buka puasa itu, Adek juga terdengar menyanyikan lagu anak-anak Korea 'Nabiya'(berarti kupu-kupu) untuk menghilangkan rasa takutnya ketika melewati kebun pisang malam itu (kenapa Korea? Karena si Bapak pernah jadi TKI di Korea selama dua tahun kata Raga). Tapi karena lagu ini punya nada yang persis sama dengan lagu 'Boneka Abdi' yang makin populer karena film 'Danur', kesan horornya jadi dobel. Walaupun secara tahun film ini diproduksi lebih dulu daripada 'Danur'.

Ini gue ngomongnya udah kebanyakan ngelantur. Tapi overall, film 'HOAX' adalah gabungan antara cinta, rahasia dan kepercayaan Jawa dalam porsi yang hampir pas kalau saja cerita Ragil lebih pas lagi. Dan seringai mantan pacar Raga di akhir cerita di Rumah Raga adalah seringai paling menyebalkan yang pernah gue lihat dari seorang perempuan korban KDRT hanya karena dia cukur alis. Eh maaf spoiler. Oh iya, karena keluarga Bapak dan Mama beragama Islam, ada sentilan-sentilan tentang agama juga dalam beberapa dialog filmnya. Kalau buat gue yang juga Islam ini menarik dan bikin geli sendiri juga. Nggak ada yang terlalu sensitif yang nantinya akan bikin para sumbu pendek akan marah-marah dan membuat film ini batal tayang di bioskop. Buktikan sendiri aja 1 Februari 2018 nanti mulai tayang di semua bioskop.


Follow Me/KaosKakiBau in everywhere!
Watch my #vlog on YouTube: KaosKakiBauTV (#vron #vlognyaron)
Twitter: ronzzykevin
Facebook: fb.com/kaoskakibau
Instagram: ronzstagram / KaosKakiBauDotCom / roningrayscale
LIVE SETIAP SENIN JAM 8 MALAM 'GLOOMY MONDAY!'
Instagram lain: kaoskakibaudotcom
Line@: @kaoskakibau (di search pake @ jangan lupa)

Eiffel... Im In Love 2: Cerita 15 Tahun Kemudian (Spoiler!)

$
0
0

Kalau ngomongin tentang film Indonesia favorit di era tahun 2000-an, mungkin akan ada beberapa film yang muncul pertama kali di kepala gue. Tiga di antaranya gue tonton berulang-ulang dan tidak pernah bosan. Yang pertama adalah 'Petualangan Sherina' dan yang kedua 'Ada Apa Dengan Cinta'. Ini adalah tontonan wajib semua anak dan remaja di era itu selain mereka selalu dicekoki dengan Warkop DKI dan film setan Suzanna di TV. Buat mereka yang seumuran gue alias millennials, dua film ini semacem teman masa sekolah banget. Waktu SD gandrung banget sama Sherina dan Sadam lalu ketika SMP gue pun mulai mengenal Cinta dan Rangga. Kalau gue dikasih tantangan buat mengucapkan dialog-dialog dalam dua film ini gue percaya diri pasti menang. Saking seringnya gue nonton 'Petualangan Sherina' dan 'Ada Apa Dengan Cinta' gue pun hapal dialog di setiap adegan.

Gue memang freak. Sorry not sorry. But anyway, thanks.


Walaupun gue akhirnya terpapar oleh film Indonesia yang keren dan hype pada zamannya itu, ada satu hal yang sangat disayangkan: gue nggak pernah merasakan kenikmatan nonton 'Petualangan Sherina' dan 'Ada Apa Dengan Cinta' di bioskop seperti halnya masyarakat ibukota dan kota-kota besar di Indonesia lainnya. Gue tinggal di Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat. Buat yang nggak tahu, Mataram adalah ibukota provinsi NTB. Kalau lo nggak tahu Lombok sih keterlaluan. Di era film Indonesia masih identik dengan horor dan seks, beberapa layar bioskop masih eksis di kota kecil itu. Sesekali, kalo kata nyokap, film India juga diputar di sana. Gue belum hidup di zaman film-film India itu tapi sempat menjadi saksi bahwa setiap minggu ada poster film yang dilukis tangan yang berbeda di sebuah bioskop bernama IRAMA yang lokasinya paling deket rumah. Hampir pasti poster-poster film ini menampilkan perempuan dengan pose menggoda: dress yang memperlihatkan bahu dan paha atau sedang tiduran dengan satu kaki terangkat. Di kesempatan lain gue juga pernah lihat poster film yang dilukis tangan itu menampilkan laki-laki dan perempuan sedang bercumbu.

Oke. Cuma lihat posternya doang. Karena dulu nggak pernah ngerti sama konsep bioskop. Tahunya hanya film yang diputar di TV aja pas Natal atau Lebaran. Pertama kali gue ke bioskop itu di tahun 1997, sebelum krisis moneter, buat nonton 'Jurassic Park: The Lost World'. Setelah itu, nggak pernah ada lagi bioskop di sana yang memutar film-film Indonesia terbaru baik dengan poster dilukis tangan dan agak porno ataupun poster yang dicetak di kertas. Nggak sampai XXI akhirnya masuk ke sana beberapa tahun terakhir ini.

VCD bajakan was my best friend. Dari situlah gue bisa nonton 'Petualangan Sherina' dan 'Ada Apa Dengan Cinta'. Oke ini mungkin terdengar nggak beres tapi mungkin tanpa para pembajak itu gue nggak akan sesuka itu nonton film Indonesia.


Dulu di Mataram, TV dan radio adalah sumber hiburan yang paling digemari masyarakat lokal. Bahkan setelah ada Mall sekalipun, TV dan radio tetap jadi hiburan nomor wahid. Semua hal-hal yang terjadi di ibukota gue dapat update-nya dari TV. Sampai di tahun 2003 gue juga dengar soal film 'Eiffel... I'm In Love' yang katanya booming banget di Jakarta dan Pulau Jawa. Katanya orang-orang sampai rebutan buat dapat tiket nonton film itu. Bahkan katanya sempat ada insiden di bioskop yang makan korban luka-luka waktu mau nonton. Gue masih inget banget sore itu nonton infotainment dan artis-artis pemeran film ini sedang mengunjungi salah satu korban.

Sampai di situ gue sendiri bahkan belum nonton filmnya. Sekali lagi karena memang nggak ada bioskop. Itu artinya gue harus menunggu VCD-nya dulu baru bisa nonton. Nunggu VCD-nya mejeng di rak rental VCD langganan biar bisa disewa.


Gue pun akhirnya kenalan sama Tita dan Adit pas gue duduk di kelas dua SMP. Mulai mendengar omongan remaja sekitar membahas soal Paris, Valentine, dan ciuman di bawah Menara Eiffel. Film ini masuk di daftar terakhir dari tiga film Indonesia yang gue suka itu. Biar nggak hapal dialognya kayak pas Sherina dan Sadam terjebak di Boscha atau ketika Cinta menghampiri Rangga di perpustakaan buat minta di wawancara, tapi gue inget banget secara detail isi film arahan sutradara Nasri Cheppy itu. Mulai dari Tita yang disuruh jemput teman bokapnya di Bandara, gosip yang kesebar di sekolah kalau dia mau dikimpoiin, titip-titip salam di radio Prambors, sampai yah... adegan ciuman di bawah Menara Eiffel itu.

15 tahun berlalu, cerita dalam filmnya pun akhirnya berlanjut.

(Warning: SPOILER)


Film 'Eiffel... I'm In Love 2' sebenarnya bukan satu-satunya sequel dari 'Eiffel... I'm In Love'. 

"LHO IYA?!" 

Yap! Nggak lama setelah novelnya dirilis dan filmnya booming, buku keduanya juga diluncurkan dalam bentuk e-book. Masih dari Rachmania Arunita, sequel dari 'Eiffel... I'm In Love' dikasih judul 'Lost In Love'. Kalau kalian merasa familiar dengan judul ini berarti kalian memang penonton film Indonesia banget deh! Karena novel itu juga dibuat film di tahun 2008 sebagai kelanjutan dari cerita Tita dan Adit. Tapi pemerannya bukan Shandy Aulia dan Samuel Rizel melainkan Pevita Pearce dan Richard Kevin. Well, overall filmnya sih menyenangkan, tapi enggak menarik. Bisa dibilang gagal meskipun berusaha dibuat se-Paris-mungkin. Pevita aktingnya jelek banget dan Richard Kevin sudah terlalu tua untuk memerankan anak umur dua puluhan. Sementara Arifin Putra masih kebawa-bawa aktingnya di sinetron. Setting dari 'Lost In Love' adalah satu hari setelah adegan ciuman di bawah Eiffel di buku pertama. 


Lalu apakah film 'Eiffel... I'm In Love 2' ini ada hubungannya sama 'Lost In Love'? 

Enggak sama sekali. Timeline-nya sudah jauh banget. Film kedua ini syuting di tahun 2017, jadi jarak antara film pertama dengan film kedua adalah 14 tahun (seperti yang mereka promo-promo selama ini). Tapi karena tayangnya di 2018, jarak antar film jadi 15 tahun. Nah, di dalam filmnya Adit dan Tita sudah pacaran jarak jauh selama 12 tahun.

Nggak terlalu dijelaskan apakah setting film keduanya ini tahun 2015. Atau setelah adegan makan McDonald's di akhir film pertama (dan narasi Tita yang bilang kalau Valentine's Day tahun berikutnya Adit ke Jakarta buat tunangan sama dia) si Adit sempat lama tinggal di Jakarta atau gimana sebelum akhirnya LDR-an. Tapi yang jelas mereka sudah LDR 12 tahun dan kalau lo mikir itu pacaran atau lagi mau nyicil rumah, pikiran lo sama persis kayak Uni. Kalau lo juga mikir LDR kepanjangannya bukan lagi Long Distance Relationship tapi Lupa Dengan Relationship berarti pikiran lo sama kayak Nanda. Dan bicara tentang Nanda dan Uni, mereka adalah dua teman SMA Tita dulu. Mereka muncul lagi di film ini dengan pemeran yang masih sama: Shakira Alatas dan Saphira Indah.

Tita sedang ada di pernikahan Nanda, duduk sendirian dalam balutan gaun bridesmaid-nya di antara keramaian tamu undangan. Nanda dan suaminya, Ferro (diperankan oleh Wafda Saifan), sibuk di pelaminan. Tita tengah melamun. Mungkin sedang mikir, kenapa di usianya yang sudah mau menginjak 27 tahun ini dia belum juga dilamar sama si pacar. Pas lo nonton adegan ini mungkin lo belum tahu kalau usia Tita sudah mau 27 tahun. Lo juga mungkin belum tahu soal pacarnya yang tinggal di Paris, Adit. Sampai akhirnya beberapa teman SMA Tita menghampiri dan reuni kecil pun terjadi. Sayang banget di reuni ini Farah (yang di film pertama diperankan oleh Rianti Cartwright) nggak datang. Rianti juga nggak digaet buat jadi cameo untuk memerankan Farah lagi. Padahal kalau dia ada pasti lebih seru. Ngomong-ngomong adegan di pernikahan Nanda ini ada di bagian awal trailer. Tapi ada adegan yang nggak ada dan ini akan bikin lo jadi ngerti kenapa Tita dewasanya jadi kayak gitu. Yaitu adegan ketika salah satu teman SMA Tita minta nomor handphone.


Waktu nonton trailer-nya gue sendiri bertanya-tanya. Kok bisa sih ini orang udah 14 tahun berlalu tapi cara ngomongnya masih kayak bocah aja? Terlepas dari Shandy Aulia memang mungkin sudah jodoh dengan karakter Tita itu sejak masa remajanya, tapi tetep aja, KOK LO BISA SIHI MASIH KAYAK BOCAH GITU, TIT?!

"Sori, gue nggak punya hape. Belum dibolehin sama Bunda." kata Tita yang langsung bikin gue bengong sendiri dan sedikit shock. Padahal bukan gue yang minta nomor hape dia. Sedetik gue kayak "HAH?! APA?! HAH?!" gitu pas nonton special screening kemarin. Nggak santai banget pokoknya. Tapi adegan berikutnya bikin lebih stres lagi memikirkan kehidupan Tita: seorang perempuan tua mendekati Tita dan nyodorin handphone batangan dan bilang kalau dia dapat telepon dari Bunda.

SEBENTAR.

TITA DEMI APA?! 

LO KE KONDANGAN DITEMENIN BIK ICHA?! ASISTEN RUMAH TANGGA LO DARI JAMAN DULU ITU?!

Pernah nggak sih lo berada dalam kondisi yang ingin marah dan teriak kenceng karena gemes dan geregetan tapi nggak bisa, karena (1) lo lagi di bioskop; (2) ke-trigger adegan dalam film? Itu kejadian banget sama gue pas nonton 'Eiffel... I'm In Love 2' kemaren. Padahal baru beberapa menit lho! Padahal juga gue udah yang seneng banget karena opening credit dari filmnya nampilin foto-foto adegan dari film pertama (nostalgia banget ngeliat muka Shandy Aulia masih remaja, almarhum Didi Petet dan juga Titi Kamal yang sayangnya juga nggak muncul sebagai elemen kejutan di film kedua huffttt). Setelah menenangkan diri sejenak, gue membatin kalau memang cewek yang namanya Tita ini nggak beres banget hidupnya.

"Tapi Tita sudah bukan anak 15 tahun lagi Bunda! Apa kata temen-temen Tita kalau Papa sama Bunda datang buat jemput Tita di kondangan?"

Ok. Enough. Something is wrong with your family, Tit. Pantesan lo kayak gini hidupnya.

Tarik nafas lalu Istigfar, boleh?


Di novel dan film pertama diceritakan kalau Tita adalah anak SMA 15 tahun yang hidupnya benar-benar dikontrol oleh sang Bunda. Bunda adalah sosok over-protective yang nggak mau banget deh anaknya kenapa-kenapa di luar rumah. Biarin deh dia di rumah aja nggak usah kemana-mana. Nggak gaul juga nggak apa-apa. Dikatain kambing congek atau cewek pingitan juga nggak masalah. Asal anaknya nggak kenapa-kenapa. Tita nggak pernah punya handphone dari zaman SMA. Dia pergi dan pulang sekolah selalu diantar sopir bernama Pak Udin. Tita juga nggak pernah boleh pergi ke Mall (apalagi kalau sendirian) karena kata Bunda "di sana banyak orang jahat. Kalau nanti mereka masukin narkoba ke minuman kamu? Papa sama Bunda juga yang repot nantinya. Nanti aja kalau umur kamu udah 20!" Tita juga nggak boleh pacaran walaupun sebenarnya diam-diam waktu SMA dia ada hubungan asmara sama cowok bernama Ergi (diperankan oleh Yogi Finanda; Ergi juga tidak muncul di film kedua). Di usianya yang sudah menjelang 27 dan sudah jadi dokter hewan seperti saat ini, Tita masih diperlakukan sama oleh Bundanya. Dia masih nggak boleh pulang malem ("Ini udah lewat jam 8 sayang!" WTF BUN ASTAGFIRULLAH?!) dan dia masih nggak boleh punya hape. Rentang waktu peraturannya malah nambah dan semakin tidak jelas karena kata Bunda "kamu boleh punya hape kalau sudah nikah".

(Dorong aja aku dari puncak Burj Khalifa, Bun.)

Siapa coba yang bisa nebak Tita nikahnya kapan? Orang dia sendiri aja masih nggak yakin apakah pacarnya yang bernama Adit itu sebenarnya mau melangkah ke jenjang yang lebih serius nggak sama dia. Dia nggak yakin apakah adit mau ngelamar dia setelah 12 tahun pacaran. Dan sampai di sini gue rasa akan ada banyak orang yang related sama cerita di film ini. Yah kecuali mungkin bagian "LDR 12 tahun" dan "nggak boleh punya handphone" sampai nikah itu.

'Eiffel... I'm In Love 2' mengangkat lagi topik yang sudah lama jadi permasalahan perempuan muda di luar sana. Permasalahan yang beberapa tahun lalu menjadi bahan meme semua orang di media sosial. Sekarang sih udah jarang kedengeran koor membahana di sosmed tentang "galau jodoh" dan "kapan aku/kamu akan menikah". Trennya sudah berubah. Walaupun kejadian real-nya sebenarnya masih ada. Sekarang jokes tentang kumpul keluarga dan diberi pertanyaan soal kapan nikah sudah nggak se-massive beberapa tahun lalu. Bisa dibilang ini sebenarnya topik basi yang hype-nya sudah lewat. Soalnya sekarang kan udah banyak influencer yang justru mengkampanyekan "stop tanya kapan gue nikah" dan sesuatu kayak "kapan gue nikah itu bukan urusan lo". Ya tentu saja meski tidak semua orang membicarakan soal galau jodoh lagi, perihal pernikahan tetap akan jadi hal yang personal. Terutama untuk perempuan.

Tita pun seperti perempuan lajang lain yang sudah cukup usia untuk menikah. Selalu kebagian pertanyaan nggak enak soal "jadi kapan lo nikah?" dari teman-temannya. Padahal Tita dari kecil sudah pengen banget nikah muda dan dilamar secara romantis. Sesuatu yang sudah dijelaskan di novel dan film versi extended-nya dulu. Tapi ironis banget malah dia jadi orang yang menikahnya paling telat di antara teman-teman dekatnya. Yang Tita tahu untuk saat ini adalah dia punya Adit. Dan dia cuma mau nikah sama Adit.

Meanwhile, Adit...


Dia tetap sosok cowok dingin, ketus, cepet marah, kalo ngomong kedengerannya nyolot banget, cuek, tapi dia sayang banget sama Tita dan bisa bikin momen romantis yang akan membuat Tita merasa diguyur hujan di tengah musim kemarau. Dia tetap Adit yang penuh kejutan. Untung aja Adit nggak suka nulis puisi atau baca karya-karya penyair kayak Chairil Anwar atau WS Rendra. Kalau iya, pasti deh dia akan dibanding-bandingkan sama Dilan. Sama kayak si Rangga.

Seperti kebanyakan pria yang sudah memasuki usia 30-an--oke ini sebenarnya gue sotoy aja sih karena gue sendiri belum 30 jadi gue sebenarnya belum tahu apakah memang kebanyakan pria di usia 30-an sebenarnya merasakan ini--Adit juga mikirin banget soal hubungan pacaran yang sudah kelamaan itu. Sebenarnya dia sudah punya plan membangun rumah tangga dengan Tita. Tapi karena ini dua orang berantem terus kerjaannya, jadi komunikasi mereka kacau banget. Nah di situ deh drama demi drama muncul. Konflik di antara Adit dan Tita yang sangat bisa dinikmati. Nggak berlebihan. Nggak yang terlalu menye. Dan kalau lo betan nonton Dilan yang sama sekali nggak punya konflik sepanjang filmnya, lo pasti akan betah nonton 'Eiffel... I'm In Love 2'.

Karena gue suka banget sama film pertamanya dan udah jadi my go-to movie, hype menonton gue sangat terjaga dari awal sampai di akhir film. Gue nggak cuma diajak bernostalgia dengan karakter-karakter utama, tapi juga pemeran-pemeran minor yang berusaha dipertahankan untuk menciptakan nuansa nostalgik yang maksimal. Shandy Aulia memerankan Tita seperti 15 tahun yang lalu. Masih nggak bisa jauh dari Bik Icha dan Pak Udin, asisten rumah tangga dan sopir keluarga yang selalu menemani dia kemanapun dia pergi. Amazed banget karena pemeran Bik Icha dan Pak Udin masih sama dengan yang dulu. Begitu juga dengan Samuel Rizal yang sudah Adit banget. Chemistry mereka muncul lagi dan nggak ada yang terkesan dipaksakan. Bunda, seperti yang sudah gue jelaskan di awal-awal posting-an ini, ya tetap jadi Bundanya Tita yang berlebihan protektifnya.

Setting-an kamar Tita juga mirip banget deh sama yang di film pertama! Dominan putih (walaupun kali ini tone film-nya agak soft/warm gitu) dan ada akuarium di dalamnya. Establish rumah yang dipakai buat rumah keluarga Tita juga masih sama dengan di film pertama. Detail lain soal Tita (dan Adit) juga tetap dipertahankan. Soal dia yang suka banget makan McDonald's dan selalu memesan cheeseburger dan milkshake sampai dia yang masih suka minum susu coklat panas di meja makan. Salah satu ciri khas dari Tita yang masih tetap ada di film adalah dia suka membatin lalu dialog itu ditampilkan dalam voice over. Persahabatan Tita dengan Uni juga masih terasa. Bagaimana Uni berusaha untuk menanamkan (halah) pendapat dia ke kepala Tita tentang sesuatu persis sama dengan yang terasa di film pertama. Begitu juga dengan Nanda yang selalu ngomporin Tita soal cowok dan memberi update mengenai "gosip sekitar" lewat telepon. Yang gue suka sih itu, meski sudah era smartphone tapi komunikasi antara Nanda dan Tita nggak dipaksakan untuk jadi lebih kekinian lewat video call misalnya. Ya mungkin karena memang Tita-nya juga gaptek kali ya jadi cuma bisa telponan doang. Tapi dia ngaku dia bisa email sih.


Nostalgia nggak cuma sampai situ doang. Ada banyak juga adegan dan shot yang akan bikin lo ditarik kembali ke adegan dan shot di film pertama. Treatment-nya terasa banget sama mulai dari awal, tengah sampai klimaks film. Sesuatu yang sebenarnya juga dilakukan Miles di 'Ada Apa Dengan Cinta 2'. Tapi 'Eiffel... I'm In Love 2' lebih frontal dan nggak malu-malu buat mengulang apa yang ada di film yang sudah ditonton oleh lebih dari 3,7 juta penonton 15 tahun yang lalu. 

Drama yang ditawarkan kadarnya pas dengan kejanggalan-kejanggalan cerita yang minim. Kemungkinan-kemungkinan yang terjadi antara hubungan Adit dan Tita selama 12 tahun berjalan dijelaskan pelan-pelan kemudian diselesaikan juga pelan-pelan. Munculnya orang ketiga di antara Tita dan Adit contohnya adalah sebuah hal yang sangat wajar terjadi ketika pacaran jarak jauh mereka sudah masuk tahun ke-12. Tapi itupun tidak terkesan dipaksakan. Pemilihan peran orang ketiga ini juga gue rasa pas banget karena gue yakin penonton akan mudah memberi simpati ke sosok yang tersakiti ini. Elemen yang dominan kedua selain drama adalah humor yang diselipkan dalam cerita, situasi, serta dialog para pemainnya. Banyak dialog yang bikin ketawa dan senyum-senyum sendiri karena memang lucu. Bukan karena terlalu cheesy atau cringe-worthy seperti yang ditawarkan Dilan.

Maaf, Dilan. Tapi aku tetap suka Milea kok.


Film ini kalo ibarat film adaptasi, stick to the book banget. Tapi book yang dimaksud di sini bukan cuma semua elemen karakterisasi di buku pertama aja tapi juga film pertama secara visual.

Elemen lain yang nggak bisa dilepaskan baik dari film pertama dan juga film kedua adalah soundtrack-nya. Melly Goeslaw dan Anto Hoed kembali buat soundtrack film kedua. Hasilnya di luar ekspektasi! Gue agak kecewa dengan lagu-lagu yang ada di album OST 'AADC2' tapi di album 'Eiffel... I'm In Love 2' ini feel Paris-nya dapet banget. Mendengarkan beberapa lagunya berasa jadi Tita dan Adit, seperti mendengarkan album OST film pertama yang tracklist-nya juara. Ada dua lagu yang di-remake di album film kedua tapi nggak failed (tidak seperti remake lagu 'AADC1' yang dipasang di 'AADC2' yang hufftt banget kalau menurut gue). Dan lagu barunya 'I Do' yang sebenarnya menceritakan separuh dari cerita 'Eiffel... I'm In Love 2' ini, yang meskipun mirip juga sama 'Ratusan Purnama'-nya 'AADC2', adalah lagu yang akan terus lo nyanyikan setelah nonton film ini dan berjalan keluar dari bioskop.

'Eiffel... I'm In Love 2' akan tayang di bioskop 14 Februari 2018. Jangan lupa nonton!


Follow Me/KaosKakiBau in everywhere!
Watch my #vlog on YouTube: KaosKakiBauTV (#vron #vlognyaron)
Twitter: ronzzykevin
Facebook: fb.com/kaoskakibau
Instagram: ronzstagram / KaosKakiBauDotCom / roningrayscale
LIVE SETIAP SENIN JAM 8 MALAM 'GLOOMY MONDAY!'
Instagram lain: kaoskakibaudotcom
Line@: @kaoskakibau (di search pake @ jangan lupa)
Viewing all 341 articles
Browse latest View live